KOMPAS.com - Guru Besar Fakultas Kedokteran Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Mataram Profesor Hamsu Kadriyan mendorong para kepala daerah yang terpilih di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 untuk fokus dalam pencegahan dan penanganan stunting.
"Siapa pun yang nantinya terpilih sebagai kepala daerah perlu memiliki komitmen yang kuat dalam pencegahan dan penanganan stunting di Indonesia, " ujar Hamsu, sebagaimana dilansir Antara, Kamis (7/11/2024).
Dia menambahkan, komitmen kuat kepala daerah tersebut nanti tercermin dari pengalokasian anggaran di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Refleksi tersebut juga akan tercermin dari kebijakan yang fokus pada pencegahan dan penanganan stunting. Selain itu, kebijakan yang diambil hendaknya berbasiskan hasil penelitian.
Hamsu memberi contoh di Nusa Tenggara Barat (NTB), terdapat hasil riset inter disiplin Action Against Stunting Hub (AASH) yang bermanfaat untuk pencegahan dan penanganan stunting.
Oleh karenanya, pihaknya mendorong agar hasil riset itu diadopsi dan diimplementasikan untuk penanganan stunting.
"Apalagi NTB merupakan provinsi dengan angka stunting tertinggi nomor tiga di Indonesia. Perlu adanya komitmen kuat dari kepala daerah untuk pencegahan dan penanganan stunting ini, " imbuh dia.
Baca juga: Desa Butuh Pendamping Profesional untuk Atasi Stunting
Peneliti senior Country Lead SEAMEO RECFON Umi Fahmida mengatakan, studi AASH yang dilakukan di Lombok Timur menunjukkan mayoritas ibu hamil di Lombok Timur terpapar asap rokok.
"Hampir 80 persen merupakan perokok pasif, jadi ibu-ibu hamil ini masih terpapar asap rokok," ucap Umi.
Tingkat stres pada ibu hamil di Lombok Timur cukup tinggi. Stres dialami 8 dari 10 ibu hamil, dan satu dari empat ibu mengalami depresi. Hal itu menunjukkan pentingnya kesehatan mental pada ibu hamil.
Hasil studi AASH menunjukkan terjadi pelonjakan angka stunting pada anak usia MPASI dari 12,2 persen saat usia 6 bulan menjadi 31,3 persen pada usia 12 bulan.
Baca juga: Gerakan Makan Telur, Upaya Tekan Stunting di NTT
Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) NTB Nurhandini Eka Dewi mengatakan, kepala daerah juga perlu memperhatikan aspek keamanan pangan karena erat kaitannya dengan stunting.
Studi AASH menemukan, 80 persen ikan yang dikonsumsi terkontaminasi E coli dan 21 persen terkontaminasi Salmonella.
"Ini cocok dengan gambaran angka kesakitan diare di NTB yang masih menduduki posisi nomor tiga di kalangan balita dan juga menjadi penyebab kematian pada bayi dan balita, " kata Eka.
Baca juga: Tekan Stunting, Rajawali Nusindo Salurkan 438.000 Bantuan Pangan Pemerintah di NTT
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya