Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 23 September 2024, 09:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menampik nilai ekonomi karbon (NEK) dalam jasa karbon untuk penurunan karbon dioksida sebagai upaya greenwashing.

Greenwashing merupakan adalah strategi pemasaran dan komunikasi untuk memberikan citra yang ramah lingkungan akan tetapi palsu belaka.

Dia menyampaikan, penghitungan jasa karbon harus didasarkan pada langkah berintegritas atau high integrity environmentally.

Baca juga: CarbonEthics Raup Rp 31,8 Miliar Kembangkan Karbon Biru

Hal tersebut disampaikan Siti dalam diskusi bertema "Percepatan Pengembangan Nilai Ekonomi Karbon di Indonesia" bersama Komisi IV DPR RI.

"Jadi bukan karbon asal-asal, karbon palsu, bukan asal pengakuan saja, sehingga bukan pula greenwashing," kata Siti sebagaimana dilansir Antara, Sabtu (21/9/2024).

"Di situ ada syaratnya transparan, akuntabel, akurat, comparable, komplit, dan konsisten," sambungnya.

Siti menjelaskan, NEK menjadi pemenuhan target iklim yang tertuang dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) yang telah ditetapkan sebagai komitmen secara nasional kepada global.

Dia menjelaskan NEK penting untuk memegang prinsip yang sudah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 16 tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement.

Baca juga: AI Bisa Tekan Emisi Karbon dan Tingkatkan Keuntungan Perusahaan, Bagaimana Caranya?

Hal itu memastikan kebijakan NEK Indonesia harus mengikuti ketentuan Perjanjian Paris.

Kementerian LHK, kata Siti, meyakini karbon bukan komoditas, tapi jasa aktivitas penurunan emisi gas rumah kaca.

Siti menambahkan, NEK dalam skema jual beli karbon merupakan bentuk jasa penurunan emisi gas rumah kaca.

"Ada dispute (sengketa) dalam pemahamannya. Disangkanya jual karbon adalah menjual semua karbon dari hutan kita. Padahal sebetulnya bagaimana jasa kita menurunkan emisi dan terus menerus menanam untuk menambah penyerapan karbon," papar Siti.

Dengan demikian, katanya, ada dua sisi yang harus dilihat yaitu aspek persediaan dan permintaan.

Baca juga: Microsoft Beli 234.000 Kredit Karbon untuk Restorasi Hutan dari Perusahaan Meksiko

Persediaan bukan hanya stok dari alam untuk diperdagangkan, tetapi berupa jasa penurunan emisi karbon dari aktivitas, bukan semata-mata carbon offset alias penyeimbang karbon.

Dalam pengelolaan karbon juga ada hak manajemen atau operasi dari pelaku usaha dalam rangka menurunkan emisi karbon.

Operasi tersebut mendapatkan mandat dari negara melalui perizinan atau secara sukarela dari masyarakat dengan menanam pohon.

Terdapat pula hak ekonomi, di mana NEK dapat memberikan manfaat secara ekonomi berupa pendapatan negara, yang saat ini masih perlu diformulasikan bersama Kementerian Keuangan.

Capaian angka karbon tersebut juga merefleksikan performa atau kapasitas Indonesia di antara negara-negara di dunia.

"Tidak perlu ada keraguan bahwa kita bisa bekerja dengan pengendalian emisi karbon sekaligus juga ekonomi bisa bertumbuh," ucap Siti.

Baca juga: Peran Pemerintah Daerah dalam Implementasi Pajak Karbon

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
LSM/Figur
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Pemerintah
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar 'Langkah Membumi Ecoground 2025'
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar "Langkah Membumi Ecoground 2025"
Swasta
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
BUMN
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
Pemerintah
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
LSM/Figur
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Pemerintah
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
Pemerintah
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
Pemerintah
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
LSM/Figur
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
Pemerintah
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Pemerintah
Bisa Suplai Listrik Stabil, Panas Bumi Lebih Tahan Krisis Iklim Ketimbang EBT Lain
Bisa Suplai Listrik Stabil, Panas Bumi Lebih Tahan Krisis Iklim Ketimbang EBT Lain
Swasta
BCA Ajak Penenun Kain Gunakan Pewarna Alami untuk Bidik Pasar Ekspor
BCA Ajak Penenun Kain Gunakan Pewarna Alami untuk Bidik Pasar Ekspor
Swasta
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau