KOMPAS.com - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyatakan, layanan hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 memberikan kemudahan akses bagi korban kekerasan terhadap perempuan dan anak untuk melapor.
"Pemerintah telah memiliki berbagai lembaga layanan pengaduan yang berfungsi sebagai wadah penanganan kasus kekerasan, baik di tingkat pusat maupun di daerah," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar, dikutip dari Antara, Selasa (9/1/2024).
Menurutnya, layanan ini juga memudahkan akses bagi pelapor untuk mengadukan kasus kekerasan yang terjadi terhadap perempuan dan anak melalui hotline SAPA 129 dan atau WhatsApp melalui nomor 08111-129-129.
Baca juga: Indeks Pembangunan Gender Alami Tren Positif, Perempuan Makin Berdaya
Terdapat enam standar pelayanan SAPA 129, yakni pengaduan masyarakat, pengelolaan kasus, penjangkauan korban, pendampingan korban, mediasi, dan penempatan korban di rumah aman.
Selain itu, pemerintah daerah pun menghadirkan layanan serupa melalui 258 Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) di tingkat kabupaten/kota dan 34 provinsi.
Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), data selama Januari hingga November 2023 terdapat 15.120 kasus kekerasan terhadap anak, dengan 12.158 korban anak perempuan dan 4.691 korban anak laki-laki.
Adapun kasus kekerasan seksual menempati urutan pertama dari jumlah korban terbanyak sejak 2019 sampai 2023.
"Kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di Indonesia menjadi tantangan bagi kami di KemenPPPA dan pihak-pihak terkait. Apalagi kini, tidak hanya terjadi di ranah luring semata,” ujarnya.
Tidak dapat dimungkiri lagi bahwa ranah daring pun menjadi salah satu medium kekerasan pada anak mulai dari perundungan hingga kekerasan seksual.
"Tantangan ini semakin berat, terlebih adanya tuntutan kebutuhan anak untuk melakukan berbagai aktivitas secara daring," ujar Nahar.
Dari enam jenis layanan SAPA 129 sebelumnya, dari Januari hingga November 2023, yang ditindaklanjuti melalui pengaduan adalah 100 persen atau 1.044 kasus.
Detailnya, penjangkauan 3,35 persen atau 35 kasus, pengelolaan kasus 100 persen atau 1.044 kasus, penampungan sementara 0,38 persen atau empat kasus, mediasi 0,19 persen atau dua kasus, dan pendampingan korban 4,89 persen atau 51 kasus, dikutip dari Antara.
Sementara itu, untuk sebagian aduan yang tidak ditindaklanjuti disebabkan karena beberapa alasan, di antaranya pelapor tidak setuju kasus dilanjutkan dan hanya butuh informasi.
Selain itu, usia korban sudah dewasa dan dirujuk ke layanan terkait, ataupun korban sudah meninggal dunia/tidak diketahui.
"Sebanyak 5.866 orang yang menghubungi call center 129 masih menghadapi masalah psikis sehingga belum banyak yang bisa digali, dan cenderung melaporkan kasusnya melalui tulisan melalui pesan WhatsApp ke 08111-129-129 dan membutuhkan pendalaman secara tatap muka," tuntas Nahar.
Pengaduan terbanyak berasal dari wilayah Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Jawa Tengah sebanyak 457 kasus, sedangkan 14 kasus lainnya adalah anak Indonesia yang berada di luar negeri.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya