JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Yayasan Konservasi Cakrawala Indonesia (YKCI) menandatangani nota kesepakatan atau Memorandum of Understanding (MoU) untuk lima tahun guna menghasilkan teknologi terapan, informasi, dan praktik-praktik pengelolaan sumber daya yang berguna di tingkat lokal atau tapak.
Pelaksana Tugas Direktur Kemitraan Riset dan Inovasi BRIN Muhammad Amin mengatakan melalui penandatanganan MoU ini, harapannya peneliti BRIN dapat berkolaborasi dengan lebih banyak peneliti eksternal.
“Kami harap hasil penelitian itu bisa dihilirisasi atau didorong agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat atau stakeholder yang memang memiliki kepentingan terkait penelitian tersebut,” ujar Amin usai penandatanganan di Jakarta Pusat, Senin (19/2/2024).
Baca juga: BRIN dan PTTS Kembangkan Metalurgi Ekstraksi Litium di Indonesia
Lebih lanjut, ia menjelaskan, kerja sama dua lembaga ini akan berlangsung selama lima tahun, dalam bentuk riset potensi sumber daya laut dan terestrial; kawasan konservasi perpaduan atau integrasi antara proteksi dan produksi.
Lalu, status dan pengelolaan spesies (endemic species, focal species, keystone species, indicator species, umbrella species) di perairan maupun daratan; sistem pendanaan konservasi; kebijakan konservasi dan pengelolaan sumberdaya alam, mitigasi, adaptasi, dan perubahan iklim, termasuk karbon biru.
Sebagai informasi, YKCI merupakan lembaga dengan fokus konservasi alam berbasis riset dan inovasi sebagai dasar dalam menyiapkan dan merekomendasikan kebijakan yang bersifat sains (science-based policy recommendations).
“Kami di belakang BRIN, dengan riset yang bisa kami bantu langsung, dan yang terkait bagaimana kami mensosialisasikan hasil riset tidak hanya secara internal, tapi dalam hal publikasi secara internasional, karena kami punya jaringan internasional,” ujar Senior Ocean Program Lead YKCI Victor Nikijuluw.
Lebih lanjut, ia mengatakan pihaknya memanfaatkan sejumlah metodologi dalam melakukan riset, salah satu yang tengah dikembangkan adalah citizen science.
“Citizen science itu melibatkan masyarakat dalam mengumpulkan data. Jadi bagaimana para turis, para pelaku wisata itu mereka mendapatkan sesuatu informasi lalu melaporkan ke kami. Kami kumpulkan itu,” imbuhnya.
Baca juga: Pajak Karbon Tak Kunjung Diterapkan, Ini Alasan BRIN
Sementara itu, Ketua YKCI Meizani Irmadhiany memandang kerja sama dengan BRIN adalah salah satu cara untuk memperkuat riset tentang keanekaragaman hayati di Indonesia.
"Kerja sama ini menjadi awal upaya sistematis ke depannya agar pengembangan program kami bisa berhasil dan juga berdaya guna," ujar Meizani.
Menurut dia, YKCI dan BRIN telah cukup banyak bekerjasama di tingkat tapak, tepatnya sejak 2022 lalu.
Ia pun meyakini bahwa riset, inovasi, dan ilmu pengetahuan ke depannya akan menjadi fondasi utama dalam menghasilkan teknologi terapan ataupun informasi dan praktik pengelolaan sumber daya yang baik, untuk level nasional maupun internasional.
“Semoga penandatanganan MoU ini membawa kolaborasi yang lebih kuat lagi dan dampak positif bagi perlindungan dan pelestarian sumber daya alam dan kawasan penting yang kami yakini adalah fondasi pembangunan berkelanjutan untuk Indonesia ke depan," pungkasnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya