KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, sejumlah daerah di Provinsi Jawa Timur (Jatim), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Nusa Tenggara Barat (NTB) mulai mengalami kekeringan ekstrem setelah nyaris tiga bulan tidak diguyur hujan.
Deputi Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan di Jakarta mengatakan, 18 kabupaten atau kota dan puluhan kecamatan di tiga provinsi tersebut mengalami kekeringan akibat kurang hujan dengan kategori ekstrem.
Ardhasena meminta semua pihak, secara lintas sektor pada tingkat pusat maupun daerah, mengambil langkah mitigasi.
Baca juga: Danau Tertua di Eropa Terancam Kekeringan
Selain itu, diperlukan penanggulangan secara seksama demi mengurangi dampak yang ditimbulkan kepada masyarakat.
Dia menambahkan, kekeringan ekstrem dapat berimplikasi terhadap berbagai hal di NTB, NTT, Jatim, sebagaimana dilansir Antara, Rabu (24/7/2024).
Contohnya potensi gagal panen atau perubahan periode tanam, semakin berkurang ketersediaan air bersih, hingga meningkatkan potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Ardhasena berharap, upaya mitigasi dan penanggulangan perlu ditingkatkan khususnya pada sejumlah sektor tersebut, setidaknya sampai September yang diperkirakan menjadi akhir puncak musim kering tahun ini.
Baca juga: 17 Juni, Hari Memerangi Penggurunan dan Kekeringan Sedunia
"Termasuk potensi gangguan kesehatan masyarakat salah satunya dari penyebaran penyakit demam berdarah juga perlu diperhatikan karena musim kering dapat meningkatkan frekuensi gigitan nyamuk," kata Ardhasena.
Sampai dengan Sabtu (20/7/2024), tim ahli klimatologi BMKG melaporkan setidaknya ada lima kabupaten dan kota di Provinsi NTT yang mengalami kekeringan ekstrem karena tidak diguyur hujan sejak akhir Mei 2024.
Kelima kabupaten dan kota di NTT tersebut adalah Kota Kupang (Kecamatan Kota Raja, Alak, Maulafa, Kota Lama, Oebobo, Kelapa Lima selama 92 hari tanpa hujan), Kabupaten Belu (Kecamatan Atambua Selatan selama 91 hari tanpa hujan), Sumba Timur (Pandawai, Kahaungu Eti selama 89 hari tanpa hujan), Sabu Raijua (Sabu Barat, Hawu Mahera selama 76 hari tanpa hujan), dan Kupang (Sulamu selama 64 hari tanpa hujan).
Untuk Provinsi NTB, tercatat tiga kabupaten dan kota meliputi Lombok Timur (Kecamatan Sambelia selama 88 hari tanpa hujan), Bima (Belo, Palibelo selama 85 hari tanpa hujan), dan Dompu (Pajo selama 85 hari tanpa hujan).
Baca juga: Kajian Perubahan Iklim BRIN: Sumatera Terancam Kekeringan Tahun 2050
Kekeringan melanda 10 kabupaten dan kota di Provinsi Jatim meliputi Kota Probolinggo (Kecamatan Kademangan, Leces, Mayangan selama 90 hari tanpa hujan), Probolinggo (Gending, Sumber, Sumberasi, Kraksaan, Pajarakan selama 90 hari tanpa hujan), Jember (Gumuk Mas selama 87 hari tanpa hujan), Kediri (Ngadiluwih, Kras selama 87 hari tanpa hujan).
Masih di Jatim ada Kabupaten Pasuruan (Gondang Wetan, Pohjentrek selama 86 hari tanpa hujan), Situbondo (Kapongan, Mangaran selama 86 hari tanpa hujan), Banyuwangi (Pesawaran, Bajulmati, Alas Buluh selama 85 hari tanpa hujan), Blitar (Kanigoto, Wonodadi, Udanawu, Sanakulon, Serengat selama 85 hari tanpa hujan), Mojokerto (Tromilulan selama 85 hari tanpa hujan), dan Tulungagung (Kalidawir, Karang Rejo, Rejotangan selama 85 hari tanpa hujan).
Musim kering juga mulai melanda 45 persen zona musim Indonesia sampai dengan pertengahan Juli 2024.
Wilayah tersebut meliputi sebagian Aceh, sebagian Sumatera Utara, sebagian Riau, sebagian Bengkulu, sebagian Jambi, sebagian Sumatera Selatan, sebagian Lampung, sebagian Banten, sebagian Kalimantan Selatan, sebagian Sulawesi Tengah, sebagian Sulawesi Selatan, sebagian Sulawesi Tenggara, serta sebagian Papua Selatan.
Baca juga: Air, Kekeringan, dan Ketahanan Pangan Berkelanjutan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya