Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wahyu Eka Styawan
Konsultan

Direktur WALHI Jawa Timur

Malang Raya Butuh Pemimpin Pro-Iklim

Kompas.com, 24 Desember 2023, 11:12 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEPANJANG Desember 2023, wilayah Malang Raya, yakni Kota Malang, Kota Batu dan Kabupaten Malang telah diterjang banjir dan longsor.

Awal Desember, Kota Malang digenangi air, contohnya di kawasan Sigura-gura. Lalu wilayah Malang Barat sekitar di Pujon mengalami longsor dan terakhir Kota Batu kembali disinggahi banjir bandang dari kawasan hulu.

Melihat Malang Raya dalam lima tahun terakhir secara problem, terdapat dua isu yang berkaitan dengan krisis iklim, yakni bencana hidrometeorologi, baik banjir, longsor, kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan.

Sepanjang 2019-2023, kejadian bencana cukup tinggi hampir pada wilayah Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu lebih dari 30 lebih kejadian bencana longsor dan banjir, disusul kebakaran hutan dan lahan yang melahap sepanjang Arjuno-Welirang sekitar 4.800 hektar.

Selain itu, kekeringan hampir terjadi di lebih dari 15 desa di Kabupaten Malang dan mengancam hampir seluruh desa/kelurahan di Kota Batu.

Gambaran di atas menunjukkan wilayah Malang Raya, kini tengah menghadapi situasi yang tergolong kritis sebagai dampak perubahan iklim.

Setiap tahunnya, tiga wilayah, yakni Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu selalu dalam situasi tanggap bencana. Tercatat lima tahun terakhir, ketiga wilayah tersebut semakin rentan kondisinya.

Bencana dan krisis iklim

Krisis iklim yang mendorong bencana tidak berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi beberapa faktor. Di antaranya persoalan alih fungsi kawasan, baik kawasan hutan maupun kawasan resapan, sampai aktivitas ekonomi.

Krisis ini sifatnya kumulatif, meningkat seiring dengan daya tampung dan daya dukung yang semakin berkurang fungsinya.

Salah satu yang tampak di wilayah Malang Raya adalah mulai beralih fungsinya kawasan hutan di Kabupaten Malang dan Kota Batu menjadi lahan pertanian semusim.

Khusus untuk wilayah Kota Batu, persoalan alih fungsi lahan juga didorong masifnya ekspansi industri wisata yang merangsek masuk ke kawasan hutan selain juga telah melahap kawasan pertanian dan resapan.

Sementara di wilayah Kota Malang, meningkatnya sektor jasa telah mendorong alih fungsi secara masif pada kawasan resapan, termasuk ruang terbuka hijau yang semakin hari semakin menyusut.

Masalah lain, tidak jelasnya jumlah RTH di Kota Malang menunjukkan belum ada keseriusan dalam memetakan luasan RTH.

Problem di atas menjadi catatan penting melihat bagaimana kondisi terkini pada wilayah Malang Raya. Krisis iklim semakin diperparah kondisi eksisting tata ruang di wilayah Malang Raya yang kian berubah, terutama untuk memfasilitasi perluasan ekonomi.

Namun persoalan tata ruang ini belum dilihat dalam kerangka utuh, terutama aspek ekosistem atau dalam hal ini berkaitan dengan daya dukung dan daya tampung kawasan.

Terlebih alih fungsi yang terjadi pada wilayah Malang Raya berangkat dari tidak dijalannya aturan tata ruang yang ada, serta kebijakan lingkungan yang menunjang penegakkan pengaturan dan pengelolaan tata ruang.

Pada konteks ini, pemerintah di wilayah Malang Raya belum memiliki perspektif yang berkelanjutan dalam pengaturan tata ruang, yang nanti turunannya akan menyasar pada persoalan ekonomi, pengaturan kawasan lindung sampai dalam hal ini konteks sosialnya.

Keberpihakan politik masih rendah

Langkah pemerintah di tiga kabupaten/kota pada wilayah Malang Raya, belum mampu menjawab problem krisis iklim berupa bencana hidrometeorologi.

Kebijakan yang diambil masih sangat berorientasi fisik, seperti betonisme. Sebagai contoh kala Pemerintah Kota Malang dan Kota Batu dalam menjawab banjir, kebijakan mereka masih bagaimana membangun bangunan fisik, normalisasi dan betonisasi saluran air.

Pada 2022 ke 2023, memang cenderung sedikit ke hijau, dengan adanya perspektif penataan ekosistem, seperti rehabilitasi kawasan hutan dan kawasan saluran air. Namun itu belum cukup, sebab masih minim kebijakan yang mengarah ke sana, tidak terbuka, tidak partisipatif.

Perspektif hijau yang dimaksud masih sebatas seremonial, yakni menanam pohon tanpa punya kebijakan dan road map yang jelas.

Persoalan penting yang tengah terjadi di wilayah Malang Raya terkait problem bencana, serta tidak adanya kebijakan berperspektif ekologis adalah tidak adanya political will.

Dalam hal ini kesadaran politik lingkungan pada stakeholder, baik level pemerintah kabupaten/kota dan legislatif daerah di wilayah Malang Raya masih rendah.

Rendahnya keberpihakan politik juga dapat dilihat dalam penegakkan aturan tata ruang dan lingkungan. Mereka tidak memiliki imajinasi penataan ruang yang sejalan dengan kondisi terkini dari kawasan dikelola.

Hal ini tampak dari revisi peraturan tata ruang di Malang Raya yang semua langgamnya sama, yakni tata ruang mengikuti aktivitas ekonomi, bukan aktivitas ekonomi yang mengikuti tata ruang sebagaimana prinsip tata ruang yang berkelanjutan.

Melihat kondisi tersebut, maka cukup mustahil penanggulangan krisis iklim dalam hal ini bencana dapat dilakukan. Yang terjadi sebaliknya, bertahan dan terus bertahan menghadapi bencana.

Korban terus bertambah, kerugian semakin besar, pelan-pelan ekonomi akan terdampak.

Ke depan warga Malang Raya memang perlu dengan jeli memilih, kalau perlu mendorong calon pemimpin yang memiliki keberpihakan politik.

Seorang pemimpin yang mampu mendorong kebijakan pemulihan, bukan betonisasi atau mengupayakan penguatan dan perlindungan daya tampung serta daya dukung kawasan dalam bingkai nature based solution atau solusi alamiah dalam menanggulangi bencana seperti pemulihan kawasan dan perluasan ruang terbuka hijau.

Karena yang dibutuhkan sekarang bukan pemimpin yang sering menormalisasi bencana terutama akibat krisi iklim sebagai takdir atau menyalahkan alam dan penciptanya.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Pemerintah
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
LSM/Figur
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
BUMN
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Swasta
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pemerintah
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
LSM/Figur
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
LSM/Figur
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Pemerintah
Ketika Motor Listrik Jadi Andalan Ojol untuk Cari Rezeki
Ketika Motor Listrik Jadi Andalan Ojol untuk Cari Rezeki
Pemerintah
Sampel Udara Berusia 35 Tahun Tunjukkan Perubahan Ritme Alam akibat Iklim
Sampel Udara Berusia 35 Tahun Tunjukkan Perubahan Ritme Alam akibat Iklim
LSM/Figur
Hadapi Regulasi Anti-Deforestasi UE, Sawit dan Kayu Indonesia Dilacak hingga ke Kebunnya
Hadapi Regulasi Anti-Deforestasi UE, Sawit dan Kayu Indonesia Dilacak hingga ke Kebunnya
Swasta
IBF dan AKCI Resmi Jalin Kolaborasi Perdana untuk Pelestarian Ekosistem di Lombok
IBF dan AKCI Resmi Jalin Kolaborasi Perdana untuk Pelestarian Ekosistem di Lombok
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau