KOMPAS.com - Salah satu hal yang terus didorong untuk menjawab tantangan transisi energi, adalah mengubah mindset masyarakat untuk memilih kendaraan ramah lingkungan.
Upaya mendorong perubahan perilaku masyarakat untuk mengadopsi kendaraan listrik terus didorong, mengingat kendaraan bermotor menjadi salah satu penyumbang utama emisi gas rumah kaca (GRK) di Indonesia.
"Tugas kita masih panjang, menyoroti statistik tren kenaikan suhu dan peningkatan emisi CO2, pertumbuhan ekonomi yang cepat, serta pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yang meningkat, ini akan menyebabkan polusi udara semakin parah," ujar Tenaga Ahli Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) Bidang Ketenagalistrikan Sripeni Inten Cahyani, dalam keterangan resmi, Senin (19/2/2024).
Ia menyampaikan hal tersebut dalam Stadium General "Membangun Ekosistem Kendaraan Listrik" secara daring yang diikuti oleh 89 mahasiswa Gerilya Academy.
"Maka dari itu, transisi menuju kendaraan listrik menjadi langkah yang krusial dalam menjaga kualitas udara yang lebih baik," imbuhnya.
Indonesia harus bertindak cepat dan berupaya sigap dalam mengurangi dampak negatif sebagai upaya pemerintah untuk merumuskan Program Indonesia Emas 2045, hingga target mengurangi intensitas emisi gas rumah kaca (GRK) menuju Net Zero Emission (NZE).
Baca juga: China dan India Jadi Pasar Terbesar Motor Listrik, Indonesia Posisi Berapa?
Ia menjelaskan bahwa salah satu poin penting yang dibahas dalam NZE adalah transisi menuju kendaraan listrik, yang menjadi fokus pemerintah untuk mengurangi dampak lingkungan negatif.
"Strategi pemerintah telah dilakukan melalui berbagai langkah konkret untuk mendorong adopsi kendaraan listrik, mulai dari memberikan insentif hingga membangun infrastruktur pengisian daya," ujarnya.
Hal ini, kata Inten, juga mencakup peran sektor industri dalam konsumsi energi, dengan penekanan pada perlunya menggeser subsidi energi dari sektor transportasi ke sektor industri untuk meningkatkan multiplier effect ekonomi.
Termasuk upaya pemerintah dalam memberikan insentif bagi penggunaan kendaraan listrik, seperti subsidi untuk konversi kendaraan bermesin bakar menjadi kendaraan listrik.
Menurutnya, melalui insentif Rp 10 juta untuk sepeda motor konversi, dan Rp 7 juta untuk sepeda motor listrik baru diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan menghasilkan lingkungan yang lebih bersih.
Baca juga:
Selain memperhatikan aspek lingkungan, transisi ke kendaraan listrik juga disebut memiliki dampak ekonomi yang signifikan.
"Dengan adanya insentif dan subsidi dari pemerintah ini, diharapkan industri kendaraan listrik dapat berkembang pesat, menciptakan lapangan kerja baru, dan menggerakkan sektor ekonomi terkait," tutur Sripeni.
Inten juga menggarisbawahi pentingnya kolaborasi antara pemerintah, industri, akademisi, dan masyarakat dalam mencapai tujuan bersama.
Setiap individu dan entitas memiliki peran dalam menciptakan masa depan yang berkelanjutan bagi Indonesia.
"Meski pemerintah memberikan insentif dan subsidi, peran semua pihak, termasuk swasta, akademisi, dan media, sangat penting untuk mendukung transisi ini dengan ikut berkontribusi untuk pergeseran dari kendaraan konvensional ke kendaraan listrik dalam upaya mengurangi emisi karbon dan mengatasi perubahan iklim yang semakin mengkhawatirkan," pungkasnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya