Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi: Jika Tidak Diatur, Industri Nikel Bisa Memicu Ribuan Kematian

Kompas.com, 26 Februari 2024, 13:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Jika tidak diatur dengan baik, pertumbuhan industri nikel yang pesat dapat menyebabkan ribuan kematian di tahun-tahun mendatang.

Hal tersebut mengemuka dalam studi terbaru dari Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) dan Center of Economic and Law Studies (Celios) yang berfokus pada tiga provinsi utama operasi industri nikel yakni Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara.

Dalam studi berjudul "Membantah Mitos Nilai Tambah, Menilik Ulang Industri Nikel" tersebut, CREA dan Celios melakukan kajian mendalam mengenai dampak industri nikel terhadap ekonomi, ekologi, dan kesehatan masyarakat.

Baca juga: Studi: Di Balik Keuntungan Ekonomi, Industri Nikel Munculkan Berbagai Dampak Negatif

Di bidang kesehatan, kematian akibat industri nikel berkaitan erat dengan polusi udara yang dihasilkan dari emisi peleburan dan pembangkit listrik dari batu bara sebagai suplai energinya.

Polusi udara yang dihasilkan dari aktivitas industri nikel mencakup PM2,5, PM10, nitrogen oksida, dam sulfur dioksida.

Hampir 80 persen emisi PM2,5, PM10, nitrogen oksida, dam sulfur dioksida berasal dari proses pengolahan logam. Sisanya, yaitu 20 persen, berasal dari pembangkit listrik.

Berdasarkan model penyebaran polusi udara, studi tersebut menghitung risiko kesehatan akibat paparan polutan yang dihasilkan.

Baca juga: Deforestasi di RI Tembus 4,5 Juta Hektar, Nikel Penyebab Terbesar

Menurut studi tersebut, pada 2015 ada 215 kasus kematian pada 2020 dan diproyeksikan jumlah kematian meningkat hampir 18 kali lipat dalam lima tahun, mencapai 3.833 kasus pada tahun 2025.

Tanpa intervensi yang berarti, jumlah kematian diperkirakan akan terus meningkat menjadi 4.982 pada 2030 dan 8.325 pada 2060.

"Masyarakat yang tinggal di Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tengah akan menanggung dampak kerugian ekonomi dan kesehatan yang paling parah akibat paparan udara beracun dalam waktu lama," tulis studi tersebut.

Tanpa adanya intervensi, tingkat konsentrasi polutan yang membahayakan kesehatan di kawasan industri nikel diperkirakan akan tetap berada pada tingkat yang tinggi.

Baca juga: Industri Baterai dan Kendaraan Listrik Tak Sesuai Eksploitasi Nikel

Upaya mitigasi emisi udara perlu diprioritaskan untuk menjaga perlindungan pekerja dan masyarakat setempat.

Selain itu, total kerugian ekonomi tahunan akibat polusi udara yang terkait dengan emisi industri nikel di ketiga provinsi diperkirakan mencapai Rp 2,29 triliun pada 2020.

Kerugian ekonomi akibat polusi udara diproyeksikan meningkat hampir 18 kali lipat menjadi Rp 40,7 triliun pada 2025.

Tanpa intervensi yang berarti, beban perekonomian akan terus meningkat hingga mencapai hampir Rp 53,0 triliun pada 2030 dan Rp 88,2 triliun pada 2060.

Dalam studi itu, dampak kesehatan yang paling besar akan dirasakan oleh masyarakat yang yang tinggal di sekitar sumber emisi.

Baca juga: Hilirisasi Nikel Picu Kerusakan Sungai di Halmahera

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau