Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Generasi Muda Kehilangan Minat pada Investasi Berkelanjutan

Kompas.com - 21/01/2025, 16:00 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Peneliti dari Universitas Stanford, Amerika Serikat menyebut investor Milenial dan Gen Z kehilangan minat dalam investasi berkelanjutan dan lebih lebih memprioritaskan pada aspek keuntungan.

Hal tersebut terungkap setelah selama tiga tahun berturut-turut peneliti melakukan survei sikap investor ritel Amerika terhadap isu lingkungan, sosial, dan tata kelola.

Survei pertama, yang dilakukan pada tahun 2022 mencatat investor Milenial dan Gen Z jauh lebih bersemangat dalam investasi keberlanjutan dan bersedia mengorbankan keuntungan dibandingkan Gen X dan Baby Boomer.

Namun, semangat investor muda ini mulai kendur pada 2023 dan bahkan dalam survei terbaru yang dilakukan pada musim gugur 2024, semangat tersebut anjlok drastis.

Dikutip dari Phys, Selasa (21/1/2025) pada tahun 2022, sebanyak 44 persen investor muda menganggap sangat penting bagi perusahaan investasi untuk menggunakan hak suara mereka untuk memengaruhi prioritas lingkungan dari perusahaan portofolio mereka.

Akan tetapi tahun 2023 jumlahnya turun menjadi 27 persen dan tahun 2024 ini tinggal 11 persen saja.

Baca juga: Perdagangan Karbon Berpeluang Dongkrak Investasi Teknologi Hijau

Laporan ini juga menyebut investor muda jauh lebih sedikit khawatir tentang isu-isu ESG pada tahun 2024 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Mereka juga cenderung tidak ingin manajer dana mengadvokasi praktik ESG yang lebih baik jika itu berarti kehilangan uang.

Hanya 10 persen investor muda yang mengatakan bahwa mereka bersedia kehilangan lebih dari 10 persen tabungan pensiun mereka untuk mewujudkan perbaikan lingkungan seperti mengurangi emisi karbon dan meningkatkan penggunaan energi terbarukan. Jumlah itu turun dari 33 persen pada tahun 2022.

Penurunannya sama tajamnya dalam hal dukungan untuk isu-isu sosial seperti menghilangkan kesenjangan upah gender dan menyediakan tunjangan karyawan seperti cuti orang tua dan penitipan anak di tempat kerja.

Penurunan itu pun menjadi tanda yang jelas bahwa investor memprioritaskan keuntungan daripada preferensi lainnya.

Pergeseran Sentimen

Para peneliti mengaitkan pergeseran sentimen ini dengan perubahan lanskap ekonomi.

Ketika mereka mulai menyurvei investor pada tahun 2022, suku bunga rendah, pasar tenaga kerja kuat, dan uang stimulus pandemi masih mengalir melalui ekonomi.

Baca juga: Investasi Berdampak Bisa Wujudkan Praktik Bisnis Ramah Lingkungan

Tahun-tahun berikutnya menyaksikan periode inflasi yang cepat, kenaikan suku bunga, dan pengetatan pasar tenaga kerja.

Kondisi tersebut membuat investor muda lebih pesimis terhadap ekonomi dan kurang bersedia kehilangan uang untuk tujuan lingkungan atau sosial.

Oleh karena itu, masa depan ESG mungkin bergantung pada apa yang terjadi dengan ekonomi dan pada bagaimana ESG itu sendiri berkembang.

"Jika sentimen ESG sangat berkorelasi dengan keyakinan ekonomi, kita akan melihat peningkatan dukungan ketika kondisi keuangan membaik," kata Brian Tayan, Peneliti dari Universitas Stanford.

Ketidakstabilan seperti itu juga akan mempersulit manajer dana, eksekutif perusahaan, dan anggota dewan untuk mengetahui apa mandat mereka dalam hal mendorong kemajuan pada isu-isu ESG.

Sementara itu di sisi lain, peneliti menilai investor ritel dan institusional akan lebih fokus pada isu lingkungan karena dampak perubahan iklim semakin nyata dan dampaknya terhadap bisnis relatif mudah diukur.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau