Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 29 Februari 2024, 16:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Danur Lambang Pristiandaru

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kendaraan listrik memiliki siklus hidup yang lebih ramah lingkungan dibandingkan kendaraan konvensional alias moda transportasi yang mengonsumsi bahan bakar minyak (BBM).

Berdasarkan riset dari International Council on Clean Transportation (ICCT), usia kendaraan listrik bisa mencapai 18 sampai 20 tahun. Sedangkan usia pakai baterai berkisar antara 3.000 sampai 5.000 kali pengisian daya.

Akan tetapi, kendaraan listrik memiliki jangkauan tempuh yang lebih terbatas dibandingkan kendaraan yang mengonsumsi BBM

"Kalau kami aplikasikan kedua data ini ke dalam capaian jangkauan jarak tempuh, pengguna kendaraan listrik dapat dengan mudah dibawa hingga 1 juta kilometer," kata peneliti senior ICCT Georg Bieker dalam "Workshop Media: Course to Zero (Emissions)" di Jakarta, Rabu (28/2/2024).

Meski terbatas, kendaraan listrik memiliki usia pakai yang jauh lebih lama. Sebab, bagian-bagian komponen penggerak yang digunakan kendaraan listrik lebih sederhana daripada kendaraan yang mengonsumsi BBM.

Baca juga: Untuk Beralih ke Kendaraan Listrik, Perlu Ubah Mindset Masyarakat

Lebih ramah lingkungan

Selain itu, kendaraan listrik punya nilai ekonomis karena komponen-komponen penggeraknya dapat didaur ulang.

Misalnya baterai, kalau didaur ulang maka bisa diperoleh kembali nikel, kobalt, dan bahan-bahan baku lain yang dibutuhkan untuk membuat baterai. Oleh sebab inilah, kendaraan memiliki siklus hidup yang lebih ramah lingkungan.

"Jadi dapat menggunakan kembali material-material itu untuk pabrikan baru," imbuh Bieker.

Ia menambahkan, sisi ramah lingkungan juga dilihat dari penghitungan risiko biaya pencemaran, seperti perawatan kesehatan pernapasan setelah menghirup gas buang dari kendaraan yang mengonsumsi BBM.

Di samping itu, elektrifikasi transportasi ditambah jaringan listrik bebas energi fosil dinilai sangat berkontribusi dalam menekan emisi gas rumah kaca (GRK) dan pemanasan global. 

Baca juga: Industri Baterai dan Kendaraan Listrik Tak Sesuai Eksploitasi Nikel

Kendaraan listrik berbasis baterai lebih direkomendasikan untuk mencapai target tersebut, dibandingkan jenis fuel-cell electric vehicle (FCEV), hibrida, dan plug-in hybrid electric vehicles (PHEV).

"Meskipun hibrida dan PHEV menawarkan efisiensi energi, tapi mereka tetap masih mengandalkan penggunaan energi fosil," tuturnya.

Berdarkan hasil kajian ICCT yang mengkaji daur hidup emisi (life-cycle emissions) pada kendaraan roda empat dan dua, potensi kendaraan listrik berbasis baterai memang lebih ramah lingkungan. 

Daur hidup emisi dilihat berdasarkan emisi kendaraan, mulai dari proses manufaktur, bahan bakar termasuk proses penambangan, pengilangan dan pembangkitan listrik, sampai masa hidup kendaraan. 

Sebagai informasi, ICCT menggunakan asumsi penggunaan kendaraan serta sumber energi 2023. Kajian ini juga melakukan proyeksi untuk 2030 berdasarkan rencana pemerintah dalam mencapai netral karbon atau net zero emission (NZE) pada 2060.

Baca juga: Indonesia-Vietnam Perkuat Kerja Sama, Bidik Kendaraan Listrik

Adapun lima rangkaian tenaga yang dibandingkan adalah kendaraanyang mengonsumsi BBM, kendaraan listrik hibrida konvensional, PHEV, FCEV, dan kendaraan listrik baterai.

Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenkomarves) Rachmat Kaimuddin mengatakan pemerintah mendukung elektrifikasi di sektor transportasi.

Pasalnya, kendaraan yang mengonsumsi BBM menyebabkan peningkatan emisi GRK dan polusi udara yang besar. 

"Konsumsi energi fosil masih tinggi pada sektor industri dan sektor transportasi," kata Rachmat.

 Baca juga: 15 Juta Kendaraan Listrik Ditarget Mengaspal di Indonesia pada 2030

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Pemerintah
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
LSM/Figur
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
BUMN
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Swasta
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pemerintah
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
LSM/Figur
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
LSM/Figur
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Pemerintah
Ketika Motor Listrik Jadi Andalan Ojol untuk Cari Rezeki
Ketika Motor Listrik Jadi Andalan Ojol untuk Cari Rezeki
Pemerintah
Sampel Udara Berusia 35 Tahun Tunjukkan Perubahan Ritme Alam akibat Iklim
Sampel Udara Berusia 35 Tahun Tunjukkan Perubahan Ritme Alam akibat Iklim
LSM/Figur
Hadapi Regulasi Anti-Deforestasi UE, Sawit dan Kayu Indonesia Dilacak hingga ke Kebunnya
Hadapi Regulasi Anti-Deforestasi UE, Sawit dan Kayu Indonesia Dilacak hingga ke Kebunnya
Swasta
IBF dan AKCI Resmi Jalin Kolaborasi Perdana untuk Pelestarian Ekosistem di Lombok
IBF dan AKCI Resmi Jalin Kolaborasi Perdana untuk Pelestarian Ekosistem di Lombok
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau