Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Arip Muttaqien
Akademisi, Peneliti, dan Konsultan

Doktor ekonomi dari UNU-MERIT/Maastricht University (Belanda). Alumni generasi pertama beasiswa LPDP master-doktor. Pernah bekerja di ASEAN Secretariat, Indonesia Mengajar, dan konsultan marketing. Saat ini berkiprah sebagai akademisi, peneliti, dan konsultan. Tertarik dengan berbagai topik ekonomi, pembangunan berkelanjutan, pembangunan internasional, Asia Tenggara, monitoring-evaluasi, serta isu interdisiplin. Bisa dihubungi di https://www.linkedin.com/in/aripmuttaqien/

Transisi Ekonomi Hijau dan Skema Pembiayaan

Kompas.com - 04/06/2024, 15:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DEKARBONISASI saat ini sudah menjadi isu global dan bagian dari ekonomi hijau (green economy).

Beragam tantangan dihadapi, seperti memperkuat kerja sama internasional, memperkuat kebijakan yang berorientasi pada iklim, menjaga arah teknologi transisi, mengatasi tantangan kebutuhan investasi, serta meminimalkan dampak negatif dalam konteks sosial dan ekonomi.

Di satu sisi, transisi menuju energi bersih membutuhkan investasi besar. Menurut analisis dari McKinsey Global Institute (2022), dibutuhkan sekitar 8 triliun dollar AS hingga 9 triliun dollar AS tiap tahun hingga 2050.

Sektor utama yang menjadi prioritas adalah pembangkit energi, transportasi, dan perubahan penggunaan lahan serta kehutanan (land-use change and forestry/LULUCF).

Sebagai kontributor terbesar kedelapan, Indonesia punya peran penting dalam penuruan emisi gas rumah kaca (GRK).

Pada September 2022, Indonesia meningkatkan target Nationally Determined Contribution (NDC) menjadi 31,9 persen tanpa syarat (dari 29 persen) dan 43,2 persen dengan dukungan internasional (dari 41 persen).

Salah satu tantangan terbesar adalah kebutuhan investasi untuk melakukan dekarbonisasi dan transisi energi. Tanpa dukungan investasi yang memadai, akan sulit mencapai target NDC yang ditetapkan.

“Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) for Indonesia’s Just Energy Transition Partnership (JETP)” merupakan komitmen Indonesia untuk mendukung dekarbonisasi dan transisi energi. CIPP telah diluncurkan pada November 2023.

Pada prinsipnya, CIPP menjadi Peta Jalan JETP yang terbagi menjadi lima bidang investasi.

Pertama, pengembangan jaringan transmisi dan distribusi listrik. Kedua, pemensiunan dini dan managed phase-out PLTU batubara.

Ketiga, akselerasi energi terbarukan dispatchable. Keempat, akselerasi energi terbarukan variabel. Kelima, pengembangan rantai pasokan energi terbarukan.

Pembiayaan Ekonomi Hijau

Menurut Höhne et al. (2012), "Pembiayaan hijau adalah istilah umum yang mencakup investasi keuangan untuk proyek-proyek pembangunan berkelanjutan, inisiatif lingkungan, produk-produk ramah lingkungan, dan kebijakan yang mendukung pengembangan ekonomi berkelanjutan."

Lantas, solusi apa yang harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan investasi ekonomi hijau di Indonesia?

Berdasarkan dokumen CIPP, diperlukan setidaknya 97 milliar dollar AS investasi pada periode 2023 hingga 2030.

Pembiayaan tersebut dapat berasal dari berbagai sumber, termasuk pendanaan publik, pendanaan swasta, dukungan internasional, lembaga keuangan non-bank, ataupun instrumen inovatif seperti obligasi dan kredit karbon.

Inisiatif ini menjadi menarik jika dikaitkan dengan kebutuhan pendanaan untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) di Indonesia.

Memang, ekonomi hijau tidak dapat dilepaskan dari SDGs. Beberapa SDGs yang relevan dengan ekonomi hijau antara lain, energi bersih dan terjangkau (SDG 7), pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi (SDG 8), industri, inovasi, dan infrastruktur (SDG 9), kota dan komunitas yang berkelanjutan (SDG 11), konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab (SDG 12), aksi iklim (SDG 13), dan kehidupan di darat (SDG 15).

Pemerintah telah memperkenalkan Green Sukuk sebagai solusi pembiayaan alternatif untuk mencapai SDGs.

Dana yang terkumpul dari Green Sukuk ini dialokasikan untuk proyek-proyek ramah lingkungan dengan tujuan mengurangi emisi GRK.

Dari tahun 2018 hingga 2023, telah diterbitkan Green Sukuk global senilai 6,9 miliar dollar AS melalui 10 penerbitan.

Dari total penerbitan tersebut, 5 miliar dollar AS merupakan sukuk global, 1,5 miliar dollar AS berupa sukuk ritel, dan 0,5 miliar dollar AS adalah sukuk berbasis proyek.

Berdasarkan laporan dari Kementerian Keuangan, lebih dari 85 persen dari total pendanaan yang diterima disalurkan ke tiga sektor utama: transportasi berkelanjutan (sustainable transport), ketahanan terhadap perubahan iklim (resilience to climate change), dan manajemen air serta pengelolaan air limbah yang berkelanjutan (sustainable water and wastewater management).

Sisanya dialokasikan ke berbagai sektor lain, termasuk energi terbarukan (renewable energy), konversi energi dan manajemen sampah (waste to energy and waste management), bangunan hijau (green building), dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan (sustainable management of natural resources).

Beberapa skema yang dapat ditekankan antara lain kemitraan antara pemerintah dan swasta (public-private partnership) untuk berbagi risiko dalam pelaksanaan proyek.

Dalam hal ini, pemerintah bisa menawarkan insentif dan kemudahan regulasi untuk menarik investasi swasta.

Skema lain adalah dalam bentuk Climate Investment Funds, di mana terdapat kelolaan dana abadi yang didedikasikan untuk mendukung proyek-proyek berbasis ekonomi hijau.

Dana Perwalian Perubahan Iklim Indonesia (Indonesia Climate Change Trust Fund/ICCTF) dan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) dapat diperbesar peranannya untuk pembiayaan ekonomi hijau.

Hal ini termasuk memperbesar dana kelolaan untuk meningkatkan manfaat bagi proyek ekonomi hijau.

Terakhir, sistem crowdfunding dapat memungkinkan masyarakat terlibat langsung dalam pembiayaan proyek ekonomi hijau.

Platform crowdfunding khusus bisa dibuat untuk proyek-proyek hijau, di mana individu dapat berinvestasi dalam energi terbarukan dan konservasi lingkungan.

Transisi menuju ekonomi hijau di Indonesia adalah langkah penting untuk mengurangi emisi dan mendukung SDGs.

Dengan memanfaatkan skema pembiayaan inovatif seperti Green Sukuk, kemitraan publik-swasta, atau skema inovatif lain, diharapkan dapat mengatasi tantangan investasi untuk ekonomi hijau.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau