KOMPAS.com - Sejumlah pakar mengusulkan rencana penyebaran besi di Samudera Pasifik untuk membantu menyerap karbon dioksida dari atmosfer, salah satu gas rumah kaca (GRK) penyebab pemanasan global.
Usulan tersebut dirilis dalam artikel penelitian berjudul Next steps for assessing ocean iron fertilization for marine carbon dioxide removal yang dirilis di jurnal Frontiers in Climate, 9 September 2024.
Artikel tersebut ditulis oleh sejumlah pakar lintas disiplin ilmu yang tergabung dalam lembaga nirlaba Exploring Ocean Iron Solutions (ExOIS).
Baca juga: Menteri LHK Sebut Jasa Karbon Bukan Greenwashing
Dalam artikel tersebut, para peneliti mengeklaim penyebaran besi dengan teknik ocean iron fertilisation (OIF) bisa menjadi cara yang murah, berskala luas, dan dapat diterapkan dengan cepat untuk menangkap karbon.
Dalam artikel itu juga, mereka memaparkan rencana untuk menghitung berapa banyak karbon dioksida yang dapat ditangkap melalui teknik itu dan dampaknya terhadap ekosistem laut.
Mereka berharap untuk memulai uji coba di lautan seluas 10.000 kilometer persegi di Samudera Pasifik wilayah timur laut paling cepat tahun 2026.
"Ini adalah pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade komunitas ilmiah kelautan bersatu untuk mendukung rencana penelitian khusus untuk besi di laut," kata penulis utama studi tersebut Ken Buesseler.
Baca juga: CarbonEthics Raup Rp 31,8 Miliar Kembangkan Karbon Biru
Untuk merealisasikan rencana tersebut, para pakar mengaku memerlukan dana senilai 160 juta dollar AS untuk merealisasikannya.
Di sisi lain, mereka telah menerima hibah sebesar 2 juta dollar AS dari Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional AS untuk pemodelan komputer.
Kini, para ilmuwan tersebut berencana untuk mengajukan permohonan kepada Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat untuk mendapatkan izin memulai uji coba.
OIF adalah teknik di mana sejumlah kecil mikronutrien besi dilepaskan ke permukaan laut untuk merangsang pertumbuhan fitoplankton.
Pertumbuhan fitoplankton secara cepat dapat menghilangkan karbon dioksida dari atmosfer melalui fotosintesis.
Baca juga: AI Bisa Tekan Emisi Karbon dan Tingkatkan Keuntungan Perusahaan, Bagaimana Caranya?
Ketika plankton mati atau dimakan hewan laut lain, sebagian karbon tersebut ikut tenggelam jauh ke dalam laut sehingga berpotensi tidak dapat lepas ke atmosfer selama berabad-abad.
Sejauh ini, ada cukup banyak besi yang masuk ke laut secara alami dari berbagai sumber seperti debu yang tertiup angin atau abu vulkanik.
Manajer proyek program ExOIS Paul Morris menuturkan, lautan memiliki kapasitas penyimpanan karbon yang sangat besar.
Penyimpanan karbon dari lautan 50 kali lebih besar dari atmosfer dan 15 hingga 20 kali lebih besar dari semua tanaman dan tanah di daratan.
"Peningkatan kemampuan alami laut untuk menyimpan karbon harus dipertimbangkan," ujar Morris.
Dia mengeklaim, bahkan jika semua emisi karbon dihentikan hari ini, dunia masih memerlukan penghilangan karbon dioksida oleh laut karena banyaknya karbon dioksida yang telanjur lepas ke atmosfer dari masa lampau.
Baca juga: Microsoft Beli 234.000 Kredit Karbon untuk Restorasi Hutan dari Perusahaan Meksiko
Sebenarnya, berbagai eksperimen pelepasan besi ke lautan sudah dilakukan pada dekade 1990-an dan 2000-an.
OIF sendiri dilarang secara internasional untuk tujuan komersial pada 2013 berdasarkan Protokol London setelah mendapatkan reaksi keras dari masyarakat.
Keberatan terhadap OIF memuncak ketika pengusaha asal AS Russ George membuang 100 ton debu besi ke lepas pantai Kanada, dengan tujuan untuk meningkatkan penangkapan ikan salmon.
Para kritikus khawatir, OIF dapat menimbulkan dampak negatif yang tidak diketahui terhadap laut.
Baca juga: Pembasahan Lahan Gambut Signifikan Turunkan Karbon Dioksida
Pertumbuhan fitoplankton juga dapat menghabiskan nutrisi sehingga tidak tersedia bagi organisme lain di tempat lain.
Sebuah studi yang dilakukan oleh para peneliti Perancis, Inggris, dan AS tahun lalu menemukan, menambahkan 1 hingga 2 juta ton besi ke laut setiap tahun dapat menangkap hingga 45 miliar ton karbon dioksida pada 2100.
Di sisi lain, penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa hal itu akan mencuri nutrisi dari organisme laut lainnya.
Para peneliti memperingatkan, baru ada sedikit yang diketahui tentang bagaimana metode seperti OIF akan berinteraksi dengan dampak perubahan iklim yang sedang berlangsung pada kehidupan laut.
Baca juga: Peran Pemerintah Daerah dalam Implementasi Pajak Karbon
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya