KOMPAS.com - Sejumlah desa di Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara, dikepung banjir.
Dilansir dari pemberitaan TribunTernate.com, upaya evakuasi warga yang terjebak banjit terus dilakukan.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Maluku Utara menyebutkan, sedikitnya 6.567 penduduk dan ribuan pekerja tambang mengalami penderitaan akibat banjir.
Baca juga: Banjir dan Longsor di Sumbar, HK Salurkan Rp 200 Juta
Enam sungai yakni Kobe, Akejira, Wosia, Meno, Yonelo, dan Sagea berpeluang mengirim banjir yang lebih besar dan berpotensi merendam lebih banyak desa.
Direktur Eksekutif Daerah Walhi Maluku Utara Faizal Ratuela mengatakan, banjir yang merendam desa-desa di Halmahera Tengah tidak lepas dari rusaknya bentang alam di bagian hulu.
Dia menambahkan, hanya dalam kurun 10 tahun terakhir, hutan primer seluas 188.000 hektare mengalami deforestasi seluas 26.100 hektare.
Faizal menyampaikan, deforestasi tersebut terjadi karena masifnya penambangan nikel di Halmahera Tengah.
Akibatnya, ekosistem hutan tidak lagi menahan laju kecepatan air yang bercampur dengan tanah dan material logam ke wilayah dataran rendah dan pesisir saat intensitas hujan yang lebih tinggi.
Baca juga: Bukan Cloud Seeding, Banjir Bandang Dubai Disebabkan Perubahan Iklim
Faizal menuturkan, jumlah izin usaha pertambangan (IUP) nikel di Kabupaten Halmahera Tengah mencapai 24 dengan luas konsesi 37.952,74 hektare.
"Desa pesisir yang terdampak bencana banjir sejak 20 Juli 2024 sampai hari ini sangat rentan mendapatkan bencana banjir susulan karena berada di sekitar kawasan industri pertambangan nikel PT Weda Bay Nikel (kawasan Industri PT IWIP), PT Tekindo Energi, PT Harum Sukses Mining, PT Saphire Indonesia Mining, PT Bakti Pertiwi Nusantara, PT Darma Rosadi Internasional, dan PT First Pacific Mining," kata Faizal dikutp dari siaran pers, Rabu (24/7/2024).
Berkaca dari situasi saat ini, Walhi Maluku Utara menilai Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah dan Pemerintah Provinsi Maluku Utara tidak serius menyikapi bencana banjir yang terjadi.
Selain itu, Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah dan Provinsi Maluku Utara dinilai tidak bersandar pada data pasti terkait jumlah warga yang terkena dampak bencana banjir.
Sehingga, ujar Faizal, model penanganan terhadap korban bencana akan mengalami kendala dan masalah, sekaligus berpeluang menimbulkan korban akibat keterlambatan evakuasi.
Baca juga: BMHS Berikan Pemeriksaan Kesehatan Gratis bagi Masyarakat Terdampak Banjir Sumbar
Di satu sisi, bencana banjir yang melanda empat desa di Kecamatan Weda Tengah berpeluang meluas ke empat desa di Kecamatan Weda Utara.
Dilansir dari Antara, personel TNI/Polri dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Halmahera Tengah dikerahkan untuk mengevakuasi korban banjir dan membantu posko di sekitar wilayah terdampak.
"Selain itu, personel juga dikerahkan ke daerah Kali Kobe dan Kali Akejira yang meluap mengakibatkan beberapa desa terendam," kata Kabid Humas Polda Maluku Utara Kombes Pol Bambang Suharyono.
Bambang menyampaikan, ekakuasi korban banjir telah dimulai sejak Minggu (21/7/2024) dan masih berlangsung hingga saat ini.
Tim gabungan memastikan bahwa para korban banjir terutama anak-anak dan lansia mendapatkan tempat berlindung yang aman dan layak dari ancaman banjir.
Baca juga: BRI Insurance Salurkan Bantuan untuk Korban Banjir di Kudus dan Demak
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya