INDONESIA merupakan salah satu negara tropis penghasil minyak sawit terbesar di dunia. Sawit merupakan tanaman perkebunan yang tumbuh optimal di daerah tropis.
Beberapa negara tropis lain penghasil minyak sawit terbesar di dunia antara lain Malaysia, Thailand, Kolombia dan Nigeria.
Produksi minyak sawit di Indonesia saat ini tembus lebih dari 50 juta ton per tahun. Industri sawit di Indonesia memiliki peran yang sangat strategis dalam menyumbang produk domestik bruto hingga 3,5 persen, menggerakkan perekonomian dan memberikan penghasilan pada 2,6 juta petani kebun atau pekebun di berbagai kabupaten penghasil sawit di Indonesia serta dapat menggerakkan dan menyerap 19,5 juta tenaga kerja mulai dari sektor hulu hingga hilir.
Dalam rangka pengelolaan sawit yang lebih baik, pemerintah telah menyusun rencana aksi nasional kelapa sawit berkelanjutan (RAN KSB).
RAN KSB dilaksanakan sesuai dengan Instruksi Presiden nomor 6 Tahun 2019, dengan kurun waktu pelaksanaan Tahun 2019-2024. Tahun ini merupakan tahun terakhir pelaksanakan instruksi presiden tersebut.
Salah satu komponen penting dalam inpres tersebut adalah adanya instruksi untuk melakukan penguatan data, penguatan koordinasi dan infrastruktur.
Data spasial merupakan salah satu data penting, selain data statistik dan data keuangan dalam pengelolaan sawit berkelanjutan.
Tanpa data spasial yang baik tidak akan didapatkan informasi terkait luasan lahan yang benar, terkait informasi lokasi dengan tepat, serta tidak akan dapat dilakukan analisis terhadap terjadinya tumpang tindih dan konflik lahan.
Keterpaduan data spasial, data statistik dan data keuangan seperti yang diamanahkan dalam kebijakan satu data (one data policy) merupakan langkah penting untuk menjamin keberlanjutan pengelolaan sawit.
Badan Informasi Geospasial (BIG), sebagai lembaga pemerintah non kementerian yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan informasi geospasial, terlibat dalam RAN KSB.
BIG melaksanakan kompilasi dan pengintegrasian data spasial dan peta kebun sawit, yang ada di berbagai kementerian dan lembaga, sebagai data dasar dalam pengelolaan sawit yang terpadu dan berkelanjutan.
Pelaksanaan pendataan dan integrasi data spasial serta pemetaan tutupan kebun kelapa sawit secara nasional telah dilaksanakan dengan luasan 16.381.959 hektar, yang di dalamnya termasuk data dan peta lokasi pekebun serta peta indikatif kebun yang perlu diremajakan. Integrasi data spasial sawit tersebut dilaksanakan dalam skala 1:50.000.
Integrasi data statistik pekebun dan data spasial telah dilaksanakan dalam pendataan surat tanda daftar budidaya sawit (STDB) yang diperuntukan pada para pekebun dengan luasan lahan garap yang kecil.
Sampai dengan Tahun 2023 telah direalisasikan 44.953 STDB dengan total luasan lahan hingga 119.041,15 hektare yang tersebar di 16 provinsi.
Untuk mendorong suksesnya program pengelolaan sawit berkelanjutan, termasuk di dalamnya meningkatkan kapasitas pekebun, kapasitas perangkat daerah, kapasitas perusahaan dan masyarakat di lokasi perkebunan, telah dilaksanakan pelatihan pemetaan partisipatif.
Pemetaan partisipatif dilakukan untuk mendapatkan data spasial yang lebih akurat, dapat diterima secara baik oleh semua kalangan dan menjadi rujukan bersama.
Pemetaan partisipatif ini sangat penting terutama dalam pengelolaan perkebunan sawit skala kecil, perkebunan masyarakat dan perkebunan yang mempunyai potensi konflik dan tumpang tindih lahan, baik tumbang tindih dikarenakan perbedaan fungsi kawasan maupun tumpang tindih perizinan.
Pemetaan partisipatif merupakan proses penyelenggaran informasi geospasial dan pengumpulan data spasial yang dilaksanakan secara partisipatif oleh stakeholder yang terkait untuk mendapatkan legitimasi data spasial sebagai rujukan bersama dalam program pengelolaan.
Data spasial yang komprehensif, yang dihasilkan dari proses inklusif dan partisipatif perlu terus didorong untuk mendukung keberhasilan program RAN KSB.
Data spasial yang detail dan akurat juga dapat digunakan untuk membantu proses monitoring dan evaluasi program sawit nasional.
Peta dasar skala besar, yang saat ini sedang diselenggarakan secara bertahap untuk seluruh wilayah Indonesia, akan dapat digunakan untuk menjawab berbagai permasalahan terkait dengan kekurang-lengkapan data spasial dalam monitoring dan evaluasi program sawit berkelanjutan.
Peta dasar skala besar 1:5000 akan mempunyai produk turunan berupa peta digital elevation model (DEM), data 3 dimensi dan 2 dimensi, serta citra radar yang dapat digunakan untuk identifikasi kondisi lahan sawit, identifikasi tingkat produktivitas dan kesehatan tanaman sawit, membantu dalam analisis tumpang tindih pemanfaatan lahan, tumbang tindih perizinan, dan ketidaksesuaian peruntukan dengan tata ruang.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya