KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprakirakan kekeringan mulai mendominasi wilayah Indonesia pada Juni–September 2024.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, kondisi tersebut ditandai setelah 19 persen wilayah Indonesia sudah masuk musim kemarau.
Ke-19 zona tersebut meliputi berbagai wilayah mencakup sebagian Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jawa Barat, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Baca juga: Air, Kekeringan, dan Ketahanan Pangan Berkelanjutan
Tim Meteorologi BMKG mengungkapkan sebagian wilayah lain di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara juga akan memasuki musim kemarau dalam tiga dasarian atau 30 hari ke depan.
Hal demikian berdasarkan hasil analisa dari tim BMKG yang didapati bahwa Bali, Jawa, dan Nusa Tenggara saat ini sudah mengalami hari tanpa hujan sepanjang 21-30 hari atau lebih panjang dari sebelumnya.
BMKG berkesimpulan, kondisi kekeringan saat musim kemarau tahun 2024 ini akan mendominasi wilayah Indonesia sampai akhir bulan September.
Dwikorita menyampaikan, guna menghadapi kekeringan, pemerintah daerah dan pemerintah pusat perlu terus siap siaga.
Baca juga: Perubahan Iklim Ancam Ribuan Hektare Sawah Kekeringan, Setara 2.088 Lapangan Sepak Bola
"Karena juga di sebagian wilayah Indonesia lain beberapa waktu ke depan masih mengalami hujan yang berpotensi berdampak pada bencana hidro-meteorologi basah, seperti banjir, banjir bandang, banjir lahar, dan longsor," kata Dwikorita, sebagaimana dilansir Antara, Selasa (28/5/2024).
Dwikorita mengungkapkan, pihaknya sudah melaporkan prakiraan cuaca dan iklim tersebut kepada Presiden Joko Widodo supaya risiko dan dampak yang ditimbulkan dapat diantisipasi dan diminimalisir sekecil mungkin.
Tim Meteorologi BMKG telah memetakan daerah dengan potensi curah hujan bulanan sangat rendah dengan kategori kurang dari 50 mm per bulan yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk mitigasi dan antisipasi dampak kekeringan.
Adapun daerah tersebut meliputi sebagian besar Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Bali dan Nusa Tenggara, sebagian Pulau Sulawesi, serta sebagian Maluku dan Papua.
Baca juga: Dampak Perubahan Iklim Dirasakan Indonesia, Kekeringan dan Hujan Ekstrem Meningkat
Ia menyebutkan, memperhatikan dinamika atmosfer jangka pendek terkini, masih terdapat jendela waktu yang sangat singkat yang bisa dimanfaatkan secara optimal sebelum memasuki periode pertengahan musim kemarau.
Pihaknya merekomendasikan penerapan teknologi modifikasi cuaca untuk pengisian waduk-waduk di daerah yang berpotensi mengalami kondisi kering saat musim kemarau.
Selain itu membasahi atau menaikkan muka air tanah pada daerah yang rawan mengalami kebakaran hutan dan lahan (karhutla) ataupun pada lahan gambut perlu dilakukan sejak dini.
Baca juga: Kekeringan Parah, Puluhan Gajah di Zimbabwe Mati Kehausan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya