KOMPAS.com - Menurut penelitian terbaru, suhu yang menerjang dunia pada 2023 menewaskan sedikitnya 47.000 orang di Eropa saja.
Temuan tersebut mengemuka dalam analisis terbaru yang dilakukan oleh Barcelona Institute for Global Health (ISGlobal) yang dipublikasikan dalam jurnal Nature Medicine, sebagaimana dilansir Euronews, Senin (12/8/2024).
Untuk diketahui, 2023 sempat dinobatkan sebagai tahun terpanas dalam sejarah.
Baca juga: Indonesia Punya 362 Lokasi Potensi Panas Bumi, Tersebar dari Sumatera sampai Papua
Menurut Copernicus Climate Change Service (C3S), suhu rata-rata global pada 2023 1,48 derajat celsius lebih hangat dibandingkan rata-rata temperatur dunia pada masa pra-industri tahun 1850-1900.
Di sisi lain, kematian akibat suhu panas di Eropa pada 2023 masih lebih rendah dibandingkan 2022 yang menurut asesmen ISGlobal tercatat lebih dari 61.000 orang.
Para peneliti dalam studi tersebut menemukan, angka kematian akibat suhu panas tahun lalu bisa menjadi 80 persen lebih tinggi tanpa adanya langkah-langkah untuk membantu orang beradaptasi dalam beberapa dekade terakhir.
"Hasil penelitian kami menunjukkan telah terjadi proses adaptasi di masyarakat terhadap suhu tinggi, yang secara dramatis telah mengurangi kerentanan dan beban kematian akibat suhu panas pada musim panas baru-baru ini, terutama di kalangan orang tua," kata Elisa Gallo, peneliti ISGlobal.
Baca juga: Pemerintah Dorong Optimalisasi Energi Panas Bumi Lewat Co-Generation
Musim panas di Eropa tahun 2023 ditandai oleh dua lonjakan suhu pada pertengahan Juli dan akhir Agustus.
Dari seluruh wilayah "Benua Biru", Yunani menjadi negara yang paling parah dengan 393 kematian per juta penduduk.
Diikuti oleh Bulgaria dengan 229 kematian per juta penduduk dan Italia 209 dengan kematian per juta penduduk.
Studi tersebut juga memperingatkan, jumlah kematian akibat gelombang panas di Eropa pada 2023 kemungkinan lebih besar daripada yang ditemukan.
Baca juga: Olimpiade Paris 2024 Dibayangi Kubah Panas Akibat Pemanasan Global
Itu karena penggunaan data kematian mingguan dapat membiaskan efek lonjakan jangka pendek yang dikaitkan dengan panas.
Para peneliti memperkirakan, kemungkinan jumlah kematian akibat panas pada tahun 2023 sebenarnya bisa mendekati 58.000 kematian di 35 negara yang diteliti.
Untuk memperkirakan jumlah nyawa yang diselamatkan melalui adaptasi, para peneliti menyesuaikan model epidemiologi mereka dengan periode 2000-2004, 2005-2009, 2010-2014, dan 2015-2019.
Mereka kemudian memasukkan angka tahun 2023 ke dalam masing-masing model ini untuk menghitung jumlah kematian yang akan terjadi di setiap periode jika suhu setinggi tahun lalu.
Jika suhu 2023 terjadi pada 2000-2004, angka kematian akibat panas akan lebih tinggi yakni 85.000 jiwa alias 80 persen lebih tinggi daripada periode 2015-2019.
Baca juga: Sekjen PBB: Dunia Semakin Panas dan Berbahaya bagi Semua
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya