KOMPAS.com - Perempuan memiliki peran yang penting dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Peran yang dimaksud termasuk mengintegrasikan dan mempertimbangkan keterlibatan perempuan dan kelompok rentan dalam berbagai kebijakan.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengatakan, selama ini peran perempuan dalam aksi iklim masih sering terabaikan.
Baca juga: Perempuan Lebih Rentan Terdampak Perubahan Iklim, Ini Sebabnya
"Karena pengaruh budaya, status sosial yang mendiskriminasikan peran dan aksesibilitas perempuan di berbagai bidang termasuk dalam perubahan iklim," kata Bintang sebagaimana dilansir Antara, Sabtu (30/3/2024).
Di sisi lain, perubahan iklim merupakan isu global yang memiliki dampak signifikan bagi perempuan dan anak di Indonesia.
Bintang menuturkan, perempuan dan anak menghadapi tantangan khusus di Indonesia yang merupakan negara kepulakan dengan beragam ekosistem dan masyarakat serta berada di kawasan cincin api pasifik.
Dia berharap, Rencana Aksi Nasional Gender dan Perubahan Iklim (RAN GPI) yang telah diluncurkan mampu menjawab isu gender yang mengemuka akibat perubahan iklim.
Baca juga: AJI Indonesia: Kekerasan terhadap Jurnalis Perempuan Harus Diintervensi
Isu-isu tersebut di antaranya adalah meningkatkan akses pengetahuan dan informasi, meningkatkan partisipasi perempuan dan kelompok rentan, serta memberi manfaat secara ekonomi maupun nonekonomi.
Selain itu, RAN GPI juga diharapkan meningkatkan pengarusutamaan gender dalam aksi-aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim akan semakin konkret dilaksanakan.
"Serta menjadi sarana bagi kita semua untuk berbagi pengetahuan, gagasan, dan pengalaman, serta membangun kemitraan yang kuat untuk mencapai tujuan kita bersama," ucap Bintang.
Dokumen RAN GPI disusun berdasarkan komitmen pemerintah untuk melaksanakan Lima Work Programme of Gender (LWPG) yang disampaikan pada Konferensi Para Pihak (COP) ke-27 di Mesir pada November 2022 dan diperkuat dalam Konferensi Para Pihak (COP) ke-28 di Dubai pada Desember 2023.
Baca juga: BKKBN Imbau Perempuan Hamil Sebelum 35 Tahun, Demi Cegah Stunting
Sebelumnya, Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian PPPA Lenny N Rosalin menuturkan, perempuan di Indonesia menjadi kelompok yang menerima dampak yang paling berat akibat perubahan iklim.
Perubahan iklim menimbulkan tantangan khusus yang harus dihadapi oleh perempuan di Indonesia sebagai negara kepulauan, terutama mereka yang tinggal di daerah rawan bencana.
Contoh dampak berat akibat perubahan iklim seperti ketidakamanan pangan, kesehatan, sanitasi, akses air bersih, migrasi dan konflik, peran sosial dan ekonomi, hingga kerentanan terhadap kekerasan berbasis gender.
Baca juga: Ketimpangan Pembangunan Terus Terjadi, Perempuan Masih Tertinggal
Lenny menuturkan, berbagai dampak tersebut sangat berpengaruh pada kehidupan perempuan.
"Terutama perempuan penyintas kekerasan, perempuan kepala keluarga, dan perempuan prasejahtera yang kondisinya dapat diperburuk dengan adanya tantangan perubahan iklim," tutur Lenny pada akhir Juli 2023.
Untuk menghadapi berbagai tantangan tersebut, penting untuk mengakui peran kunci perempuan dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Hal itu termasuk mengintegrasikan dan mempertimbangkan peran perempuan serta kelompok rentan lainnya dalam kebijakan dan program nasional, maupun daerah.
Baca juga: Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan Diresmikan di Subang
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya