KOMPAS.com - Pertanian harus menghasilkan sekitar 50 persen lebih banyak pangan, pakan, dan serat pada tahun 2050 dibandingkan dengan yang diproduksi pada tahun 2012, untuk memenuhi kebutuhan pangan populasi yang terus bertambah.
Namun sebuah laporan baru dari Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) PBB menyebut untuk memenuhi seluruh permintaan tersebut akan ada harga yang harus dibayar.
Itu akan membuat sumber daya alam yang sudah terbatas, terutama air, lahan, dan tanah, makin tertekan secara signifikan.
Melansir Down to Earth, Selasa (2/11/2025) antara tahun 1964 hingga 2023, produksi pertanian global meningkat tiga kali lipat.
Baca juga: Studi: Air Tawar Dunia Menyusut, Sumbang Kenaikan Permukaan Laut Lebih Besar
Sebagian besar peningkatan tersebut dicapai dengan mengintensifkan pemanfaatan lahan yang ada melalui tanaman berproduksi tinggi, perluasan irigasi, dan teknologi yang lebih baik, alih-alih memperluas lahan, sebagaimana ditunjukkan dalam edisi terbaru laporan The State of the World’s Land and Water Resources for Food and Agriculture (SOLAW 2025).
Laporan juga menunjukkan bahwa 23 persen dari seluruh lahan pertanian telah dilengkapi irigasi. Sementara luas lahan pertanian hanya tumbuh 8 persen selama enam dekade terakhir.
Tetapi kini sektor pertanian berada di persimpangan. Pasalnya, mereka harus mempersiapkan untuk menggenjot produksi pangan untuk memenuhi kebutuhan populasi yang meningkat. Sementara di sisi lain perluasan lahan pertanian tak lagi memungkinkan dilakukan.
Secara keseluruhan, pertanian menyumbang 72 persen pengambilan air tawar global, angka yang diprediksi akan terus meningkat di masa mendatang dan berkontribusi pada peningkatan kelangkaan air.
Hal ini terjadi akibat eksploitasi air tanah dan intrusi air laut yang berlebihan pada akuifer pesisir.
"Pertanian yang mencakup sepertiga lahan dunia, sejauh ini memiliki dampak terbesar terhadap sumber daya lahan dan air. Pertanian menyumbang 72 persen dari penarikan air global," tulis para peneliti dalam laporan yang dirilis 1 Desember.
Lebih dari 1,6 miliar hektar lahan, setara dengan lebih dari 10 persen luas Bumi, telah terdegradasi akibat pengelolaan lahan yang buruk. Lebih dari 60 persen degradasi ini terjadi di lahan pertanian, yang mendorong sistem pangan global ke ambang kehancuran.
Baca juga: Lahan Pertanian Bisa Jadi Kunci Melawan Perubahan Iklim
Tanah yang terdegradasi, menurunnya ketersediaan air, dan hilangnya lahan produktif telah mengurangi kemampuan sektor ini untuk memenuhi kebutuhan saat ini, apalagi untuk memenuhi kebutuhan di masa mendatang.
Pada saat yang sama, ekspansi pertanian terus mendorong deforestasi dan tetap menjadi kontributor utama kerusakan ekosistem kaya karbon seperti lahan gambut, yang semakin mempercepat degradasi lahan dan melemahkan ketahanan pangan.
Lebih lanjut, dunia masih punya potensi untuk memberi makan hingga 10,3 miliar orang pada 2085, ketika populasi global diperkirakan akan mencapai puncaknya.
Namun, studi menggaris bawahi, peningkatan produktivitas pangan di masa depan harus berasal dari produksi yang lebih cerdas dan bukan sekedar produksi yang lebih banyak.
"Ini berarti menutup kesenjangan hasil, diversifikasi ke varietas tanaman yang tangguh dan mengadopsi praktik-praktik yang disesuaikan secara lokal dan hemat sumber daya yang sesuai dengan kondisi lahan, tanah, dan air tertentu," tulis peneliti lagi dalam laporannya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya