Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 11 Juni 2024, 11:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Berdasarkan kajian perubahan iklim yang dilakukan peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Pulau Sumatera menghadapi ancaman peningkatan kekeringan yang signifikan antara 20 sampai 25 persen hingga 2050.

Peneliti Klimatologi BRIN Profesor Erma Yulihastin mengatakan, wilayah tersebut khususnya Sumatera bagian tengah dan selatan, yang membentang dari Pekanbaru hingga Lampung pesisir timur.

"Pada saat bersamaan, wilayah-wilayah tersebut juga mengalami peningkatan hujan ekstrem sebesar 10 sampai 30 persen," ungkap Erma dalam acara World Environmental Day di UIN Raden Intan Lampung, Kamis (6/7/2024).

Baca juga: Kota Super Megah yang Kalah oleh Krisis Iklim

Erma menekankan, wilayah Sumatera akan mengalami perubahan durasi musim hujan yang lebih panjang, sementara deret hari-hari kering tanpa hujan juga meningkat.

Akibatnya, ucap Erma, sekali hujan turun bisa sangat ekstrem.

"Wilayah yang paling terdampak dengan musim hujan yang lebih lama dan hujan ekstrem adalah Sumatra bagian selatan, termasuk Lampung," tuturnya, dikutip dari situs web BRIN.

Selain itu, dia juga menjelaskan fenomena La Nina yang diprediksi mulai terbentuk pada Juni 2024 dan dapat dikonfirmasi pada Agustus 2024.

Baca juga: Sekjen PBB Sebut Industri Energi Fosil Godfather Krisis Iklim

La Nina ditandai oleh anomali negatif suhu permukaan laut di Samudra Pasifik kurang dari minus 0,5 derajat celsius selama minimal tiga bulan berturut-turut.

Dampaknya, Sumatera dan Kalimantan merasakan pembentukan kemarau basah atau musim kemarau yang lebih pendek selama dua bulan, misalnya di wilayah Lampung dan Sumatra selatan.

Erma juga menekankan pentingnya mitigasi dan adaptasi kebijakan pemerintah daerah yang harus mempertimbangkan hasil dari kajian-kajian perubahan iklim.

Salah satu upaya untuk merespons perubahan iklim adalah dengan sering memutakhirkan kebijakan terkait teknis penentuan masa tanam, jadwal irigasi, dan sejenisnya.

Baca juga: Lautan Hadapi Ancaman Besar akibat Krisis Iklim, Pemananasan Ekstrem hingga Pengasaman

"Oleh karena itu, harus ada terobosan-terobosan dalam pengambilan kebijakan yang dapat dilakukan secara cepat, tepat, dan terus-menerus diperbarui," jelas Erma.

Erma berujar, tim periset dari BRIN telah membangun berbagai tools sistem pendukung keputusan untuk pengambilan kebijakan teknis terkait pertanian, hidrologi, dan kebencanaan.

Dengan adanya prediksi ancaman hujan ekstrem dan kekeringan ini, langkah-langkah mitigasi yang tepat dan cepat sangat diperlukan untuk mengurangi dampak negatif perubahan iklim di Sumatera.

Baca juga: Jakarta Wilayah Rentan Terdampak Perubahan Iklim

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
LSM/Figur
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Pemerintah
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar 'Langkah Membumi Ecoground 2025'
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar "Langkah Membumi Ecoground 2025"
Swasta
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
BUMN
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
Pemerintah
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
LSM/Figur
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Pemerintah
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
Pemerintah
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
Pemerintah
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
LSM/Figur
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
Pemerintah
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Pemerintah
Bisa Suplai Listrik Stabil, Panas Bumi Lebih Tahan Krisis Iklim Ketimbang EBT Lain
Bisa Suplai Listrik Stabil, Panas Bumi Lebih Tahan Krisis Iklim Ketimbang EBT Lain
Swasta
BCA Ajak Penenun Kain Gunakan Pewarna Alami untuk Bidik Pasar Ekspor
BCA Ajak Penenun Kain Gunakan Pewarna Alami untuk Bidik Pasar Ekspor
Swasta
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau