Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 28 Oktober 2023, 18:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Penerapan pajak karbon di Indonesia tak kunjung dilakukan. Awalnya, pemerintah berencana pajak karbon bisa diterapkan pada April 2022.

Akan tetapi, rencana tersebut dibatalkan dan ditunda sampai Juli 2022. Rupanya, penerapan pajak karbon ditunda lagi sampai batas waktu yang belum ditentukan hingga sekarang.

Kepala Pusat Riset Kependudukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nawawi mengungkapkan, penerapan pajak karbon sampai saat ini masih mengalami tarik-ulur.

Baca juga: Proyek Pelestarian Hutan di Zimbabwe Bermasalah, Kerja Sama Karbon Diputus

Hal tersebut disampaikan Nawai dalam diskusi daring bertajuk “Pajak Karbon, Rem Darurat Polusi Udara di Indonesia?” pada Kamis (26/10/2023).

“Memang ada beberapa hal yang perlu dibenahi. Barangkali juga masyarakat masih banyak yang belum paham,” jelasnya sebagaimana dilansir dari situs web BRIN.

Sementara itu, Peneliti Pusat Riset Ekonomi Perilaku dan Sirkuler Deden Djoenudin mengungkapkan, terdapat tantangan dan kesiapan infrastruktur untuk penerapan pajak karbon di Indonesia.

Deden berujar, pajak karbon mempunyai tiga tujuan. Pertama, pajak karbon digunakan sebagai instrumen untuk mengubah perilaku pelaku ekonomi beralih ke aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon.

Baca juga: Cegah Greenwashing Kredit Karbon, Ini Strategi BEI

Kedua, untuk mendukung penurunan emisi. Ketiga, mendorong inovasi dan investasi.

“Maka, diharapkan perusahaan pelaku ekonomi akan bisa menyesuaikan teknologi yang diterapkannya selama ini,” ucap Deden.

“Jika semula menghasilkan emisi yang tinggi, maka dengan adanya pajak (karbon), perusahaan tersebut menyesuaikan teknologinya. Sehingga proses produksi yang digunakan bisa menjadi rendah emisi karbon,” sambungnya.

Deden menyebutkan, ada tiga prinsip panerapan pajak karbon. Pertama, adil. Caranya menerapkan prinsip polluters-pay-principle, yakni pihak yang melakukan pencemaran yang harus menanggung beban pajak karbon.

Baca juga: Mahasiswa UGM Ciptakan Alat Penangkap Karbon, Dipantau Real Time

Kedua, terjangkau. Prinsip ini memperhatikan aspek keterjangkauan demi kepentingan masyarakat luas.

Ketiga, bertahap. Prinsip ini memperhatikan kesiapan sektor agar tidak memberatkan masyarakat. Maka ada prioritas sektor-sektor yang diutamakan untuk menjalankan penerapan pajak karbon.

Pajak karbon merupakan salah satu upaya mengendalikan polusi dan menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang menyebabkan perubahan iklim.

Selain menjaga kualitas lingkungan, negara juga memperoleh pendanaan dari penerapan pajak karbon.

Dana yang didapat dari penerapan pajak karbon dapat dipakai untuk menunjang kegiatan dalam upaya memperbaiki kualitas lingkungan.

Baca juga: WTO Bentuk Satgas Harga Karbon Global

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
LSM/Figur
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Pemerintah
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar 'Langkah Membumi Ecoground 2025'
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar "Langkah Membumi Ecoground 2025"
Swasta
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
BUMN
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
Pemerintah
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
LSM/Figur
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Pemerintah
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
Pemerintah
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
Pemerintah
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
LSM/Figur
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
Pemerintah
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Pemerintah
Bisa Suplai Listrik Stabil, Panas Bumi Lebih Tahan Krisis Iklim Ketimbang EBT Lain
Bisa Suplai Listrik Stabil, Panas Bumi Lebih Tahan Krisis Iklim Ketimbang EBT Lain
Swasta
BCA Ajak Penenun Kain Gunakan Pewarna Alami untuk Bidik Pasar Ekspor
BCA Ajak Penenun Kain Gunakan Pewarna Alami untuk Bidik Pasar Ekspor
Swasta
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau