Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi: Pembakaran Sampah dengan Insenerator di TPA Kontaminasi Ekosistem Sekitar

Kompas.com, 8 November 2024, 11:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Praktik pembakaran sampah dengan insinerator di tempat pembuangan akhir (TPA) mengontaminasi ekosistem sekitarnya dengan polutan berbahaya dioksin dan furan.

Temuan tersebut mengemuka berdasarkan penelitan yang dilakukan oleh Nexus3 Foundation. Berdasarkan temuan tersebut, butuh penanganan limbah hasil pembakaran lebih baik.

Toxic and Zero Waste Program Officer Nexus3 Foundation Annisa Maharani menyampaikan, penelitian tersebut dilakukan dengan mengambil sampel tanah, telur, serta abu terbang dalam radius tiga kilometer dari TPA Bantargebang, Jawa Barat.

Baca juga: Coca-Cola Luncurkan Wawasan Nusantara, Program Kelola Sampah dan Pertanian Masyarakat

Dari hasil penelitian, ditemukan kandungan polutan karena pembakaran sampah dengan insinerator tanpa teknologi mumpuni masih terjadi.

Hal tersebut termasuk pembakaran dengan tungku bakar atau praktik pembakaran sampah secara terbuka yang dilakukan individu di sekitar TPA tersebut.

"Ternyata tanah yang kita ambil dari beberapa titik semuanya terkontaminasi dioksin dan furan. Tidak hanya itu tanah-tanahnya juga terkontaminasi senyawa POP (polutan organik persisten)," kata Annisa, sebagaimana dilansir Antara, Kamis (7/11/2024).

POP adalah kontaminan kimia yang berbahaya bagi lingkungan yang dapat bertahan lama atau mengendap di tanah.

Baca juga: Sampah Plastik Bisa Dideteksi dari Luar Angkasa

Selain terdapat dalam sampel tanah, kandungan dioksin dan furan yang melebihi batas aman juga ditemukan di sampel telur yang diambil dekat salah satu TPA terbesar di Asia Tenggara itu.

Hal serupa juga ditemukan dari batako yang dibuat dengan campuran abu dari hasil pembakaran menggunakan insinerator di lokasi tersebut.

Dalam kegiatan pengambilan sampel yang dilakukan pada 2021 itu, mereka juga menemukan kandungan dioksin dan furan dalam abu sisa pembakaran di insinerator di TPA.

Paparan secara konsisten terhadap polutan tersebut, jelasnya, baik secara langsung maupun melalui produk makanan seperti telur dan susu akan memengaruhi pertumbuhan pada anak serta janin dalam kandungan. Penumpukan pada tubuh manusia juga dapat menyebabkan kanker.

Baca juga: Kementerian LH Minta Hotel-Restoran Kelola Sampah Makanan Sendiri

"Kami merekomendasikan kepada pemerintah untuk memasukkan parameter dioksin dan furan ke dalam prosedur TCLP (toxicity characteristic leaching procedure) sebelum limbah dibuang diperiksa. Apakah kontaminasi atau senyawa polutan di abu atau limbah B3 bisa keluar ke lingkungan," katanya.

Dalam prosedur TCLP saat ini belum dimasukkan pemeriksaan parameter polutan berbahaya seperti dioksin dan furan.

Dia juga merekomendasikan penerapan regulasi pembuangan limbah abu dari insinerator skala kecil dan tungku bakar serta melakukan lebih banyak studi terkait bahaya dioksin, furan, dan POP lain di Indonesia.

Baca juga: Program Harum Manis PGN, Olah Sampah Jadi Obat hingga Manfaatkan Solar Panel

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
Pemerintah
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
LSM/Figur
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
Pemerintah
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Pemerintah
Bisa Suplai Listrik Stabil, Panas Bumi Lebih Tahan Krisis Iklim Ketimbang EBT Lain
Bisa Suplai Listrik Stabil, Panas Bumi Lebih Tahan Krisis Iklim Ketimbang EBT Lain
Swasta
BCA Ajak Penenun Kain Gunakan Pewarna Alami untuk Bidik Pasar Ekspor
BCA Ajak Penenun Kain Gunakan Pewarna Alami untuk Bidik Pasar Ekspor
Swasta
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Pemerintah
PLTP Kamojang Hasilkan 1.326 GWh Listrik, Tekan Emisi 1,22 Juta Ton per Tahun
PLTP Kamojang Hasilkan 1.326 GWh Listrik, Tekan Emisi 1,22 Juta Ton per Tahun
BUMN
Pertamina EP Cepu Dorong Desa Sidorejo Jadi Sentra Pertanian Organik Blora
Pertamina EP Cepu Dorong Desa Sidorejo Jadi Sentra Pertanian Organik Blora
BUMN
Pergerakan Manusia Melampaui Total Migrasi Satwa Liar, Apa Dampaknya?
Pergerakan Manusia Melampaui Total Migrasi Satwa Liar, Apa Dampaknya?
Pemerintah
Tambang Batu Bara Bekas Masih Lepaskan Karbon, Studi Ungkap
Tambang Batu Bara Bekas Masih Lepaskan Karbon, Studi Ungkap
Pemerintah
KKP Pastikan Udang RI Bebas Radioaktif, Kini Ekspor Lagi ke AS
KKP Pastikan Udang RI Bebas Radioaktif, Kini Ekspor Lagi ke AS
Pemerintah
Sampah Plastik “Berlayar” ke Samudra Hindia dan Afrika, Ini Penjelasan Peneliti BRIN
Sampah Plastik “Berlayar” ke Samudra Hindia dan Afrika, Ini Penjelasan Peneliti BRIN
Pemerintah
75 Persen Hiu Paus di Papua Punya Luka, Tunjukkan Besarnya Ancaman yang Dihadapinya
75 Persen Hiu Paus di Papua Punya Luka, Tunjukkan Besarnya Ancaman yang Dihadapinya
LSM/Figur
Jangan Sia-siakan Investasi Hijau China, Kunci Transisi Energi Indonesia Ada di Sini
Jangan Sia-siakan Investasi Hijau China, Kunci Transisi Energi Indonesia Ada di Sini
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau