KOMPAS.com - Paparan tekanan dingin atau panas, terutama pada tahap akhir kehamilan, dapat menyebabkan bayi dilahirkan terlalu besar atau terlalu kecil untuk usia kehamilannya.
Tak bisa dianggap sepele, berat badan bayi yang lahir dapat mempengaruhi perkembangan anak dan peluang kelangsungan hidupnya.
Hal ini juga dapat menunjukkan kerentanan mereka terhadap penyakit dan penyakit di masa dewasa, dilansir dari Euronews, Jumat (12/1/2024).
Lantas, bagaimana pengaruh dingin dan panas terhadap berat badan bayi baru lahir?
Penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dari Curtin School of Population Health di Perth ini mengamati lebih dari 385.000 kehamilan di Australia Barat antara tahun 2000 dan 2015.
Dengan menggunakan Indeks Iklim Termal Universal (UTCI), yang menggambarkan kenyamanan fisiologis tubuh manusia dalam kondisi tertentu, penelitian ini mengamati paparan terhadap tekanan panas atau dingin.
Baca juga:
Paparan dari 12 minggu sebelum pembuahan hingga kelahiran dianalisis untuk menentukan apakah berdampak pada berat badan bayi baru lahir.
Dari sampel penelitian, 9,8 persen anak dilahirkan terlalu kecil dan 9,9 persen dilahirkan terlalu besar untuk usia kehamilan.
Para peneliti menemukan bahwa paparan tekanan dingin atau panas ekstrem selama kehamilan meningkatkan risiko berat badan bayi lahir tidak normal.
Menurut para peneliti, hal ini mungkin terjadi karena paparan termal meningkatkan dehidrasi dan menyebabkan stres oksidatif serta respons peradangan sistemik, yang dapat berdampak negatif pada kesehatan janin.
Lalu, siapa saja yang paling berisiko terkena dampak dari perubahan iklim seperti panas dan dingin?
Paparan biotermal rata-rata adalah antara 8,1 dan 30C, yang menunjukkan tekanan dingin ringan pada suhu terendah dan tekanan panas sedang pada suhu tinggi pada skala UTCI.
Satu persen orang yang paling terpapar pada suhu atas atau bawah skala suhu ini kemungkinan besar akan mengalami perubahan berat badan saat lahir.
Hal ini terutama berlaku bagi mereka yang terkena tekanan suhu pada tahap akhir kehamilan.
Baca juga: Tak Hanya Fisik, Gangguan Mental Ibu Berpotensi Sebabkan Bayi Stunting
Risiko ini menjadi lebih besar pada kelompok tertentu, termasuk orang yang tidak berkulit putih, kelahiran laki-laki, kehamilan pada kelompok usia 35 tahun ke atas, kelompok masyarakat di daerah pedesaan, dan kelompok perokok saat hamil.
Hal ini menambah bukti yang semakin besar mengenai ancaman perubahan iklim terhadap kesehatan reproduksi.
Selain membuat gelombang panas dan dingin lebih sering terjadi, hal ini juga memicu penyakit yang ditularkan melalui vektor, bencana alam, dan kelangkaan sumber daya, yang semuanya berdampak buruk terhadap kesehatan.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya