KOMPAS.com - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memberikan sertifikat industri hijau kepada 10 perusahaan dalam negeri.
Sertifikat hijau tersebut dimaksudkan untuk memacu penerapan standardisasi industri yang berorientasi penggunaan energi baru terbarukan (EBT).
Pemberian sertifikat hijau tersebut dilakukan oleh Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin Andi Rizaldi dalam The 1st Annual Indonesia Green Industry Summit (AIGIS) di Jakarta, Jumat (19/9/2024).
Baca juga: Kemenperin Dorong Pelaku Industri Manfaatkan Hidrogen Hijau
Ke-10 industri yang menerima sertifikat adalah Perkebunan Nasional IV - Regional 1 PPK Sei Silau, PT Sariguna Primatirta Tbk - Plant Pasuruan, PT Labda Anugerah Tekstil, dan PT Ozzy Batik Pekalongan.
Selanjutnya yakni PT Sunrise Steel, PT Tirta Sibayakindo, PT Atlantic Biruraya, PT Tirta Investama-Pabrik Tanggamus, PT Platinum Ceramics Industry, serta PT Tata Metal Lestari.
Perusahaan yang menerima sertifikat itu diharapkan menjadi contoh bagi pelaku industri lain di dalam negeri untuk segera menerapkan prinsip industri hijau dalam proses bisnisnya.
Baca juga: Studi: Industri Peternakan Sapi Dapat Kurangi Emisi Hingga 30 Persen
Hal ini berguna untuk mewujudkan akselerasi penurunan emisi karbon dan net zero emissions (NZE) pada 2050.
"Salah satu inisiatif kunci untuk penguatan dan percepatan penerapan industri hijau juga meliputi penerapan standar industri hijau dan penghargaan industri hijau," kata dia Andi, sebagaimana dilansir Antara.
Andi menjelaskan, prinsip industri hijau di Tanah Air diterapkan melalui pelaksanaan efisiensi sumber daya bahan baku, energi, dan air.
Baca juga: Punya Potensi Melimpah, Industri Perikanan Bisa Serap Tenaga Kerja
Pelaksanaan efisiensi ini kemudian mendorong transisi menuju penggunaan EBT, peningkatan inovasi teknologi, pengendalian dan pengelolaan bahan kimia dan limbah, serta upaya penurunan emisi gas rumah kaca.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, penerapan prinsip industri hijau akan secara langsung meningkatkan nilai tambah perekonomian sektor industri, sekaligus mewujudkan NZE pada 2050.
Agus berujarm hal itu dapat dilihat dari peringkat Indonesia yang berada di posisi ke-12 Leading Manufacturing Countries pada 2023, di atas Rusia dan Turkiye.
Selain itu, nilai Manufacturing Value Added (MVA) Indonesia pada tahun yang sama mencapai 255 miliar dollar AS, atau meningkat 14 miliar dollar AS secara tahunan.
Baca juga: Suntech Perkuat Industri Panel Surya Indonesia melalui Investasi Strategis
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya