KOMPAS.com - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengimbau ibu hamil maksimal pada usia 35 tahun, untuk mencegah anak lahir stunting.
"Usia 35 tahun maksimal untuk hamil karena pada dasarnya manusia dari lemah dikuatkan, dari kuat dilemahkan, dan puncaknya ada di umur 32 tahun, itu sudah mulai menua," kata Hasto, dilansir dari Antara, Kamis (28/3/2024).
Bahkan, sejak usia 32 tahun wanita akan mulai mengalami keropos tulang. Hal tersebut dapat memengaruhi proses dan fisik bayi yang akan dilahirkan.
Dikutip dari Kompas.com (1/3/2024), hamil pada usia 35 tahun ke atas memiliki risiko kesehatan yang lebih besar.
Baca juga: Angka Prevalensi Stunting Kutai Timur Turun Jadi 16,4 Persen
Merujuk BKKBN, hamil pada usia 35 tahun ke atas berisiko lebih besar membuat bayi mengalami kelainan kromosom dan kecacatan.
Selain itu, bayi berpotensi lahir prematur, berat badan bayi lahir rendah, kelahiran mati, kelainan genetik, persalinan dini, hingga persalinan caesar.
Selain itu, pendarahan pasca persalinan juga mungkin terjadi karena kemampuan kontraksi otot-otot rahim pada usia tersebut sudah tidak sebaik otot-otot ibu saat masih berusia 20 tahun.
Terkait hal ini, Hasto mengatakan bahwa usia menikah ideal menurut BKKBN yakni 25 tahun untuk laki-laki dan 21 tahun bagi perempuan. Sedangkan usia ideal hamil adalah tidak kurang dari 20 tahun, sampai sebelum usia 35 tahun.
Kemudian, terkait makanan atau asupan gizi ibu hamil dan balita, menurutnya, lebih baik ditingkatkan asupan protein hewani.
"Contohnya lele, karena lele lebih baik daripada daging lainnya, karena mengandung lemak yang mengandung DHA dan omega 3, dua kandungan yang membuat otak cerdas," ujarnya.
Hasto menjelaskan, intervensi terhadap percepatan penurunan stunting dapat disederhanakan menjadi tiga pendekatan yaitu makanan, ukuran ideal badan, dan kahanan (lingkungan, sanitasi, jamban, rumah).
"Ada yang sudah dikasih jamban tapi masih ada yang rutin buang air besar di sungai yang bisa menyebabkan diare, kemudian ada yang menderita TBC, karena rumahnya kumuh dan jendelanya tidak ada, tidak ada sirkulasi udara," terang dia.
Baca juga: Ini Upaya Kabupaten Kutai Timur Turunkan Angka Stunting
Hasto juga mengingatkan agar ibu hamil yang kekurangan darah rutin meminum tablet tambah darah.
"Apabila ibu hamil kekurangan darah, maka harus minum tablet tambah darah, tetapi jangan pakai air teh, karena air teh dapat mengurangi penyerapan tablet tambah darah," tuturnya.
Apabila ibu hamil kekurangan darah atau anemia, kata dia, maka mengakibatkan plasentanya tipis dan anak kekurangan gizi. Sehingga, ukuran tubuh bayi menjadi kecil dan berpotensi terkena kekerdilan atau stunting.
Ia pun menegaskan pentingnya peran Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD) untuk mengedukasi masyarakat tentang percepatan penurunan stunting guna mencapai target penurunan stunting 14 persen.
Menurut Hasto, capaian prevalensi stunting 21,6 persen pada tahun 2022 membuktikan kader PPKBD dan sub-PPKBD merupakan tulang punggung dalam menciptakan perubahan sosial yang signifikan.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya