KOMPAS.com – Aktivis lingkungan Daniel Frits Maurits Tangkilisan dituntut 10 bulan penjara dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Daniel merupakan pejuang lingkungan di Karimunjawa, yang dilaporkan warga atas delik ujaran kebencian.
Kuasa hukum Daniel dari Advokasi Ikatan Alumni Universitas Indonesia Gita Paulina mengatakan, tuntutan yang dilontarkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) jauh dari obyektif dan terasa mengada-ada.
Baca juga: Koalisi Save Karimunjawa Desak Aktivis Daniel Dibebaskan dari Jeratan UU ITE
“Sebab ditengarai didasarkan pada unsur ketidaksukaan dan bukan pada pertimbangan hukum relevan,” kata Gita dikutip dari siaran pers Koalisi Save Karimunjawa, Kamis (21/3/2024).
Perbuatan mengajak, memengaruhi, menggerakkan dan mengadu-domba yang dituduhkan tidak berhasil dibuktikan dalam persidangan.
Semestinya pembuktian atas unsur-unsur tersebut harus terpenuhi sebagaimana Surat Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, serta Kapolri tentang Pedoman Implementasi UU ITE.
Sementara itu, Direktur Eksekutif SAFEnet Nenden Sekar Arum menyampaikan, JPU secara nyata telah mengabaikan pedoman UU ITE tersebut.
Baca juga: Iluni UI Sebut Ada Kejanggalan pada Proses Hukum Aktivis Lingkungan Karimunjawa
Dia menambahkan, ada dugaan penggiringan kasus kepada isu suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) dalam perkara yang menjerat Daniel.
Nenden menuturkan, perkara tersebut mengesampingkan persoalan utama di Karimunjawa yaitu kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambak udang ilegal.
Sementara itu, warga Karimunjawa Yarhan Ambon berujar, kawasan pesisir Karimunjawa mengalami kerusakan signifikan sejak adanya aktivitas tambak udang,
Bersama komunitas Lingkar Juang Karimunjawa, Ambon melakukan advokasi penolakan aktivitas tambak udang ilegal untuk kelestarian kawasan pesisir Karimunjawa.
Baca juga: Iluni UI Bantu Pembelaan Hukum untuk Aktivis Karimunjawa yang Ditangkap Polisi Terkait UU ITE
Berdasar fakta persidangan, tim Koalisi Nasional Save Karimunjawa menilai perkara ini merupakan tindakan kriminalisasi atau malicious prosecution.
Hal ini dikarenakan tuntutan tersebut terasa mengada-ada, sebab disusun secara serampangan tanpa dasar yang jelas atau dibuat-buat.
Tuntutan tersebut dinilai justru melanggengkan praktik bisnis ilegal yang merusak lingkungan yang jauh dari kepentingan pemenuhan hak asasi manusia (HAM).
Wakil Koordinator Bidang Eksternal Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Andi Rezaldy menuturkan, kasus Daniel merupakan praktik pembungkaman suara sipil, yang difasilitasi oleh negara.
Baca juga: Aktivis Lingkungan Karimunjawa Terjerat UU ITE Berhasil Keluar Sel, Penahanan Ditangguhkan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya