KOMPAS.com - Sebanyak 45 persen jurnalis dari 536 responden mengaku mengalami kekerasan saat bekerja selama 2023.
Temuan tersebut muncul dalam survei yang dilakukan Yayasan Tifa sebagai bagian dari Konsorsium Jurnalisme Aman berkolaborasi dengan lembaga survei Populix
Social Research Manager Populix Nazmi Tamara mengatakan, dalam peluncuran Indeks Keselamatan Jurnalis 2023 pada Kamis (28/3/2024), secara umum skornya hanya 59,8 dari skala 100.
Baca juga: Puluhan Jurnalis dan Kru Media Tewas dalam Perang Gaza
Nazmi menyampaikan, banyaknya kekerasan yang dialami jurnalis di Indonesia sangat besar karena hampir setengahnya mengalami kekerasan.
Sementara itu, jurnalis perempuan lebih rentan mendapatkan kekerasan bila dibandingkan laki-laki.
"Hampir separuh dari perempuan itu mengaku pernah mendapatkan kekerasan," kata Nazmi, sebagaimana dilansir Antara.
Ia menjelaskan dari 33 persen responden jurnalis perempuan atau 175 orang, terdapat 49 persen yang mengaku pernah mendapatkan kekerasan saat bekerja pada 2023.
Di samping itu, baik jurnalis perempuan maupun laki-laki mengaku paling banyak mengalami kekerasan dalam bentuk pelarangan liputan sebesar 46 persen dan pelarangan pemberitaan sejumlah 41 persen.
Baca juga: Kesaksian Jurnalis Al Jazeera yang Ditangkap Pasukan Israel Saat Meliput di RS Al-Shifa
"Ada juga teror intimidasi itu ada di posisi ketiga. Lalu selanjutnya ada penghapusan hasil liputan, dan ancaman pembunuhan ada di urutan kelima, dan kekerasan fisik ada di urutan keenam," jelasnya.
Nazmi menuturkan, kekerasan seksual tidak termasuk dalam bentuk kekerasan yang paling banyak dialami jurnalis karena memiliki data yang minim, sehingga datanya tidak ditampilkan.
Ia juga menjelaskan pihaknya menggunakan metode campuran dalam menyusun indeks tersebut, yakni kuantitatif dan kualitatif.
"Pada metode kuantitatif, kami melakukan survei pada 536 responden dari jurnalis aktif dan juga data kuantitatif lain dari data sekunder yang dikumpulkan oleh AJI (Aliansi Jurnalis Independen) untuk bahan faktor koreksi tadi," paparnya.
Baca juga: Para Editor Media Global Desak Israel Lindungi Jurnalis di Gaza
Untuk metode kualitatif, lanjut dia, dilakukan melalui fokus group discussion (FGD) dan wawancara mendalam kepada beberapa stakeholder.
"Artinya dalam penyusunan indeks ini tidak hanya melihat dari sisi metodologi ilmiah saja, tetapi juga kami melihat dari berbagai stakeholder (pemangku kepentingan) berbagai sisi untuk bisa mendapatkan sebuah indeks, sebuah hitungan, sebuah angka yang lebih komprehensif dan menggambarkan bagaimana keselamatan jurnalis itu sendiri," ujarnya.
Nazmi berujar, pihaknya tidak mengatur margin of error atau toleransi kesalahan dan terdapat beberapa pertanyaan yang dapat dijawab lebih dari sekali atau multiple answered.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya