KOMPAS.com - Emisi gas metana dari tambang batu bara di Indonesia pada 2023 terindikasi lebih besar daripada emisi yang disebabkan oleh kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada 2022.
Menurut asesmen yang dilakukan oleh lembaga think tank Ember Climate, emisi gas metana dari tambang batu bara terbuka di Indonesia dapat mencapai 675 kiloton metana.
Apabila ditambah dengan tambang batu bara tertutup, emisi gas metana dari tambang batu bara diproyeksikan mencapai sekitar 1007 kiloton metana.
Baca juga: Emisi Metana Tambang Batu Bara RI Terindikasi Lebih Tinggi dari Data Resmi
Jika angka tersebut dikonversikan ke faktor konversi 100 tahun terbaru untuk referensi potensi pemanasan global atau GWP, estimasi emisi metana dari tambang batu bara di Indonesia mencapai 30 juta ton setara karbon dioksida.
Sementara itu, menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK), total emisi dari karhutla pada 2022 sebesar 23,5 juta ton setara karbon dioksida yang melalap lebih dari 200.000 hektare lahan.
Itu berarti, emisi gas metana dari tambang batu bara di Indonesia lebih tinggi daripada karhutla dengan selisih sekitar 6,5 juta ton setara karbon dioksida.
Di sisi lain, estimasi emisi gas metana dari tambang batu bara yang dihitung oleh Ember Climate tersebut lebih tinggi daripada estimasi resmi pemerintah pada tahun 2019 yakni 2,7 juta ton setara karbon dioksida.
Baca juga: Batasi Kenaikan Suhu Bumi, Emisi Metana Harus Dipangkas 75 Persen
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, Indonesia mengestimasikan emisi gas metana dari tambang batu bara terbuka menggunakan metode Tier 1 dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim atau IPCC.
Metode sederhana ini mengestimasi emisi gas metana dari tambang batu bara menggunakan faktor referensi emisi.
Metode tersebut digunakan untuk memperkirakan jumlah gas metana yang dihasilkan untuk setiap ton batu bara yang diekstraksi atau diproduksi.
Indonesia menggunakan faktor emisi rendah 0,3 meter kubik metana per ton batu bara. Padahal, IPCC merekomendasikan bahwa faktor ini hanya digunakan ketika kedalaman lapisan batuan penutup tambang batu bara kurang dari 25 meter.
Baca juga: Metana dari Energi Terus Meningkat Sejak Pandemi
Tambang batu bara di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan, misalnya, memiliki kedalaman lapisan batuan penutup yang lebih dalam, masing-masing 30 meter dan 60 meter.
Apabila faktor emisi disesuaikan ke tingkat rata-rata atas yang direkomendasikan oleh IPCC, yakni 1,2 meter kubik metana per ton batu bara, maka emisi metana tambang batu bara permukaan akan meningkat empat kali lipat.
Di sisi lain, mengingat produksi batu bara Indonesia yang signifikan, IPCC juga menyarankan untuk mengelompokkan data aktivitas dan faktor emisi pada tingkat daerah atau cekungan tertentu yang kaya akan batu bara.
Ember Climate menyebutkan, ada sejumlah faktor yang menyebabkan estimasi resmi emisi gas metana dari tambang batu bara Indonesia terlalu rendah.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya