KOMPAS.com - Setiap tanggal 17 Juni, ada perayaan Hari Memerangi Penggurunan dan Kekeringan Sedunia (World Day to Combat Desertification and Drought), yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran upaya internasional dalam memerangi penggurunan.
Awalnya, desertifikasi atau penggurunan, bersama perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati, diidentifikasi sebagai tantangan terbesar terhadap pembangunan berkelanjutan pada Earth Summit di Rio tahun 1992.
Dua tahun kemudian, pada 1994, Majelis Umum menetapkan Konvensi PBB untuk Memerangi Desertifikasi (United Nations Convention to Combat Desertification atau UNCCD).
Baca juga: Proteksi Lingkungan dan Ekosistem Berkelanjutan, MHU Raih Properda Emas
UNCCD merupakan perjanjian internasional yang mengikat secara hukum, menghubungkan lingkungan hidup dan pembangunan dengan pengelolaan lahan berkelanjutan, dan mendeklarasikan tanggal 17 Juni sebagai "World Day to Combat Desertification and Drought".
Sekretaris Eksekutif UNCCD, Ibrahim Thiaw, mengatakan bahwa 40 persen lahan di dunia sudah terdegradasi. Hal ini akan berdampak pada hampir separuh umat manusia.
"Inilah saatnya untuk bersatu demi lahan dan menunjukkan kartu merah terhadap hilangnya dan degradasi lahan di seluruh dunia," ujar Ibrahim, dikutip dari laman resmi UNCCD, Senin (17/6/2024).
Acara peringatan "World Day to Combat Desertification and Drought" berlangsung di Bonn, Jerman, hari ini.
Dunia perlu mengambil tindakan bersama saat ini, agar generasi mendatang dapat memiliki akses terhadap sumber daya alam yang penting.
"Kita hanya akan mampu memberi makan umat manusia dan mengatasi krisis iklim dan keanekaragaman hayati jika kita memiliki tanah yang sehat,” ujar Sekretaris Negara Kementerian Federal Jerman untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan, Jochen Flasbarth.
Dikutip dari laman resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), penggurunan, degradasi lahan, dan kekeringan merupakan salah satu tantangan lingkungan terbesar saat ini.
Saat lahan-lahan di dunia terdegradasi, dampaknya terhadap manusia, ternak, dan lingkungan bisa sangat buruk. Bahkan, PBB memperkirakan sekitar 50 juta orang mungkin akan mengungsi dalam 10 tahun ke depan akibat penggurunan.
Baca juga: BMKG: Banyak Wilayah RI Alami Kekeringan Juni-September
Padahal, lahan yang sehat tidak hanya menyediakan hampir 95 persen makanan bagi umat manusia. Tetapi juga memberikan tempat berlindung, menyediakan lapangan kerja dan penghidupan, serta melindungi dari kekeringan, banjir, dan kebakaran hutan.
Lebih jauh, dampaknya dapat memengaruhi keanekaragaman hayati, keamanan lingkungan, pemberantasan kemiskinan, stabilitas sosio-ekonomi, hingga pembangunan berkelanjutan.
Fenomena penggurunan dan kekeringan juga mendorong migrasi paksa dan menyebabkan puluhan juta orang berisiko mengungsi setiap tahun.
Apalagi, sedikitnya 10 miliar orang diproyeksikan memenuhi bumi pada tahun 2050. Jumlah penduduk yang semakin padat tentu membutuhkan lahan yang sehat untuk kehidupan.
Sayangnya, degradasi ekosistem lahan kering masih terus-menerus terjadi akibat perubahan iklim dan aktivitas manusia.
Mulai dari pertanian tidak berkelanjutan yang menghabiskan nutrisi dalam tanah, pertambangan, penggembalaan berlebihan, hingga penebangan lahan eksploitatif. Kombinasi hal-hal tersebut dapat mengubah lahan terdegradasi menjadi gurun.
Adapun tema yang dipilih untuk World Day to Combat Desertification and Drought tahun ini adalah "United for Land: Our Legacy. Our Future" (Bersatu untuk Tanah, Warisan dan Masa Depan Kita).
Tema ini berupaya mendorong semua bagian masyarakat untuk mendukung penatagunaan lahan yang berkelanjutan mulai hari ini sampai seterusnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya