Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Langkah Kecil untuk Selamatkan Laut, Kamu Bisa Memulainya Sekarang

Kompas.com, 9 Oktober 2023, 13:35 WIB
Nur Melati Syamdani,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Laut merupakan bagian penting dari kehidupan manusia. Berdasarkan paparan Deputi Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Oswar Mungkasa, sekitar 40 persen atau 3,1 Miliar populasi dunia hidup 100 kilometer dari laut.

United Nations Development Programme (UNDP) menyebut bahwa perairan Indonesia merupakan habitat bagi 76 persen terumbu karang dan 37 persen ikan karang dunia. Ini artinya, ekosistem laut yang dimiliki Indonesia sangatlah beragam.

Kebutuhan hidup masyarakat pun banyak dipenuhi dari ekosistem laut. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, sekitar 7,87 juta jiwa atau 25,14 persen dari total penduduk miskin nasional menggantungkan hidupnya dari laut. Mereka tersebar di 10.666 desa pesisir yang berada di 300 dari total 524 kabupaten dan kota se-Indonesia.

Baca juga: Ada Limbah Serupa Aspal, Biota Laut di Gunungkidul Mati

Menurut UNDP, sebanyak 54 persen kebutuhan protein nasional juga dipenuhi dari ikan dan produk laut lainnya. Selain itu, hasil laut Indonesia menyumbang 10 persen kebutuhan perikanan global.

Laut Indonesia juga berperan penting bagi berbagai kegiatan ekonomi, baik untuk bisnis perikanan, pelayaran, maupun pariwisata.

Laut yang tercemar akan berdampak kepada kehidupan manusia. Maka dari itu, salah satu target Sustainable Development Goals (SDGs) adalah pada 2025 adalah mencegah dan secara signifikan mengurangi semua jenis pencemaran laut,terutama dari kegiatan berbasis lahan, seperti polusi nutrisi dan sampah laut.

Pada dasarnya, permasalahan yang terjadi di laut terjadi akibat kegiatan manusia yang sebetulnya dapat diminimalisasi.

Kini, permasalahan yang ada di laut butuh penyelesaian seluruh pihak, tak terkecuali masyarakat. Tak perlu berpikir terlalu jauh. Sebab, langkah kecil dan sederhana masyarakat bisa jadi kontribusi dalam penyelamatan kelestarian laut.

Baca juga: Targetkan Sampah Plastik di Laut Berkurang 70 Persen, Kemenko Marves: Mitigasi dari Hulu

Pertama, gunakan sabun dan deterjen secukupnya. Pada umumnya, sabun dan deterjen mengandung fosfat. Penelitian Nani Apriyani (2017), deterjen yang mengandung fosfat akan menghasilkan limbah yang mengandung polifosfat, yang merupakan salah satu bentuk dari fosfor. Jika limbah tidak dikelola dengan baik fosfor ini dapat terbawa ke lautan melalui hujan.

Bila lautan dipenuhi oleh limbah yang mengandung fosfor, pertumbuhan alga akan meningkat. Lama kelamaan, alga akan menutup cahaya yang masuk ke dalam air dan berimbas pada tanaman lain.

Pertumbuhan alga atau tanaman yang tidak sempurna karena kurangnya cahaya akan menyebabkan pembusukan tanaman. Saat pembusukan terjadi, kadar oksigen terlarut dalam air akan menurun. Mengakibatkan ikan, kepiting, dan biota laut, tidak dapat bertahan hidup.

Baca juga: Dampak Buruk Deterjen bagi Lingkungan

Maka dari itu, kita perlu menggunakan deterjen secukupnya atau gunakan deterjen alami yang tidak memiliki kandungan fosfat agar ekosistem laut terjaga.

Kedua, menghindari penggunaan barang sekali pakai. Penggunaan barang sekali pakai seperti kantong plastik, botol plastik, dan bungkus makanan akan berakhir menjadi sampah. Bila daratan tidak lagi mampu menampung, sampah ini akan mencemarkan laut.

Berdasarkan Katadata (12/11/2022), Indonesia menjadi negara kelima sebagai penyumbang sampah plastik dengan jumlah sampah sebanyak 56.333 ton pada 2021. Jika tidak tertangani dengan baik, jumlah ini berisiko terus meningkat.

Baca juga: Dibuang Sayang, Yuk Bikin Kerajinan Tangan dari Botol Plastik untuk Selamatkan Lingkungan

Maka dari itu, gaya hidup menggunakan plastik atau barang sekali pakai perlu direm. Misalnya, ubah kebiasaan dengan membawa tas belanja sendiri. Kalau hobi membeli minuman, ada baiknya untuk membawa botol minuman sendiri. Kamu juga membiasakan diri membawa alat makan pribadi.

Dengan begitu, kamu tidak menambah volume sampah plastik yang dapat merusak ekosistem laut.

Ketiga, mendaur ulang sampah. Meski kebiasaan ini perlu upaya lebih, cobalah untuk memulainya. Kamu bisa mendaur ulang sampah menjadi barang yang memiliki nilai guna.

Baca juga: 5 Ide Usaha Sustainable, Berpeluang Cuan dan Bantu Daur Ulang Sampah

Misalnya, sampah botol plastik dan kantong plastik dapat didaur ulang menjadi pot, mainan anak, dan hiasan. Untuk caranya, kamu bisa mencontoh di video yang kerap ada di media sosial. Kalau cara ini terlalu sulit kamu ikuti, coba dulu dengan memilah sampah. Pemilahan sampah akan memudahkan pihak yang menerima untuk kemudian diolah.

Itulah tiga langkah yang bisa kamu lakukan untuk selamatkan ekosistem laut. Tak ada salahnya untuk memulai agar generasi mendatang masih dapat menikmati hasil laut.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau