Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi Bom Waktu, Kebutuhan Air di Jakarta Lebih Besar daripada Debitnya

Kompas.com - 24/07/2024, 11:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyoroti jumlah kebutuhan air di DKI Jakarta yang tak sebanding dengan debit yang tersedia di wilayah tersebut.

Peneliti Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN Irfan Budi Pramono mengatakan, kebutuhan air di DKI Jakarta mencapai sekitar 30.000 liter per detik.

Sedangkan jumlah debit air yang tersedia hanya berada di bawah 20.000 liter per detik. Hal tersebut disampaikan Irfan dalam gelar wicara daring pada Selasa (23/7/204).

Baca juga: 5 Manfaat Memanen Air Hujan, Berdampak Positif untuk Lingkungan

"Pada 2028 diprakirakan (kebutuhan air) mencapai 40.000 liter per detik, bahkan hingga 2033 (kebutuhan air) sudah di atas 45.000 liter per detik. Sedangkan kita lihat ketersediaan air relatif di sekitar 18.000 per detik," kata Irfan, sebagaimana dilansir Antara.

Irfan menambahkan, kebutuhan air di DKI Jakarta meningkat sekitar 3,3 persen setiap tahunnya.

Hal tersebut disebabkan beberapa hal seperti meningkatnya nilai konversi air menjadi uap melalui permukaan tanah dan tanaman atau evapotranspirasi, perilaku manusia, dan pertumbuhan populasi.

"Perubahan iklim menyebabkan perubahan pola hujan menjadi berintensitas tinggi dalam waktu yang singkat, yang mengakibatkan perubahan suhu, dan juga mengakibatkan masalah pada sumber daya air," ujarnya.

Baca juga: Kepala Desa di Aceh Diminta Perhatikan Air Minum dan Sanitasi

Tidak hanya di DKI Jakarta, Irfan mengungkapkan hal yang sama juga terjadi di sejumlah wilayah lain di Indonesia.

Fenomena tersebut bisa dilihat pada kontinuitas, kuantitas, serta kualitas air yang tersedia dalam sebuah sumber air di salah satu wilayah.

Ia memaparkan sejumlah sungai di Pulau Jawa seperti Sungai Ciujung di Banten-Jawa Barat, Cikapundung, Cimanuk, dan Citanduy di Jawa Barat, Bengawan Solo di Jawa Tengah-Timur, serta Brantas di Jawa Timur cenderung mengalami penurunan debit air dari tahun ke tahun.

"Waspada air kita semakin lama semakin berkurang, bisa jadi bom waktu kalau tidak diantisipasi bagaimana mempertahankan sumber daya air tersebut," tegas Irfan.

Baca juga: Kulonprogo Kembangkan Program Konservasi Air Berkelanjutan

Dia menuturkan, BRIN tengah melakukan studi Watershed Health Assessment System (WHAS) guna menganalisis terkait kesehatan sumber daya air di suatu wilayah.

Studi tersebut dilakukan melalui berbagai indikator seperti hidrologi, tanah, dan sosioekonomi yang salah satunya sudah dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Hulu di Jawa Barat.

Irfan menambahkan, studi itu menemukan sejumlah masalah penyebab kurang baiknya kualitas air di daerah tersebut.

Kemudian dilakukan berbagai solusi berbasis alam seperti rehabilitasi hutan dan lahan, pembuatan kolam retensi dan resapan air, menghindari pelurusan sungai, serta penerapan konservasi air pada berbagai penggunaan lahan.

Baca juga: Cegah Jakarta Tenggelam, Penggunaan Air Tanah Harus Diawasi Ketat

Irfan berucap, alam sebetulnya diciptakan teratur sedangkan manusia cenderung mengubah kondisi alam sesuai keinginannya.

Dia mencontohkan, daerah rawa di Jakarta yang saat ini berubah fungsi menjadi perubahan menjadi pemicu banjir.

"Kalau dikembalikan fungsinya itu bagus, supaya tidak banjir di hulu dan bisa menyaring air yang tercemar dengan tanaman yang ada," ucap Irfan.

Baca juga: Eksploitasi Air Tanah: Tantangan dan Peluang Jakarta

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Teknologi Pendinginan Bisa Cegah 2 Miliar Ton Emisi Akibat Food Loss

Teknologi Pendinginan Bisa Cegah 2 Miliar Ton Emisi Akibat Food Loss

LSM/Figur
Kemenko Marves dan IGCN Kolaborasi Pusat Unggulan Rumput Laut

Kemenko Marves dan IGCN Kolaborasi Pusat Unggulan Rumput Laut

Pemerintah
Studi: Industri Peternakan Sapi Dapat Kurangi Emisi Hingga 30 Persen

Studi: Industri Peternakan Sapi Dapat Kurangi Emisi Hingga 30 Persen

Pemerintah
RGE Komitmen Dukung Transisi Energi Hijau, Targetkan 90 Persen Energi Bersih pada 2030

RGE Komitmen Dukung Transisi Energi Hijau, Targetkan 90 Persen Energi Bersih pada 2030

Swasta
Berkat Program CSR Vinilon Group dan Solar Chapter, Warga Desa Banuan Kini Merdeka Air Bersih

Berkat Program CSR Vinilon Group dan Solar Chapter, Warga Desa Banuan Kini Merdeka Air Bersih

Swasta
Kelola Limbah Plastik, Amandina Raih Penghargaan 'ESG Tech Environmental Services'

Kelola Limbah Plastik, Amandina Raih Penghargaan "ESG Tech Environmental Services"

Swasta
PBB: Planet yang Sehat  Disumbang dari Laut yang Juga Sehat

PBB: Planet yang Sehat Disumbang dari Laut yang Juga Sehat

LSM/Figur
Perlindungan Terhadap Biodiversitas Tingkatkan Perekonomian Bangsa

Perlindungan Terhadap Biodiversitas Tingkatkan Perekonomian Bangsa

Pemerintah
Pemerintah Ungkap Indonesia Punya Potensi Energi Surya 3.300 GW

Pemerintah Ungkap Indonesia Punya Potensi Energi Surya 3.300 GW

Pemerintah
Mengintip Strategi Efisiensi Energi Sido Muncul hingga Raih Lestari Awards 2024

Mengintip Strategi Efisiensi Energi Sido Muncul hingga Raih Lestari Awards 2024

Swasta
HUT Ke-70 SGM, Beri Dukungan Gizi dan Pendidikan untuk Generasi Indonesia

HUT Ke-70 SGM, Beri Dukungan Gizi dan Pendidikan untuk Generasi Indonesia

Swasta
Potensi Laut RI Melimpah, Tapi Baru Sumbang 7,9 Persen PDB

Potensi Laut RI Melimpah, Tapi Baru Sumbang 7,9 Persen PDB

Pemerintah
Standar Penegakan Hukum Jadi Katalis Investasi Keuangan Berkelanjutan

Standar Penegakan Hukum Jadi Katalis Investasi Keuangan Berkelanjutan

LSM/Figur
Sri Mulyani Serukan Sinyaling Harga Karbon Internasional

Sri Mulyani Serukan Sinyaling Harga Karbon Internasional

Pemerintah
China Berkomitmen Terapkan Tata Kelola Keanekaragaman Hayati

China Berkomitmen Terapkan Tata Kelola Keanekaragaman Hayati

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau