Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baru Dilantik Jadi Presiden, Trump Langsung Tarik AS Keluar Perjanjian Paris

Kompas.com - 21/01/2025, 11:06 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Setelah dilantik menjadi Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump langsung meneken perintah eksekutif (semacam keputusan presiden atau keppres) untuk menarik "Negeri Paman Sam" keluar dari Perjanjian Paris.

Perjanjian Paris merupakan pakta iklim yang diratifikasi hampir semua negara di dunia untuk mencegah suhu Bumi naik 1,5 derajat celsius.

"Saya segera menarik diri dari perjanjian iklim Paris yang tidak adil dan sepihak," kata Trump sebelum menandatangani perintah tersebut sebagaimana dilansir Reuters, Senin (20/1/2024).

Baca juga: Menang Pilpres, Trump Bersiap Tarik AS dari Perjanjian Paris

Dengan demikian, Trump kembali menarik Washington dari Perjanjian Paris untuk kedua kalinya ketika dia menjabat sebagai Presiden AS.

"AS tidak lagi menyabotasi industri dalam negeri saat China melakukan pencemaran lingkungan tanpa hukuman," ujar Trump.

Ditariknya AS dari perjanjian tersebut membuat "Negeri Paman Sam" membersamai Iran, Libya, dan Yaman sebagai negara-negara tersisa di dunia yang tidak meratifikasi Perjanjian Paris.

Penarikan AS dari Perjanjian Paris tersebut direspons oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres melalui juru bicaranya, Florencia Soto Nino.

Guterres menyakini, kota, negara bagian, dan bisnis di AS akan terus menunjukkan kepemimpinan dan upaya pertumbuhan ekonomi rendah karbon.

"Sangat penting bagi AS untuk tetap menjadi pemimpin dalam isu lingkungan. Upaya kolektif berdasarkan Perjanjian Paris telah membuat perbedaan, tetapi kita perlu melangkah lebih jauh dan lebih cepat bersama-sama," ujar Guterres.

Baca juga: Nitrogen Dioksida Terus Naik, Target Perjanjian Paris Bisa Meleset

Penarikan kedua

Sebelum menjabat di masa kepresidenan kali ini, Trump sebelumnya telah menarik AS dari Perjanjian Paris pada 2017 di masa kepresidenannya yang pertama.

Ketika dia lengser dalam pemilihan presiden pada 2020 dan Joe Biden menjabat sebagai Presiden AS pada 2021, "Negeri Paman Sam" kembali masuk ke Perjanjian Paris.

Mantan negosiator iklim sekaligsus penasihat kebijakan senior untuk Perancis, Paul Watkinson, menuturkan penarikan AS dari Perjanjian Paris kali ini bisa berdampak lebih buruk terhadap upaya perlawanan iklim global.

Saat ini, AS merupakan penghasil emisi gas rumah kaca (GRK) terbesar kedua di dunia setelah China.

Kepergian AS dari Perjanjian Paris bakal merusak ambisi global untuk memangkas emisi GRK, paling tidak emisi yang dihasilkan dari negara tersebut.

Baca juga: 9 Tahun Usai Perjanjian Paris, Transisi Energi Terganjal Kesenjangan Teknologi

Baru-baru ini, 2024 dinobatkan Organisasi Meteorologi Dunia sebagai tahun terpanas sepanjang sejarah dengan kenaikan suhu 1,5 derajat celsius dibandingkan masa pra-industri.

Tanpa perubahan kebijakan saat ini, dunia juga sedang berada pada jalur kenaikan suhu hingga 3 derajat celsius pada akhir abad ini atau 2100 menurut laporan PBB.

Li Shuo, pakar diplomasi iklim dari Asia Society Policy Institute, menyampaikan penarikan diri AS berisiko melemahkan kemampuan Washington untuk bersaing dengan China dalam pasar energi bersih seperti tenaga surya dan kendaraan listrik.

"China berpeluang menang, dan AS berisiko semakin tertinggal," ujar Li.

Baca juga: Pemerintah Susun Target Iklim, IESR: Perlu Sejalan Perjanjian Paris

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau