Total kerugian nelayan akibat berkurangnya wilayah perairan di Teluk Jakarta sebesar Rp 137 miliar per tahun.
Contoh lainnya adalah setiap unit usaha budidaya kerang hijau yang terkena dampak reklamasi mengakibatkan kerugian pembudidaya sebesar Rp 85 juta per unit per tahun.
Jumlah unit budidaya kerang hijau tercatat sebesar 1.155 unit sehingga total kerugian mencapai Rp 98 miliar per tahun.
Meskin kajian ini belum menghitung dampak kerugian dan kehilangan ekonomi masyarakat di sektor perikanan di tempat lainnya di pesisir utara Jawa, dapat dibayangkan kerugiannya bisa lebih besar.
Berdasarkan kalkulasi tersebut, proyek giant sea wall akan memperluas kerugian dan kehilangan ekonomi yang dirasakan oleh nelayan dan para pelaku perikanan lainnya di pesisir utara Jawa.
Baca juga: Prabowo Dorong Pembangunan Giant Sea Wall, Ganjar: Memang Satu Guru dengan Saya
Walhi menilai giant sea wall tidak akan mampu menjawab krisis iklim dan justru mempercepat kehancuran eksosistem mangrove.
Padahal, luas lahan mangrove di sepanjang pantura saat ini sudah menyusut karena berbagai pembangunan, termasuk aktivitas industri.
Pada 2010, lahan mangrove tercatat seluas 1,784 juta hektare. Tahun 2021, lahan mangrove mengalami kehilangan yang sangat signifikan hingga luasannya menyusut jadi 10.738,62 hektare.
Begitu pula di pesisir Jakarta. Saat ini luasan mangrove tercatat tidak lebih dari 25 hektare. Padahal sebelum adanya proyek reklamasi, luasannya tercatat lebih dari seribu hektare.
Fenomena tersebut ironis di tengah kampanye dan diplomasi pemerintah Indonesia yang gencar ke dunia untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat mangrove dunia sebagai upaya dari mitigasi dan adaptasi krisis iklim.
Di Jakarta, pembangunan tanggul laut yang masih berjalan sampai saat ini telah mengancam kelangsungan hidup nelayan yang tinggal di Pesisir utara Jakarta.
Berdasarkan hasil analisis risiko pembangunan NCICD fase A yang dilakukan oleh Kementerian PUPR, sekitar 24.000 nelayan di Jakarta Utara terancam digusur.
Penggusuran tersebut menimbulkan potensi hilangnya mata pencaharian masyarakat sebagai nelayan, sebab mereka harus direlokasi ke wilayah lain yang aksesnya jauh dari laut dan kapal.
Walhi menyatakan, pembangunan giant sea wall tidak menyentuh persoalan subtansial yang dihadapi masyarakat.
Baca juga: Bisakah Giant Sea Wall Dibangun Tanpa Pembebasan Lahan? Ini Kata Menteri ATR
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya