Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Permafrost Arktik yang Mencair Bisa Lepaskan "Bom" Merkuri

Kompas.com - 01/09/2024, 09:23 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ilmuwan memperingatkan ada bahaya tersembunyi dari Arktik yang mencair dengan cepat.

Ilmuwan menyebut memanasnya Arktik dapat menimbulkan konsekuensi bencana bagi jutaan orang yaitu 'bom merkuri'.

Dalam penelitian terbaru itu, peneliti memaparkan bahwa reservoir merkuri yang sangat besar yang terperangkap di lapisan tanah beku (permafrost) selama ribuan tahun dapat dilepaskan saat es mencair karena meningkatnya suhu global.

Logam beracun ini, seperti dikutip dari Independent, Minggu (25/8/2024) bisa menimbulkan ancaman serius bagi lingkungan dan kesehatan lima juga orang di wilayah Arktik dan sekitarnya.

Merkuri adalah neurotoksin yang berarti dapat menyebabkan kerusakan serius pada otak dan sistem saraf terutama jika terakumulasi dalam rantai makanan.

"Mungkin ada bom merkuri raksasa di Kutub Utara yang siap meledak," kata Josh West, profesor ilmu bumi dan studi lingkungan di USC Dornsife yang turut menulis penelitian tersebut.

Baca juga: Capung Bisa Bantu Ungkap Cara Merkuri Cemari Alam

Bom di Bawah Es yang Mencair

Kutub Utara yang menjadi titik fokus kekhawatiran krisis iklim memanas empat kali lebih cepat daripada rata-rata global.

Saat suhu meningkat, lapisan tanah beku yang menutupi sebagian besar Kutub Utara mencair dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Lapisan tanah beku bertindak seperti pembeku alami, tidak hanya mengawetkan bahan organik tetapi juga zat berbahaya seperti merkuri.

Lapisan tanah beku di Kutub Utara telah mengakumulasi logam selama ribuan tahun, diserap oleh tanaman yang mati, membusuk, dan menjadi bagian dari tanah beku.

Kabar buruknya, saat lapisan tanah beku ini mencair, merkuri dilepaskan ke lingkungan.

Sungai Yukon yang mengalir melalui Alaska menuju Laut Bering, memainkan peran penting dalam proses ini.

Baca juga: Kutub Selatan Bumi Wilayah Dingin, Kok Kutub Selatan Neptunus Panas?

Sungai ini mengikis lapisan tanah beku di sepanjang tepiannya, membawa sedimen yang mengandung merkuri ke hilir.

Sedimen yang mengandung kadar logam beracun yang berpotensi berbahaya kemudian mengendap di sepanjang jalur sungai.

Mengukur Merkuri

Ilmuwan dari USC Dornsife bekerja sama dengan peneliti dari lembaga seperti Caltech dan MIT telah mengembangkan metode baru untuk menilai seberapa banyak merkuri yang dilepaskan oleh lapisan tanah beku Arktik.

Ilmuwan menganalisis merkuri dalam sedimen yang dikumpulkan dari tepi sungai dan gundukan pasir yang memungkinkan mereka untuk memanfaatkan lapisan tanah yang lebih dalam.

Metode ini menawarkan gambaran yang lebih akurat tentang seberapa banyak merkuri yang dilepaskan dan seberapa banyak lagi yang dapat lolos saat lapisan tanah beku Arktik terus mencair.

Peneliti juga menggunakan data pengindraan jarak jauh dari satelit untuk melacak bagaimana jalur Yukon berubah seiring waktu.

Pergeseran ini penting karena memengaruhi seberapa banyak sedimen bermuatan merkuri yang terkikis dari tepi sungai sehingga memberikan gambaran yang lebih jelas tentang potensi ancaman.

Baca juga: Suhu Daratan Antarktika Naik 10 Derajat Celsius pada Juli

“Dengan menganalisis sedimen ini, kita dapat memperoleh perkiraan yang lebih baik tentang total merkuri yang dapat dilepaskan dalam beberapa dekade mendatang.” kata Isabel Smith, penulis utama studi dari USC Dornsife.

Jumlah merkuri yang terkunci di lapisan es Arktik sangat mengejutkan, yang menurut peneliti dapat mengerdilkan jumlah yang ditemukan di lautan, tanah, atmosfer, dan biosfer secara bersamaan.

Merkuri tidak terakumulasi secara kebetulan. Sirkulasi atmosfer alami planet ini cenderung memindahkan polutan ke garis lintang tinggi yang mengakibatkan penumpukan merkuri di Arktik.

Karena perilaku kimianya yang unik, banyak polusi merkuri berakhir di sini, tempat merkuri terperangkap di lapisan es selama ribuan tahun.

Dampak Merkuri

Hal ini menimbulkan risiko yang signifikan bagi lima juta orang yang tinggal di zona Arktik. Pasalnya, saat merkuri di lepaskan ke lingkungan, logam ini memasuki rantai makanan dan bisa terakumulasi pada ikan dan hewan buruan, makanan pokok masyarakat Arktik tradisional.

Potensi bahaya tersebut cukup signifikan. Dalam beberapa dekade mendatang, seiring dengan semakin banyaknya lapisan tanah beku yang mencair dan semakin banyak merkuri yang dilepaskan, dampak kumulatifnya bisa sangat parah.

Baca juga: Suhu Panas Sebabkan 47.000 Kematian di Eropa Tahun 2023

Ini juga bukan hanya masalah bagi Arktik. Merkuri dapat bergerak melalui atmosfer dan rantai makanan, yang pada akhirnya mencapai ekosistem dan populasi manusia yang jauh dari Arktik.

Peneliti pun menyebut memahami ancaman merkuri merupakan langkah awal yang penting. Dengan mengembangkan metode yang lebih akurat untuk mengukur merkuri di lingkungan, mereka bisa menawarkan alat yang berharga untuk penelitian dan pembuatan kebijakan di masa mendatang.

Namun, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Para ilmuwan perlu terus memantau situasi, terutama karena krisis iklim mempercepat pencairan lapisan tanah beku Arktik.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

RI Perlu Terapkan Ekonomi Restoratif, Seimbangkan Pembangunan dan Lingkungan

RI Perlu Terapkan Ekonomi Restoratif, Seimbangkan Pembangunan dan Lingkungan

LSM/Figur
AI Bisa Prediksi Kemungkinan Migrasi yang Disebabkan Iklim

AI Bisa Prediksi Kemungkinan Migrasi yang Disebabkan Iklim

LSM/Figur
Kesenjangan Gender di Sektor Pendidikan STEM Masih Tinggi

Kesenjangan Gender di Sektor Pendidikan STEM Masih Tinggi

Pemerintah
Kasus “Greenwashing” Turun untuk Pertama Kalinya dalam 6 Tahun

Kasus “Greenwashing” Turun untuk Pertama Kalinya dalam 6 Tahun

Swasta
Di Masa Depan, Peluang Pekerjaan Berbasis Kelestarian Lingkungan Sangat Besar

Di Masa Depan, Peluang Pekerjaan Berbasis Kelestarian Lingkungan Sangat Besar

LSM/Figur
Bumi Makin Banyak Tunjukkan Tanda-Tanda Krisis Iklim

Bumi Makin Banyak Tunjukkan Tanda-Tanda Krisis Iklim

Pemerintah
Proyek Pompa Hidram MMSGI di Kolam Pascatambang Jadi Sumber Air Bersih untuk Warga

Proyek Pompa Hidram MMSGI di Kolam Pascatambang Jadi Sumber Air Bersih untuk Warga

Swasta
IESR: Transisi Energi Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

IESR: Transisi Energi Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

LSM/Figur
Ekonomi Restoratif Dinilai Paling Tepat untuk Indonesia, Mengapa?

Ekonomi Restoratif Dinilai Paling Tepat untuk Indonesia, Mengapa?

LSM/Figur
Populasi Satwa Liar Global Turun Rata-rata 73 Persen dalam 50 Tahun

Populasi Satwa Liar Global Turun Rata-rata 73 Persen dalam 50 Tahun

LSM/Figur
Logam Berat di Lautan Jadi Lebih Beracun akibat Perubahan Iklim

Logam Berat di Lautan Jadi Lebih Beracun akibat Perubahan Iklim

Pemerintah
Tak Hanya Tekan Abrasi, Mangrove juga Turut Dorong Perputaran Ekonomi Masyarakat

Tak Hanya Tekan Abrasi, Mangrove juga Turut Dorong Perputaran Ekonomi Masyarakat

LSM/Figur
Konsumsi Daging Berkontribusi terhadap Kerusakan Lingkungan, Kok Bisa?

Konsumsi Daging Berkontribusi terhadap Kerusakan Lingkungan, Kok Bisa?

Pemerintah
Selenggarakan CSR Berkelanjutan, PT GNI Dapat Penghargaan di PKM CSR Award 2024

Selenggarakan CSR Berkelanjutan, PT GNI Dapat Penghargaan di PKM CSR Award 2024

Swasta
Kisah Warga Desa Mayangan yang Terancam Abrasi dan Inisiatif Kompas.com Tanam Mangrove

Kisah Warga Desa Mayangan yang Terancam Abrasi dan Inisiatif Kompas.com Tanam Mangrove

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau