Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertanian Organik Jadi Kunci Ketahanan Pangan, tapi Hadapi Banyak Tantangan

Kompas.com - 23/08/2024, 14:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Meski menjadi salah satu kunci ketahanan pangan, implementasi pertanian organik menghadapi sejumlah kendala. Pertanian konvensional masih dinilai lebih mudah.

Ekonom Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) Ernoiz Antriyandarti mengatakan, pertanian organik menjadi salah satu pendekatan pertanian berkelanjutan.

Selain berkontribusi pada pelestarian ekosistem, pertanian organik juga bisa mendukung ketahanan pangan.

Baca juga: Petani di Banyuwangi Didorong untuk Hilirisasi Produk Pertanian

Akan tetapi, masih ada berbagai tantangan yang menghadapi pengembangan pertanian organik.

"Para petani masih terkendala dalam beradaptasi dengan teknologi baru dan pertanian organik dinilai lebih ribet. Selain itu, masih adanya pola pikir masyarakat yang menganggap bahwa produk pertanian organik yang mahal," kata Ernoiz dalam webinar Gugutalk 1.0: Petani Berdaya, Alam Terjaga “Intervensi Menginspirasi: Membangun Petani Organik yang Cekatan, Rabu (21/8/2024).

Oleh karena itu, Ernoiz menyampaikan sektor pertanian organik memerlukan dukungan kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, akademisi, dan sektor swasta.

Dukungan tersebut dibutuhkan untuk menciptakan ekosistem yang mendukung petani agar lebih mandiri dan produktif.

Baca juga: Boja Farm Ekspor Produk Pertanian Organik Rp 3,5 Miliar

Dia menambahkan, penguatan ekonomi berbasis pertanian organik adalah kunci menuju ketahanan pangan yang lebih baik.

"Kolaborasi antar sektor menjadi elemen vital untuk mendorong petani organik menjadi lebih mandiri dan produktif," tutur Ernoiz dikutp dari siaran pers Gugula yang diterima Kompas.com.

Pegiat pertanian organik dan owner Berkah Dua Agri Joko Puspito berujar, ada tiga tantangan dalam menerapkan pertanian organik di desa.

Pertama, perubahan iklim yang menghambat masa tanam. Kedua, kelembagaan petani yang memengaruhi para petani beralih dari pertanian konvensional ke organik dan. Ketiga, budidaya atau teknis yang berkaitan dengan sertifikasi produk pertanian organik yang mahal.

Baca juga: Cegah Iklim, Kapuas Hulu Terapkan Pertanian Ramah Lingkungan

Joko menekankan, pertanian organik bukan sekadar tren, melainkan sebuah kebutuhan mendesak untuk masa depan.

Menurutnya, perlu inovasi berkelanjutan untuk memastikan petani di Indonesia siap menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim dan ketergantungan pada bahan kimia pertanian.

Dia mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk terus berinovasi agar pertanian organik dapat menjadi arus utama yang lebih diterima oleh masyarakat luas.

Sementara itu, Co-Founder Gugula Johan Maputra membeberkan praktik baik bentuk intervensi pertanian organik di Desa Ciherang, Kabupaten Lebak.

Baca juga: Optimalisasi Lahan Pasir untuk Pertanian di Kulonprogo

Awalnya, para petani di desa tersebut mengalami kendala dalam mengakses pupuk bersubsidi dan memiliki keterbatasan akses pengetahuan pertanian.

Dia menambahkan, para petani di Desa Ciherang merupakan mitra produsen gula aren bagi Gugula.

"Kami melihat terdapat potensi yang dimiliki oleh para petani di desa ini, salah satunya pengembangan pertanian organik. Kami melakukan intervensi untuk mendampingi dan mengedukasi petani agar piawai dalam bertani organik," papar Johan.

Disebutkan oleh Johan, kunci dalam keberhasilan intervensi tersebut adalah dengan merubah perilaku masyarakat melalui sosok local champion yang dapat menjadi contoh para petani lainnya.

Baca juga: Suara ADBI soal Komitmen G7 Atas Perubahan Iklim, Kesehatan, Kesejahteraan dan Pertanian

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau