Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan

Kompas.com, 5 Desember 2025, 17:04 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pertanian harus menghasilkan sekitar 50 persen lebih banyak pangan, pakan, dan serat pada tahun 2050 dibandingkan dengan yang diproduksi pada tahun 2012, untuk memenuhi kebutuhan pangan populasi yang terus bertambah.

Namun sebuah laporan baru dari Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) PBB menyebut untuk memenuhi seluruh permintaan tersebut akan ada harga yang harus dibayar.

Itu akan membuat sumber daya alam yang sudah terbatas, terutama air, lahan, dan tanah, makin tertekan secara signifikan.

Melansir Down to Earth, Selasa (2/11/2025) antara tahun 1964 hingga 2023, produksi pertanian global meningkat tiga kali lipat.

Baca juga: Studi: Air Tawar Dunia Menyusut, Sumbang Kenaikan Permukaan Laut Lebih Besar

Sebagian besar peningkatan tersebut dicapai dengan mengintensifkan pemanfaatan lahan yang ada melalui tanaman berproduksi tinggi, perluasan irigasi, dan teknologi yang lebih baik, alih-alih memperluas lahan, sebagaimana ditunjukkan dalam edisi terbaru laporan The State of the World’s Land and Water Resources for Food and Agriculture (SOLAW 2025).

Laporan juga menunjukkan bahwa 23 persen dari seluruh lahan pertanian telah dilengkapi irigasi. Sementara luas lahan pertanian hanya tumbuh 8 persen selama enam dekade terakhir.

Tetapi kini sektor pertanian berada di persimpangan. Pasalnya, mereka harus mempersiapkan untuk menggenjot produksi pangan untuk memenuhi kebutuhan populasi yang meningkat. Sementara di sisi lain perluasan lahan pertanian tak lagi memungkinkan dilakukan.

Mengapa demikian?

Secara keseluruhan, pertanian menyumbang 72 persen pengambilan air tawar global, angka yang diprediksi akan terus meningkat di masa mendatang dan berkontribusi pada peningkatan kelangkaan air.

Hal ini terjadi akibat eksploitasi air tanah dan intrusi air laut yang berlebihan pada akuifer pesisir.

"Pertanian yang mencakup sepertiga lahan dunia, sejauh ini memiliki dampak terbesar terhadap sumber daya lahan dan air. Pertanian menyumbang 72 persen dari penarikan air global," tulis para peneliti dalam laporan yang dirilis 1 Desember.

Lebih dari 1,6 miliar hektar lahan, setara dengan lebih dari 10 persen luas Bumi, telah terdegradasi akibat pengelolaan lahan yang buruk. Lebih dari 60 persen degradasi ini terjadi di lahan pertanian, yang mendorong sistem pangan global ke ambang kehancuran.

Baca juga: Lahan Pertanian Bisa Jadi Kunci Melawan Perubahan Iklim

Tanah yang terdegradasi, menurunnya ketersediaan air, dan hilangnya lahan produktif telah mengurangi kemampuan sektor ini untuk memenuhi kebutuhan saat ini, apalagi untuk memenuhi kebutuhan di masa mendatang.

Pada saat yang sama, ekspansi pertanian terus mendorong deforestasi dan tetap menjadi kontributor utama kerusakan ekosistem kaya karbon seperti lahan gambut, yang semakin mempercepat degradasi lahan dan melemahkan ketahanan pangan.

Lebih lanjut, dunia masih punya potensi untuk memberi makan hingga 10,3 miliar orang pada 2085, ketika populasi global diperkirakan akan mencapai puncaknya.

Namun, studi menggaris bawahi, peningkatan produktivitas pangan di masa depan harus berasal dari produksi yang lebih cerdas dan bukan sekedar produksi yang lebih banyak.

"Ini berarti menutup kesenjangan hasil, diversifikasi ke varietas tanaman yang tangguh dan mengadopsi praktik-praktik yang disesuaikan secara lokal dan hemat sumber daya yang sesuai dengan kondisi lahan, tanah, dan air tertentu," tulis peneliti lagi dalam laporannya.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Pemerintah
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
LSM/Figur
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
BUMN
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Swasta
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pemerintah
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
LSM/Figur
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
LSM/Figur
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau