Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Desa Ditinggalkan, 70 Persen Penduduk Indonesia Diprediksi Tinggal di Kota pada 2045

Kompas.com, 13 September 2023, 08:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Pada 2045, diprediksi ada 70 persen penduduk Indonesia akan tinggal di wilayah perkotaan dan meninggalkan desa.

Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa dalam peluncuran Kampanye Green Economy & Green Environment bersama PT Mass Rapid Transit Jakarta di Stasiun Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta, Selasa (12/9/2023).

Suharso menuturkan, Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan 61,7 persen penduduk Indonesia tinggal di wilayah perkotaan pada 2045.

Baca juga: Kurangi Jejak Karbon, IKEA Hadirkan SPKLU di Kota Baru Parahyangan

Pada 2020, jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan sebanyak 56,4 persen.

“Tapi menurut saya, angka tersebut akan lebih dari 61,7 persen, mungkin sekitar 70-an persen pada 2045, 25 tahun yang akan datang,” ujar Suharso, sebagaimana dilansir Antara.

Suharso berharap penduduk yang pindah ke kota dapat membawa energi baru dan ekonomi yang lebih baik untuk kemaslahatan masyarakat, bukan menambah jejak karbon.

Saat mengunjungi Auckland di Selandia Baru, dia menceritakan bahwa penjual pakaian di negara tersebut memberikan keterangan jumlah jejak karbon yang terdapat di dalam setiap pakaian.

Baca juga: Jakarta Menjadi Kota Berpolusi Tinggi, Apa yang Bisa Kita Lakukan?

“Di bajunya itu ada tulisan ini kira-kira membawa karbon 20 kilogram karbon dioksida ekuivalen, sepatu itu sekitar 16 sampai 30-an kilogram karbon dioksida ekuivalen, dan seterusnya,” papar Suharso.

“Jadi kalau kita jalan, kita sudah membawa sekitar 50-55 kilogram karbon dioksida ekuivalen,” sambungnya.

Dia menyampaikan, generasi saat ini dinilai memiliki kewajiban untuk menjaga supaya generasi berikutnya bisa hidup dengan nyaman, aman, dan sehat.

Baca juga: IKN Berkomitmen Jadi Kota Rendah Emisi Karbon

Begitu pula, generasi berikut juga mempunyai kewajiban untuk menjaga bumi agar tetap berkelanjutan untuk generasi yang akan datang.

“Saya ingin ajak semua untuk beralih (untuk menggunakan transportasi publik) yang menjadi menjadi satu pilihan dan keniscayaan,” papar Suharso.

“Tentu kita akan berbenah, pemerintah akan berbenah bagaimana transportasi publik itu makin menyenangkan,” sambungnya.

Baca juga: SIG Bantu Kelola Sampah Kota Jadi RDF, Bahan Bakar Alternatif

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Krisis Air Bersih, KLH Kirim 10.000 Galon dan Alat Penjernih ke Aceh
Krisis Air Bersih, KLH Kirim 10.000 Galon dan Alat Penjernih ke Aceh
Pemerintah
Ahli Lingkungan Sebut Perubahan Iklim Langgar Hak Asasi Manusia
Ahli Lingkungan Sebut Perubahan Iklim Langgar Hak Asasi Manusia
Pemerintah
Pasar Inverter Surya Global Diprediksi Turun Selama Dua Tahun ke Depan
Pasar Inverter Surya Global Diprediksi Turun Selama Dua Tahun ke Depan
Swasta
Peneliti Ungkap Krisis Iklim Tentukan Nasib Tempat Tinggal Kita
Peneliti Ungkap Krisis Iklim Tentukan Nasib Tempat Tinggal Kita
Pemerintah
Kapasitas Produksi Etanol Masih Rendah,  Akademisi ITB Soroti Wacana BBM E10
Kapasitas Produksi Etanol Masih Rendah, Akademisi ITB Soroti Wacana BBM E10
Pemerintah
Siklon Tropis di Indonesia: Fenomena Langka dan Ancaman Nyata Akhir Tahun
Siklon Tropis di Indonesia: Fenomena Langka dan Ancaman Nyata Akhir Tahun
Pemerintah
Sampah Pemudik Capai 59.000 Ton, KLH Minta Pengelola Rest Area Olah Sendiri
Sampah Pemudik Capai 59.000 Ton, KLH Minta Pengelola Rest Area Olah Sendiri
Pemerintah
Genjot Transisi Energi, Jepang Siapkan Subsidi 1,34 Miliar Dollar AS
Genjot Transisi Energi, Jepang Siapkan Subsidi 1,34 Miliar Dollar AS
Pemerintah
Kemenhut Bersih-bersih Gelondongan Kayu Terbawa Arus Banjir di Sumatera
Kemenhut Bersih-bersih Gelondongan Kayu Terbawa Arus Banjir di Sumatera
Pemerintah
Guru Besar UGM: RI Mestinya Pajaki Minuman Berpemanis dan Beri Subsidi Makanan Sehat
Guru Besar UGM: RI Mestinya Pajaki Minuman Berpemanis dan Beri Subsidi Makanan Sehat
LSM/Figur
Lahan Gambut Dunia jadi Garis Depan Lawan Perubahan Iklim
Lahan Gambut Dunia jadi Garis Depan Lawan Perubahan Iklim
Pemerintah
Waspadai Potensi Hujan Lebat Disertai Angin Kencang dan Petir Selama Nataru
Waspadai Potensi Hujan Lebat Disertai Angin Kencang dan Petir Selama Nataru
Pemerintah
Cokelat Terancam Punah, Ilmuwan Temukan Alternatifnya
Cokelat Terancam Punah, Ilmuwan Temukan Alternatifnya
Pemerintah
Peneliti IPB Kembangkan Rompi Anti Peluru dari Limbah Sawit
Peneliti IPB Kembangkan Rompi Anti Peluru dari Limbah Sawit
Pemerintah
Biaya Perawatan Pasien Obesitas dengan Komorbid Membengkak Tiap Tahun
Biaya Perawatan Pasien Obesitas dengan Komorbid Membengkak Tiap Tahun
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau