Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Susun NDC Kedua, Penangkap Karbon dan Co-firing Perlu Ditimbang Ulang

Kompas.com, 25 Juni 2024, 19:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Penerapan teknologi penangkap dan penyimpan karbon (CCS) serta implementasi co-firing biomassa dinilai perlu ditimbang ulang dalam penyusunan Nationally Determined Contributions (NDC) Kedua Indonesia.

Analis Sistem Ketenagalistrikan Institute for Essential Services Reform (IESR) Akbar Bagaskara mengatakan, penerapan CCS di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) tidak efektif dan efisien.

Selain itu, penerapan CCS juga berpotensi memperpanjang usia PLTU di samping nilai keekonomiannya yang mahal. Teknologi ini juga dinilai belum terbukti di lapangan.

Baca juga: Padang Lamun akan Dimasukkan Komitmen Penurunan Emisi NDC

Apabila CCS telanjur dimasukkan dalam NDC Kedua dan teknologi tersebut tidak terimplementasi, justru akan menjadi bumerang dalam transisi energi.

"Jadinya malah stranded asset (aset terdampar) dan kita terlambat membangun penggantinya berupa energi terbarukan," kata Akbar dalam Rekomendasi Masyarakat Sipil untuk Second Nationally Determined Contribution (SNDC) Indonesia yang diikuti secara daring, Selasa (25/6/2024).

Akbar menambahkan, penerapan co-firing atau campuran biomassa untuk bahan bakar batu bara di PLTU juga perlu ditimbang ulang.

Sama seperti CCS, ada dua kekhawatiran dimasukkannya co-firing dalam NDC kedua yakni aset yang terdampar atau memperpanjang usia PLTU.

Dia menuturkan, aspek stok biomassa juga perlu menjadi perhatian khusus.

Baca juga: Susun Target Iklim Kedua, RI Masukkan Sektor Kelautan dalam Second NDC

"Permasalahan biomassa juga sangat dekat dengan sektor FOLU (forest and other land uses atau pemanfaatan hutan dan penggunaan lahan)," tutur Akbar.

Oleh karena itu, kata Akbar, perlu verifikasi terhadap klaim penurunan emisi dengan mempertimbangkan emisi dari siklus hidup biomassa yang menjadi bahan bakar.

"Jangan pengurangan emisi mengganggu penyerapan emisi dari sektor lain, terutama sektor FOLU," terang Akbar.

Secara umum ada, beberapa rekomendasi dari IESR untuk penyusunan NDC Kedua Indonesia.

Pertama, sejalan dengan prinsip-prinsip Perjanjian Paris seperti mempromosikan integritas lingkungan hidup, transparansi, akurasi, keutuhan, keterbandingan, konsistensi, dan terhindar penghitungan ganda.

Baca juga: Menhut Resmikan RKKIK untuk Dukung Capai Target NDC

Kedua, perlu adanya monitoring dan evaluasi yang transparan dan dapat diakses publik.

Ketiga, NDC Kedua perlu sesuai hasil COP28 yakni berorientasi pada aksi, berorientasi pada implementasi, dapat diinvestasi, dan transisi berkeadilan.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Pemerintah
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Pemerintah
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
LSM/Figur
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pemerintah
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Pemerintah
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Pemerintah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Pemerintah
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
LSM/Figur
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
LSM/Figur
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
Pemerintah
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
LSM/Figur
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
Pemerintah
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
Pemerintah
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
LSM/Figur
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau