Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agustian GP Sihombing
Biarawan

Anggota Justice Peace and Integrity of Creation (JPIC), biarawan Ordo Kapusin Provinsi Medan, dan mahasiswa magister filsafat.

"Pangurason" dan Spirit Menghormati Bumi

Kompas.com - 31/01/2024, 11:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dengan melihat perkembangan situasi manusia dan efeknya pada bumi saat ini, rasanya kita sudah harus menyucikan diri dari kebiasaan-kebiasaan yang tidak menghormati bumi.

Thomas Berry dalam Evening Thoughts (2006) telah lama mengingatkan kita untuk menghentikan proses perusakan bumi yang dapat memicu episode mengerikan dalam siklus keberadaannya.

Berry menekankan perlunya transformasi diri yang konsisten dalam penyucian diri dan rasa hormat pada bumi.

Kita menyadari, seruan spiritual untuk menghormati bumi kurang menarik. Kita kerap menempatkan urusan perawatan dan pelestarian bumi dalam kategori tambahan; sebatas teori akademis dan ilmiah belaka, tanpa aplikasi nyata.

Hal ini membuat peranan baik individu maupun kelompok masyarakat untuk menghormati bumi, menjadi semakin turun atau rendah.

Menurut IPCC dalam Climate Change 2023, The Psychology of Climate Anxiety 2021, dan Climate Anxiety Wellbeing and Pro-Environmental Action 2022, ada empat alasan utama penurunan peranan.

Pertama, hipotesis peringatan yang salah (faulty alarm hypothesis). Manusia mengembangkan kecapakan dalam merespons ancaman-ancaman secara langsung dan cepat, namun kecakapan tersebut sulit diaplikasikan.

Kedua, hubungan antara manusia dengan bumi (ecopsychology) putus. Akibatnya, manusia kurang memedulikan bumi. Ketiga, dilema sosial (social dilemma). Konflik kepentingan menjadi penghalang.

Keempat, penolakan dan apatisme (psychoanalysis). Masih banyak orang yang tidak mau hormat pada bumi dan tidak peduli pada efek yang (akan) muncul. Ada kecemasan akan bencana di depan mata, tetapi sifatnya dangkal dan sementara.

Kita berharap agar gairah untuk peka dan cermat dalam membaca ”tanda-tanda zaman” saat ini, semakin kuat. Lebih dari itu, kita berharap, agar pembahasan dan aksi nyata untuk menghormati bumi menjadi semakin menarik.

Semoga pangurason dan penghormatan terhadap bumi semakin digelorakan. Sehingga, kita berada dalam satu minat dan cita-cita bersama, yaitu membuat bumi menjadi lebih baik dengan spiritualitas yang konsisten dan mendalam (rooted).

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau