Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenhut: Deforestasi Indonesia Meningkat pada 2024

Kompas.com, 24 Maret 2025, 19:00 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Kementerian Kehutanan, Agus Budi Santosa, mengatakan angka deforestasi pada 2024 lebih tinggi dibandingkan dua tahun lalu.

Berdasarkan catatan, deforestasi Indonesia di 2024 mencapai 175.400 hektare. Sedangkan 2022 sebesar 104.032 hektare dan di tahun 2023 sebesar 121.100 hektare.

"Ini (deforestasi) memang naik dibandingkan dengan tahun 2020. Tetapi secara tren 10 tahun terakhir, angkanya ini trennya masih turun dibandingkan dengan laju (deforestasi) 10 tahun," ujar Agus dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (24/3/2025).

Menurut data Kemenhut laju deforestasi tertinggi terjadi di Kalimantan Timur dan wilayah Sumatera. Reforestasi tertinggi juga tercatat di Kalimantan Timur.

Adapun peningkatan deforestasi disebabkan sejumlah hal antara lain kebakaran hutan dan lahan, kebakaran lahan gambut, hingga penebangan pohon secara ilegal.

"Kami harus pastikan tidak ada lagi kebakaran hutan dan lahan di tahun 2005 dan seterusnya. Kedua, kami harus bisa pastikan lagi ke depannya, tidak boleh lagi ada illegal logging atau perambahan kawasan hutan," papar Agus.

Baca juga: Auriga: Mayoritas Deforestasi Sepanjang 2024 Terjadi di Area Konsesi 

Pihaknya melaporkan, luas hutan di Indonesia mencapai 95,5 juta hektare atau 51,1 persen dari total daratan pada 2024. Agus menjelaskan, deforestasi 175.400 hektare dihitung pengurangan deforestasi bruto sebesar 216.200 hektare dengan luas reforestasi 40.800 hektare.

Sejauh ini, Kemenhut telah berupaya melakukan reforestasi dengan merehabilitas hutan dan lahan seluas 217.900 hektare di 2024.

Rehabilitasi dilakukan di dalam kawasan seluas 71.300 dan di luar kawasan hutan seluas 146.600 hektare. Lainnya, menjaga agar ekosistem gambut tetap basah.

"Salah satu upaya dari Kementerian Kehutanan untuk menanggulangi deforestasi adalah gambut. Gambut itu paling susah dipadamkan, jadi kami harus yakinkan betul bahwa gambut-gambut yang ada di kita, terutama yang kedalamannya lebih dari 3 meter harus basah," jelas Agus. 

"Kalau dia basah, pada saat terjadinya kebakaran enggak akan nyebar kemana-mana. Jadi kekebakarannya lebih mudah dipadamkan," imbuh dia.

Upaya rehabiltas lahan selanjutnya ialah dengan menanam tanaman produktif melalui program yang dicanangkan Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial. Tanamannya pun beragam, mulai dari tanaman berkayu hingga tanaman tidak berkayu.

Baca juga: Kemenhut: Deforestasi Indonesia Capai 175.000 Hektare Sepanjang 2024

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Mahasiswa Sulap Sampah Jadi Karya Seni sebagai Pengingat Jaga Lingkungan
Mahasiswa Sulap Sampah Jadi Karya Seni sebagai Pengingat Jaga Lingkungan
LSM/Figur
RI Bergantung Infrastruktur Informal untuk Pengumpulan Sampah
RI Bergantung Infrastruktur Informal untuk Pengumpulan Sampah
LSM/Figur
Urgensi Moratorium Izin Tambang di Kalimantan
Urgensi Moratorium Izin Tambang di Kalimantan
Pemerintah
Studi Sebut Bahasa Iklim PBB Kikis Kepercayaan Publik terhadap Sains
Studi Sebut Bahasa Iklim PBB Kikis Kepercayaan Publik terhadap Sains
Pemerintah
Lahan Pertanian Bisa Jadi Kunci Melawan Perubahan Iklim
Lahan Pertanian Bisa Jadi Kunci Melawan Perubahan Iklim
Pemerintah
494 Karton Udang PT Bahari Makmur Sejati Dimusnahkan Usai Terkontaminasi Cs-137
494 Karton Udang PT Bahari Makmur Sejati Dimusnahkan Usai Terkontaminasi Cs-137
Pemerintah
Pertamina Salurkan Bantuan untukUrban Farming dan Pengelolaan Sampah Senilai Rp 6,5 Miliar
Pertamina Salurkan Bantuan untukUrban Farming dan Pengelolaan Sampah Senilai Rp 6,5 Miliar
BUMN
Pengunjung Taman Mini Kini Bisa Tabung Kemasan Botol Sekali Pakai
Pengunjung Taman Mini Kini Bisa Tabung Kemasan Botol Sekali Pakai
Swasta
Studi Sebut Teknologi Digital Efektif Ajarkan Keberlanjutan Laut pada Generasi Muda
Studi Sebut Teknologi Digital Efektif Ajarkan Keberlanjutan Laut pada Generasi Muda
Pemerintah
Ancaman Baru, Perubahan Iklim Perluas Habitat Nyamuk Malaria
Ancaman Baru, Perubahan Iklim Perluas Habitat Nyamuk Malaria
Pemerintah
Ironis, Tembok Alami di Pesisir Selatan Jawa Kian Terkikis Tambang Pasir
Ironis, Tembok Alami di Pesisir Selatan Jawa Kian Terkikis Tambang Pasir
Pemerintah
Maybank Group Alokasikan Rp 322 Triliun untuk Pendanaan Berkelanjutan
Maybank Group Alokasikan Rp 322 Triliun untuk Pendanaan Berkelanjutan
Swasta
Sampah Campur dan Kondisi Geografis Bikin Biaya Daur Ulang di RI Membengkak
Sampah Campur dan Kondisi Geografis Bikin Biaya Daur Ulang di RI Membengkak
Swasta
Kemenperin Setop Insentif Impor EV CBU Demi Genjot Hilirisasi Nikel
Kemenperin Setop Insentif Impor EV CBU Demi Genjot Hilirisasi Nikel
Pemerintah
Tak Hanya EV, Sektor Metalurgi Hijau Bisa Dongkrak Hilirisasi Nikel
Tak Hanya EV, Sektor Metalurgi Hijau Bisa Dongkrak Hilirisasi Nikel
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau