KOMPAS.com - Ekonomi senior sekaligus anggota Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) Faisal Basri menuturkan, enabling environment atau kurangnya ekosistem yang terbentuk di Indonesia membuat akses pendanaan energi bersih dari luar negeri menjadi sulit dijangkau.
Padahal menurutnya, pendanaan untuk transisi energi dan energi bersih dari dunia internasional sangat melimpah.
Hal tersebut disampaikan Faisal dalam media briefing bertajuk "Mempersiapkan Transisi Energi Indonesia dan Antisipasi Implikasinya serta Peluncuran The Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2023" yang digelar oleh Institute for Essential Services Reform (IESR), Rabu (13/9/2023).
Baca juga: Limbah Cair Sawit, Pencemar Lingkungan yang Berpotensi Jadi Sumber Energi Terbarukan
"Negara atau institusi yang ingin memberikan dana sebetulnya melihat kita ini serius atau tidak," kata Faisal.
Dia mencontohkan, ada beberapa pendanaan dari luar negeri yang bisa diperoleh untuk transisi energi di Indonesia.
Contohnya seperti Climate Fund Update, Adaptation Funding Interface, Private sector Initiative, The Global Environment Facility, dan lain-lain.
Selain memanfaatkan pendanaan dari luar negeri, dia juga menyarankan pembiayaan energi bersih yang berasal dari pajak energi fosil seperti batu bara.
Tahun lalu, produksi batu bara Indonesia mencapai 685 juta ton. Dan sekitar 24 persen dari total ekspor Indonesia disumbang oleh batu bara.
Baca juga: Penjajakan Bisnis AIPF Tembus Rp 490,6 Triliun, Energi Hijau Favorit
Faisal menyampaikan, semestinya batu bara dikenakan pajak biaya lingkungan dan windfall tax alias keuntungan besar yang tidak terduga.
Uang yang dikumpulkan dari pajak biaya lingkungan dan windfall tax batu bara dapat dipakai untuk mengembangkan energi terbarukan di Indonesia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menyampaikan, keberhasilan transisi energi di sektor ketenagalistrikan akan mendukung transisi yang lebih cepat di sektor lain.
Pasalnya, ketenagalistrikkan merupakan sektor yang paling gampang dijangkau untuk proses transisi dibandingkan industri dan transportasi.
"Tujuan transisi di sektor ketenagalistrikan adalah mendorong pertumbuhan energi terbarukan dan mengurangi ketergantungan dari bahan bakar fosil," ucap Fabby.
Baca juga: Pemerintah Godok Peraturan Pembiayaan Alternatif untuk Energi Hijau
Selain itu, ada banyak aspek yang harus ditingkatkan untuk mempercepat transisi energi di sektor ketenagalistrikan.
Direktur Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Gigih Udi Atmo menuturkan, pemerintah menargetkan energi terbarukan dapat berkontribusi sebesar 23 persen dalam bauran energi nasional pada 2025.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya