Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 26 Juni 2024, 11:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perusahaan multinasional asal Swiss di bidang teknologi elektrifikasi dan otomasi, ABB, menganggap kolaborasi berbagai pihak untuk melakukan transisi energi dan mencapai target nol emisi pada 2060 atau lebih cepat, sangat penting.

President Energy Industries Asia ABB Anders Maltesen menyebut, pelaku industri perlu melakukan kemitraan strategis dengan komunitas lokal, antar wilayah, hingga antar negara.

“Kita harus berkolaborasi. Sebab, jika tidak, kita tidak akan mencapai tujuan yang diharapkan (transisi energi dan nol emisi bersih),” ujar Anders saat Media Briefing ABB Energy Industries di Jakarta, Selasa (25/6/2024).

ABB tidak ingin mengembangkan teknologi yang dapat “menggantikan posisi” industri semen atau baja.

Baca juga: RI Masuk 10 Besar Negara Penghasil Emisi Sepanjang 2023

Sebaliknya, mereka menjalin kerja sama menyediakan peralatan dan sistem yang dibutuhkan oleh para pelaku industri tersebut, agar lebih efisien dan ramah lingkungan.

Menurutnya, kerja sama ini akan menghadirkan solusi ke pasar yang sudah ada dan lebih siap. Sehingga, prosesnya lebih cepat dibanding dengan proses pengembangan sendiri-sendiri.

“Kami menjalin kemitraan strategis dengan berbagai pakar untuk memperluas kolaborasi, membantu industri mengidentifikasi teknologi dan solusi yang akan membantu Indonesia mencapai ambisinya untuk emisi nol bersih lebih cepat, lebih baik, dan lebih murah,” tutur dia.

Pada pada tingkat individu, perlu adanya pertukaran pengetahuan dan peningkatan kapasitas untuk mempromosikan perubahan perilaku yang mendukung transisi energi.

Perubahan perilaku individu juga memberikan dampak, seperti menggunakan peralatan hemat energi, transportasi umum, adopsi kendaraan listrik, hingga tindakan sederhana seperti meningkatkan suhu AC.

Kolaborasi ABB dengan universitas

Sebagai informasi, sektor energi di Indonesia saat ini menyediakan lapangan pekerjaan bagi 1,3 juta orang atau satu persen dari total tenaga kerja yang ada.

Saat Indonesia berkomitmen untuk revolusi energi, transisi ke pekerjaan hijau (green jobs) merupakan suatu keharusan.

Perjalanan menuju target nol emisi berpotensi menciptakan pekerjaan yang berkelanjutan di berbagai industri.

Baca juga: Emisi Sektor Energi 2023 Pecahkan Rekor Tertinggi Sepanjang Masa

Business Manager of Emerging Markets Division (the Philippines and Indonesia), Hub Asia Energy Industries Division, Process Automation, ABB, Gloria Eng menambahkan perlunya keterampilan baru untuk memenuhi potensi green jobs tersebut, jika tidak ingin tertinggal.

“Oleh karena itu, pengembangan potensi dan keterampilkan tenaga kerja hijau itu sangat penting,” ujar Gloria.

Ia mengungkapkan, pihaknya bekerja sama dengan pemimpin industri, pemerintah, dan institusi pendidikan untuk memasukkan keterampilan baru itu ke dalam pengetahuan generasi muda. 

ABB telah berkolaborasi dengan beberapa universitas regional maupun institusi pendidikan lokal dalam mendorong pembangunan pengetahuan dan pengembangan keterampilan.

Misalnya, ABB dan Imperial College London baru-baru ini memperpanjang kolaborasi mereka, untuk mempelajari pabrik percontohan penangkapan karbon (carbon capture storage), menyediakan pelatihan praktis, dan mendidik lebih dari 4.500 mahasiswa sejak 2012.

“Sedangkan di Indonesia, ABB bermitra dengan Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Indonesia (UI), dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) untuk pengembangan teknologi dan melakukan studi bersama,” tutur Gloria.

Beberapa bidang penelitian yang dipelajari antara lain integrasi energi terbarukan dan digitalisasi jaringan listrik, untuk efisiensi dan keberlanjutan teknologi.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IEA: Dunia Menjadi Lebih Hemat Energi, tetapi Belum Cukup Cepat
IEA: Dunia Menjadi Lebih Hemat Energi, tetapi Belum Cukup Cepat
Pemerintah
Intensifikasi Lahan Tanpa Memperluas Area Tanam Kunci Keberlanjutan Perkebunan Sawit
Intensifikasi Lahan Tanpa Memperluas Area Tanam Kunci Keberlanjutan Perkebunan Sawit
Swasta
Industri Penerbangan Asia Pasifik Siap Penuhi Target 5 Persen Avtur Berkelanjutan
Industri Penerbangan Asia Pasifik Siap Penuhi Target 5 Persen Avtur Berkelanjutan
Pemerintah
Indonesia Ingin Bangun PLTN, tapi Geopolitik Jadi Pertimbangan Utama
Indonesia Ingin Bangun PLTN, tapi Geopolitik Jadi Pertimbangan Utama
Pemerintah
Cerita dari Pulau Obi: Reklamasi Tambang Tak Sekadar Menanam Ulang
Cerita dari Pulau Obi: Reklamasi Tambang Tak Sekadar Menanam Ulang
Swasta
Momen Haru, Orangutan Artemis dan Gieke Kembali ke Hutan Setelah Rehabilitasi
Momen Haru, Orangutan Artemis dan Gieke Kembali ke Hutan Setelah Rehabilitasi
Pemerintah
Survei Deloitte: Eksekutif Terus Berinvestasi dalam Keberlanjutan
Survei Deloitte: Eksekutif Terus Berinvestasi dalam Keberlanjutan
Swasta
Arktik Terdalam Memanas, Krisis Iklim Meluas
Arktik Terdalam Memanas, Krisis Iklim Meluas
Pemerintah
IESR: RI Belum Siap Transisi Energi karena Lembaga Pembayaran Gelontorkan Dana ke Energi Fosil
IESR: RI Belum Siap Transisi Energi karena Lembaga Pembayaran Gelontorkan Dana ke Energi Fosil
LSM/Figur
BMKG Perkirakan Hujan Terjadi di Sejumlah Daerah hingga 27 November
BMKG Perkirakan Hujan Terjadi di Sejumlah Daerah hingga 27 November
Pemerintah
Ancaman Pengasaman Laut di Perairan Paparan Sunda
Ancaman Pengasaman Laut di Perairan Paparan Sunda
Pemerintah
Perubahan Iklim Berisiko Tingkatkan Penyakit Pernapasan hingga Gangguan Mental
Perubahan Iklim Berisiko Tingkatkan Penyakit Pernapasan hingga Gangguan Mental
LSM/Figur
Bentrok dengan Komitmen Iklim, Reklamasi Surabaya Ancam 900 Hektar Mangrove
Bentrok dengan Komitmen Iklim, Reklamasi Surabaya Ancam 900 Hektar Mangrove
LSM/Figur
Satu Dekade RI Gagal Capai Target Bauran Energi Terbarukan, Penasihat Presiden: Memang Kita Negara Berkembang
Satu Dekade RI Gagal Capai Target Bauran Energi Terbarukan, Penasihat Presiden: Memang Kita Negara Berkembang
LSM/Figur
Pemerintah Dinilai Tidak Kompak Dorong Energi Terbarukan
Pemerintah Dinilai Tidak Kompak Dorong Energi Terbarukan
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau