Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agustian GP Sihombing
Biarawan

Anggota Justice Peace and Integrity of Creation (JPIC), biarawan Ordo Kapusin Provinsi Medan, dan mahasiswa magister filsafat.

"Pangurason" dan Spirit Menghormati Bumi

Kompas.com - 31/01/2024, 11:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PREDIKSI bahwa 2024 akan menjadi tahun yang lebih panas daripada 2023 telah disampaikan oleh Ahmad Arif dalam artikelnya dengan tajuk ”Tahun 2024 Bakal Lebih Panas” (Kompas, 10 Januari 2024).

Fenomena El Nino secara global yang disebabkan pemanasan permukaan laut di Pasifik tengah dan timur, menjadi satu penyebab kuat.

Akan lebih parah, apabila El Nino berpadu dengan pemanasan global (global warming). Suhu di permukaan bumi sudah dapat diprediksi akan melebihi ambang batas pemanasan, yaitu 1,5 derajat Celcius. Betapa ekstremnya pemanasan yang akan kita hadapi.

Prediksi ini dan imajinasi terhadapnya, tentu sangat menggentarkan kita di bulan awal, tahun 2024. Sedangkan untuk mengatasi cuaca ekstrem di 2023 saja kita masih kewalahan, apalagi nanti 2024 ini.

Maka, kita, mau tak mau, mesti siap untuk meredakan pendidihan global yang sudah ada di depan mata. Bumi sedang mengalami situasi yang sulit, yaitu ”demam” yang tak terkendali dan belum terobati dengan optimal.

Bumi sedang menunjukkan ”tanda-tanda zaman” dan kita diharapkan peka dan cerdas membaca tanda tersebut.

Kepekaan memuat unsur simpati dan empati. Kedua unsur ini terarah pada penghormatan yang sakral terhadap bumi dengan segala proses naturalnya.

Kiranya, untuk mengawali proses penghormatan terhadap bumi, kita membutuhkan daya spiritual yang konsisten dan mendasar.

”Pangurason”

Spiritualitas menghormati, lahir dan berkembang dari usaha untuk menyucikan batin menuju suatu keintiman baru dengan bumi (new intimacy with the universe). Penyucian batin dapat diekspresikan dengan ragam simbol.

Salah satu contoh adalah tortor pangurason (tarian penyucian) orang Batak Toba yang masih dilestarikan di Desa Sarimarrihit, Samosir, Sumatera Utara. Tarian ini memuat nilai dan makna hidup yang sakral antara manusia dengan Sang Pencipta, bumi, dan penghuni sekitar.

Tarian ini berdasar pada mitologi Raja Batak yang bermimpi akan datangnya mara bahaya atau bencana yang menggentarkan manusia.

Sebagai langkah antisipatif, Raja atas nasihat para tetua dan ahli spiritual melakukan ritual penyucian diri, wilayah, penduduk, dan bumi.

Atas upaya antisipatif tersebut, masyarakat terhindar dari mara bahaya. Ancaman terhadap kehidupan, panen, dan kesengsaraan dapat dihindari. Sehingga, masyarakat menikmati kehidupan yang sejahtera dan damai.

Hingga kini, pangurason tetap diwariskan kepada para remaja dengan nilai edukasi untuk menjaga dan melestarikan bumi.

Selain dalam ritual sakral, kaum muda dididik untuk tetap bertindak hormat pada bumi. Agar bencana yang mengerikan tidak melanda manusia dan bumi menjaga kelangsungan peradaban manusia.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau