TAJUK rencana Kompas, 19 Februari 2024 menulis tentang pentingnya percepatan rehabilitasi mangrove di Indonesia.
Saat ini terdapat lebih kurang 637.000 hektare kawasan mangrove dalam kondisi kritis yang perlu diselamatkan, direstorasi dan direhabilitasi untuk mendukung fungsi ekosistem yang lebih baik.
Ekosistem mangrove mempunyai peran penting dalam mempertahankan biodiversitas kawasan perairan payau, melindungi garis pantai dari proses dinamika laut seperti erosi, abrasi, terjangan gelombang pasang, badai, dan tsunami.
Selain itu, ekosistem mangrove yang sehat akan berkontribusi pada penyimpanan karbon dioksida untuk mendukung program pengurangan emisi karbon.
Kegagalan melakukan rahabilitasi mangrove akan berkontribusi pada besaran emisi karbon hingga 10 persen emisi dari deforestasi secara global.
Ekosistem mangrove di Indonesia memainkan peran penting dalam konteks ekosistem di dunia. Luasan mangrove Indonesia mencapai 20 persen hingga 24 persen total luasan di dunia.
Nilai persentasenya bervariasi dipengaruhi oleh pendekatan, metodologi pemetaan, dan waktu pemetaannya.
Dalam pidato pengukuhan guru besar penginderaan jauh UGM, Prof Kamal menyampaikan dinamika dan perkembangan pemetaan mangrove dari waktu ke waktu oleh para ahli.
Awal 2010, pemetaan mangrove di dunia dilakukan dengan sumber data geospasial yang berbeda-beda dan tingkat kedetailan bervariasi, di mana diperoleh luasan mangrove Indonesia sebesar 20,9 persen total luasan di dunia.
Tahun 2011 dilakukan pemetaan lain dengan lebih sistematis, di mana luasan mangrove di Indonesia mencapai 22 persen total luasan di dunia. Sedangkan dari peta mangrove nasional, luasan mangrove mencapai 24 persen total luasan di dunia.
Namun demikian dilaporkan juga adanya luasan mangove dalam kondisi kritis yang mencapai lebih dari 600.000 hektare, yang perlu segera mendapatkan perhatian untuk diselamatkan.
Rehabilitasi mangrove memang suatu keharusan, penyelamatan kawasan mangrove kritis perlu dipercepat.
Percepatan rehabilitasi mangrove dapat dilakukan secara sistematis dengan melihat skala prioritas berdasarkan permasalahan, kemudahan dalam melakukan rehabilitasi, kondisi dan karakteristik lingkungan, dan ketersediaan data.
Data dan informasi geospasial dapat digunakan untuk mendukung program percepatan rehabilitasi mangrove melalui beberapa hal.
Informasi geospasial dalam bentuk Peta Rupabumi Indonesia (Peta RBI) dapat memberikan informasi terkait kondisi garis pantai, data kontur/elevasi, dan tutupan lahan yang dapat digunakan untuk mendukung penentuan prioritas lokasi rehabilitasi.
Keberadaan dataran rendah, daerah rawa, dan daerah muara sungai yang menjadi habitat mangrove dapat didelineasi dengan detail termasuk aksesibilitas, garis batas kawasan, dan analisis keruangan adanya ancaman potensi konversi lahan mangrove menjadi lahan terbangun melalui time series data penutup lahan.
Peta RBI yang diterbitkan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) telah tersedia di seluruh Indonesia dengan skala 1:50.000, dan lebih detail pada skala 1:25.000 untuk seluruh Pulau Jawa.
Mulai 2024, BIG secara bertahap akan menyediakan peta RBI dalam skala yang lebih detail, yaitu 1:5000. Peta RBI yang lebih detail diharapkan dapat menyajikan data yang lebih presisi dan akurat untuk mendukung program percepatan rehabilitasi mangrove.
Data geospasial berupa data pasang surut juga diperlukan untuk membantu strategi rehabilitasi mangrove.
BIG saat ini mengelola 260 stasiun pasang surut, yang akan bertambah dengan 32 stasiun baru tahun 2024.
Data gespasial pasang surut yang presisi dan kontinyu dapat digunakan untuk membantu dalam monitoring dan analisis dinamika pesisir untuk kegiatan rehabilitasi mangrove.
Stasiun pasang surut BIG bekerja secara realtime, menyediakan data pasang surut setiap detik selama 24 jam dalam 7 hari, tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Sementara itu data geospasial berupa citra satelit resolusi tinggi (CSRT) dapat membantu dalam identifikasi lingkungan rusak, monitoring kondisi perairan, kejernihan dan kualitas perairan, serta identifikasi sedimen di kawasan pantai.
Dalam program percepatan rehabilitasi mangrove, CSRT juga berkontribusi penting pada tahap pemetaan, pengukuran luasan, monitoring progres rehabilitasi dari waktu ke waktu, dan melakukan pemodelan informasi struktur dan biofisik mangrove, termasuk pemodelan tutupan kanopi, biomassa, perhitungan stok karbon dan produktivitas.
Pada akhirnya rehabilitasi mangrove merupakan kerja dan tanggung jawab bersama dari semua stakeholder.
Pemerintah, termasuk kementerian dan lembaga, para ahli dan akademisi, praktisi dan masyarakat perlu terlibat dan bersinergi dalam mendukung keberhasilan program percepatan rehabilitasi mangrove di Indonesia.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya