Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/09/2023, 21:13 WIB
Hadi Maulana,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

BATAM, KOMPAS.com – Himpunan Penambang Kuarsa Indonesia (HIPKI) menyambut baik penetapan komoditas tambang pasir kuarsa sebagai mineral kritis melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 296.K/MB.01/MEM.B/2023 tentang Penetapan Jenis Komoditas yang Tergolong Dalam Klasifikasi Mineral Kritis pada tanggal 14 September 2023.

Diktum ketiga Keputusan Menteri ESDM itu, menyebutkan penetapan jenis komoditas yang tergolong dalam klasifikasi mineral kritis didasarkan atas kriteria mineral yang menjadi bahan baku dalam industri strategis nasional, memiliki nilai manfaat untuk perekonomian nasional dan pertahanan keamanan negara, memiliki risiko tinggi terhadap pasokan, serta tidak memiliki pengganti yang layak.

“Ini menandakan, betapa strategisnya komoditas pasir kuarsa ini bagi kepentingan industri di dalam negeri, perekonomian nasional dan pertahanan keamanan negara sehingga harus ditetapkan sebagai mineral kritis yang sulit ditemukan penggantinya yang layak,” kata Ketua Umum HIPKI Ady Indra Pawennari di Tanjungpinang, Kamis (21/9/2023).

Baca juga: Pelaku Usaha Dukung Pemerintah Buat Roadmap Hilirisasi Pasir Kuarsa

Menurut Ady, semua stakeholder harus mulai mengubah mindset dalam memandang komoditas pasir kuarsa ini, menyesuaikan dengan fundamental mineral kritis secara komperhensif, bahkan urgensinya dalam konteks geopolitik.

”Para pemangku kewenangan dapat menjadikan klasifikasi ini sebagai acuan pertimbangan dalam tata kelola sumber daya mineral, misalnya dalam penentuan kebijakan fiskal tertentu, penetapan formula harga acuan atau harga patokan, prioritas kebutuhan di dalam negeri, penerbitan perizinan berusaha, serta peningkatan penyelidikan dan penelitian,” terang Ady.

Khusus klasifikasi mineral kritis sebagai acuan dalam mempertimbagkan penerbitan perizinan berusaha di bidang pertambangan mineral dan batubara, hal ini memiliki konsekuensi setidaknya dua hal.

Pertama, terbukanya peluang untuk mengintegrasikan sistem penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) mineral kritis seluruh Indonesia, yang dikelola oleh pemerintah pusat. Dan kedua, masuknya aspek-aspek tambahan dalam penerbitan IUP.

“Misalnya wilayah potensial namun belum layak secara ekonomi, hal ini tetap dapat diakomodir dalam perizinan karena pemerintah menimbang faktor lain seperti urgensi pertahanan dan keamanan negara, serta kebutuhan ekonomi nasional secara lebih luas dimasa depan, dan sewaktu-waktu dibutuhkan,” papar Ady.

Selanjutnya, hal yang juga tak kalah penting dari klasifikasi mineral kritis ini adalah menjadi pertimbangan dalam upaya peningkatan penyelidikan dan penelitian, dimana adanya peningkatan kewajiban bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk melakukan eksplorasi lanjutan.

Ady juga menerangkan, sebagai konsekuensi adanya peningkatan kewajiban ini, negara harus menjamin ruang-ruang eksplorasi bagi pemegang IUP lebih mendalam dan menyeluruh secara terus-menerus sepanjang kegiatan pertambangan mereka, termasuk pada daerah-daerah yang belum terdata dengan baik saat ini.

”Terkait masalah pengawasan kegiatan ini, tentunya pemerintah sudah punya instrumennya, termasuk regulasi yang ketat dalam pelaporan rutin yang wajib dilakukan oleh pelaku usaha beserta sanksinya yang jelas,” jelas Ady.

Pengawasan ini tidak hanya melekat pada instansi yang membidangi sektor pertambangan, tetapi juga lingkungan hidup dan tata ruang. Semua punya aturan mainnya masing-masing. Belum lagi dari BKPM yang juga ikut mengawasi dalam bentuk pelaporan berkala badan usaha.

“Jadi penetapan pasir kuarsa ini sebagai mineral kritis kami respon secara positif. Karena dengan penetapan ini, tata kelolanya bisa lebih baik dan tentunya sudah sangat banyak mata dan telinga yang mengawasi,” pungkas Ady.

Perbaiki Tata Kelola Perizinan 

HIPKI pun meminta pemerintah serius memperbaiki tata kelola perizinan pertambangan mineral bukan logam jenis tertentu, khususnya komoditas pasir kuarsa demi memberi kepastian berusaha bagi pelaku usaha dalam menyambut agenda strategis negara, yakni hilirisasi pasir kuarsa.

Sebab sejak Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Pendelegasian Pemberian Perizinan Berusaha di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara, khususnya komoditas pasir kuarsa diberikan kepada Pemerintah Provinsi, proses pengurusan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di beberapa provinsi justru semakin sulit dan kesannya berbelit-belit.

”Bisa dibayangkan, sudah 1,5 tahun kewenangan itu delegasikan oleh Menteri, namun naik ke Operasi Produksi nihil,” tambah Ady.

Disinggung kesiapan penambang menyusul rencana perusahaan produsen kaca asal China, Xinyi Group yang akan membangun pabrik kaca terbesar kedua di dunia dengan nilai investasi sebesar Rp 175 triliun di Pulau Rempang, Batam, Kepri.

Menurut Ady, kehadiran Xinyi Group di Rempang memberi semangat baru bagi penambang pasir kuarsa di wilayah Kepri dan sekitarnya.

Karena, secara geografis posisi Rempang yang menjadi tempat pembangunan pabrik kaca dengan bahan baku utama pasir kuarsa terbilang cukup dekat dari wilayah tambang.

juta metrik ton, baru menerbitkan satu IUP Operasi Produksi pasca Perpres Nomor 55 tahun 2022 diberlakukan.

“Ini karena banyak daerah tidak melaksanakan aturan secara efektif dan efisien sesuai dengan norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) yang telah ditetapkan atau dijalankan oleh pemerintah pusat. Banyak daerah menterjemahkan aturan berdasarkan persepsi dan pemahaman mereka sendiri,” ungkap Ady.

Padahal, lanjut Ady, ada banyak hal yang berkembang sejak kewenangan perizinan tambang dialihkan ke pusat seluruhnya sesuai UU Nomor 3 Tahun 2020, ditambah dengan implementasi UU Cipta Kerja yang pada prinsipnya bertujuan untuk memudahkan perizinan dan memberi kepastian berusaha.

”Harusnya pemerintah daerah beradaptasi dengan perkembangan ini, dan bagaimanapun pendelegasian kewenangan itu jelas dinyatakan harus dilaksanakan sesuai NSPK yang berlaku di pemerintah pusat,” terang Ady.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

RI Perlu Terapkan Ekonomi Restoratif, Seimbangkan Pembangunan dan Lingkungan

RI Perlu Terapkan Ekonomi Restoratif, Seimbangkan Pembangunan dan Lingkungan

LSM/Figur
AI Bisa Prediksi Kemungkinan Migrasi yang Disebabkan Iklim

AI Bisa Prediksi Kemungkinan Migrasi yang Disebabkan Iklim

LSM/Figur
Kesenjangan Gender di Sektor Pendidikan STEM Masih Tinggi

Kesenjangan Gender di Sektor Pendidikan STEM Masih Tinggi

Pemerintah
Kasus “Greenwashing” Turun untuk Pertama Kalinya dalam 6 Tahun

Kasus “Greenwashing” Turun untuk Pertama Kalinya dalam 6 Tahun

Swasta
Di Masa Depan, Peluang Pekerjaan Berbasis Kelestarian Lingkungan Sangat Besar

Di Masa Depan, Peluang Pekerjaan Berbasis Kelestarian Lingkungan Sangat Besar

LSM/Figur
Bumi Makin Banyak Tunjukkan Tanda-Tanda Krisis Iklim

Bumi Makin Banyak Tunjukkan Tanda-Tanda Krisis Iklim

Pemerintah
Proyek Pompa Hidram MMSGI di Kolam Pascatambang Jadi Sumber Air Bersih untuk Warga

Proyek Pompa Hidram MMSGI di Kolam Pascatambang Jadi Sumber Air Bersih untuk Warga

Swasta
IESR: Transisi Energi Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

IESR: Transisi Energi Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

LSM/Figur
Ekonomi Restoratif Dinilai Paling Tepat untuk Indonesia, Mengapa?

Ekonomi Restoratif Dinilai Paling Tepat untuk Indonesia, Mengapa?

LSM/Figur
Populasi Satwa Liar Global Turun Rata-rata 73 Persen dalam 50 Tahun

Populasi Satwa Liar Global Turun Rata-rata 73 Persen dalam 50 Tahun

LSM/Figur
Logam Berat di Lautan Jadi Lebih Beracun akibat Perubahan Iklim

Logam Berat di Lautan Jadi Lebih Beracun akibat Perubahan Iklim

Pemerintah
Tak Hanya Tekan Abrasi, Mangrove juga Turut Dorong Perputaran Ekonomi Masyarakat

Tak Hanya Tekan Abrasi, Mangrove juga Turut Dorong Perputaran Ekonomi Masyarakat

LSM/Figur
Konsumsi Daging Berkontribusi terhadap Kerusakan Lingkungan, Kok Bisa?

Konsumsi Daging Berkontribusi terhadap Kerusakan Lingkungan, Kok Bisa?

Pemerintah
Selenggarakan CSR Berkelanjutan, PT GNI Dapat Penghargaan di PKM CSR Award 2024

Selenggarakan CSR Berkelanjutan, PT GNI Dapat Penghargaan di PKM CSR Award 2024

Swasta
Kisah Warga Desa Mayangan yang Terancam Abrasi dan Inisiatif Kompas.com Tanam Mangrove

Kisah Warga Desa Mayangan yang Terancam Abrasi dan Inisiatif Kompas.com Tanam Mangrove

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau