Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi: Untuk Capai Predikat "Hijau", Negara Maju Korbankan Negara Lain

Kompas.com - 16/05/2025, 21:30 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Reputasi negara-negara demokrasi sebagai pemimpin iklim mungkin perlu ditinjau kembali.

Penelitian baru menunjukkan bahwa sebagian dari citra "hijau" itu bisa jadi karena mereka memindahkan aktivitas penghasil polusi ke negara lain daripada benar-benar menguranginya.

Studi yang dipublikasikan di PLOS Climate mengungkapkan negara-negara demokrasi cenderung mengalihdayakan kerusakan lingkungan akibat konsumsi mereka ke negara lain.

Kecenderungan untuk mengalihdayakan kerusakan lingkungan ini lebih kuat terjadi pada negara-negara demokrasi dibandingkan dengan negara-negara otokratis.

Praktik 'pemindahan polusi ke luar negeri' ini memungkinkan negara-negara demokrasi menurunkan emisi gas rumah kaca di dalam batas wilayah mereka, sementara beban lingkungan global tetap ada.

"Kami menyediakan salah satu studi sistematis pertama tentang seberapa besar 'pemindahan polusi ke luar negeri' terkait dengan tingkat emisi domestik di negara-negara demokrasi," kata para penulis.

Baca juga: Dua Pertiga Emisi Global Ternyata Ulah 10 Persen Orang Terkaya!

"Hasil utama penelitian adalah bahwa pemindahan polusi ke luar negeri terkait secara signifikan dan substansial dengan tingkat emisi gas rumah kaca yang lebih rendah di dalam negeri pada negara-negara demokrasi," tulis peneliti lagi dalam makalahnya, dikutip dari Independent, Jumat (16/5/2025).

Pemindahan polusi ke luar negeri adalah strategi di mana negara-negara mengurangi polusi di dalam negeri mereka dengan cara mengimpor barang-barang yang proses produksinya mencemari lingkungan, terutama dari negara-negara miskin dengan aturan lingkungan yang tidak seketat negara pengimpor.

Dalam studi, peneliti menganalisis 161 negara dari tahun 1990 hingga 2015, menggunakan data gas rumah kaca, catatan perdagangan, dan skor demokrasi untuk mengeksplorasi bagaimana dampak lingkungan didistribusikan kembali melalui perdagangan global.

Temuan menunjukkan bahwa negara-negara demokrasi tidak hanya mengalihdayakan lebih banyak polusi daripada negara lain, tetapi hal ini juga sangat terkait dengan emisi per kapita yang lebih rendah di dalam negeri.

Rata-rata, negara-negara demokrasi yang lebih aktif dalam mengalihdayakan polusi ke negara lain rata-rata berhasil mencatatkan emisi gas rumah kaca per kapita yang lebih rendah secara signifikan dibandingkan dengan negara-negara yang kurang demokratis.

Laporan-laporan PBB sebelumnya telah mendokumentasikan bahwa negara-negara seperti Jepang dan Jerman berhasil mengurangi emisi gas rumah kaca di dalam negeri mereka.

Namun, pada saat yang sama, laporan tersebut juga menunjukkan bahwa emisi yang sebenarnya menjadi tanggung jawab kedua negara ini secara global justru meningkat.

Peningkatan emisi global yang menjadi tanggung jawab Jepang dan Jerman ini terutama disebabkan oleh impor barang dan jasa dari negara lain, terutama dari negara-negara seperti China.

Penelitian-penelitian sebelumnya juga cenderung menunjukkan bahwa negara-negara demokrasi memiliki kinerja yang lebih baik dalam hal metrik lingkungan. Hal ini diasumsikan karena di negara demokrasi terdapat akuntabilitas publik yang lebih besar dan regulasi yang lebih kuat terkait lingkungan.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Harapan Orangutan di Tengah Ancaman Kepunahan: Sains, Politik, Publik
Harapan Orangutan di Tengah Ancaman Kepunahan: Sains, Politik, Publik
LSM/Figur
Pulau untuk Dijaga, Bukan Dijual: Jalan Menuju Wisata Berkelanjutan
Pulau untuk Dijaga, Bukan Dijual: Jalan Menuju Wisata Berkelanjutan
Pemerintah
GAPKI Gandeng IPOSS untuk Perkuat Sawit Indonesia di Tingkat Dunia
GAPKI Gandeng IPOSS untuk Perkuat Sawit Indonesia di Tingkat Dunia
Swasta
Bioteknologi Jagung, Peluang Indonesia Jawab Masalah Ketahan Pangan
Bioteknologi Jagung, Peluang Indonesia Jawab Masalah Ketahan Pangan
Swasta
Peluang 'Green Jobs' di Indonesia Besar, tapi Produktivitas SDM Masih Rendah
Peluang "Green Jobs" di Indonesia Besar, tapi Produktivitas SDM Masih Rendah
LSM/Figur
IEA Prediksi Penurunan Permintaan Minyak Global Mulai 2030
IEA Prediksi Penurunan Permintaan Minyak Global Mulai 2030
Pemerintah
PGN Perluas Akses Internet di Lingkungan Kampus Unsri
PGN Perluas Akses Internet di Lingkungan Kampus Unsri
BUMN
Peta Baru Ungkap 195 Juta Hektar Lahan Potensial untuk Perbaikan Hutan
Peta Baru Ungkap 195 Juta Hektar Lahan Potensial untuk Perbaikan Hutan
LSM/Figur
Mata dari Langit: Bagaimana Penginderaan Jauh Bantu Selamatkan Bumi?
Mata dari Langit: Bagaimana Penginderaan Jauh Bantu Selamatkan Bumi?
LSM/Figur
16 Sistem Penambatan Bakal Dipasang untuk Jaga Terumbu Karang Raja Ampat
16 Sistem Penambatan Bakal Dipasang untuk Jaga Terumbu Karang Raja Ampat
Pemerintah
Picu Kerusakan Lingkungan, 2 Perusahaan Tambang Didenda Rp 47 Miliar
Picu Kerusakan Lingkungan, 2 Perusahaan Tambang Didenda Rp 47 Miliar
Pemerintah
Peringati HUT Ke-47, Pasar Modal Indonesia Serahkan Bantuan Ambulans untuk Masyarakat Papua
Peringati HUT Ke-47, Pasar Modal Indonesia Serahkan Bantuan Ambulans untuk Masyarakat Papua
Swasta
Satu Prompt ChatGPT Konsumsi Setengah Liter Air Bersih
Satu Prompt ChatGPT Konsumsi Setengah Liter Air Bersih
Swasta
KKP Ungkap Pendapatan Sektor Perikanan Indonesia Capai Rp116 Triliun
KKP Ungkap Pendapatan Sektor Perikanan Indonesia Capai Rp116 Triliun
Pemerintah
Menelusuri Jejak Kayu Ilegal lewat Forensik DNA, Harapan Baru dalam Penegakan Hukum Kehutanan
Menelusuri Jejak Kayu Ilegal lewat Forensik DNA, Harapan Baru dalam Penegakan Hukum Kehutanan
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau