EMISI gas rumah kaca (GRK) di atmosfer terus meningkat dari tahun ke tahun. Laporan International Energy Agency (IEA), dalam kurun 20 tahun, emisi GRK sektor energi meningkat lebih dari tiga kali lipat.
Peningkatan itu menyebabkan kontribusi sektor energi mencapai 36 persen emisi GRK dunia. Semakin meningkat emisi GRK, semakin sulit kita mengendalikan krisis iklim.
Kini kesulitan dalam mengendalikan krisis iklim semakin nampak dari berbagai bencana ekologi yang terjadi di berbagai belahan dunia.
Laporan IPCC (2022), mengungkapkan dampak buruk krisis iklim telah membahayakan bumi dan seluruh isinya.
Menurut WMO dan UNDRR (2021), perubahan iklim telah memicu cuaca ekstrem di berbagai wilayah di dunia. Akibatnya, terjadi lonjakan frekuensi terjadinya bencana iklim selama 50 tahun terakhir.
Asia adalah salah satu wilayah di dunia yang rentan terdampak krisis iklim. Menurut laporan WMO (World Meteorological Organization) berjudul "State of the Climate in Asia 2023", mengungkapkan bahwa kecenderungan kenaikan pemanasan di Asia telah meningkat hampir dua kali lipat sejak periode 1961-1990.
Indonesia adalah salah satu negara di Asia yang terdampak krisis iklim. Mayoritas bencana yang terjadi di Indonesia disebabkan krisis iklim.
Laporan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengungkapkan bahwa bencana yang terjadi pada 2023 didominasi kejadian hidrometeorologi akibat krisis iklim dengan 5.365 kejadian.
Tak heran kemudian muncul desakan internasional agar negara-negara melakukan sesegera mungkin transisi energi.
Desakan transisi energi bukan hanya ditujukan ke negara-negara maju, namun juga negara-negara berkembang.
Data dari Low Carbon Development Indonesia (LCDI) pada 2020, mengungkapkan bahwa negara-negara maju secara konstan berhasil menurunkan emisi di sektor energi sebesar 9 persen pada 2019.
Namun sebaliknya, emisi di sektor energi dari negara-negara berkembang justru memiliki tren meningkat.
Indonesia adalah salah satu negara di Asia yang didesak melakukan transisi energi. Penyebabnya, Indonesia memiliki ketergantungan sangat tinggi terhadap energi fosil.
Indonesia memiliki proporsi energi fosil mencapai hampir 90 persen bauran energi primer.
Dalam konteks transisi energi di tingkat global, desakan transisi energi untuk Indonesia menjadi relevan karena negeri ini juga pengekspor batu bara terbesar di dunia.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya