Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Bahan Kimia Abadi" PFAS Mengancam Kita, Eropa Berencana Melarangnya

Kompas.com - 22/01/2025, 16:19 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Komisi Uni Eropa (UE) mengusulkan pelarangan penggunaan PFAS atau sering disebut "bahan kimia abadi" dalam produk konsumen.

Usulan ini menargetkan pelarangan dalam barang-barang seperti kosmetik, wajan anti lengket, dan penggunaan di tingkat industri.

Perfluoroalkyl and Polyfluoroalkyl Substances (PFAS) merupakan kelompok yang terdiri dari lebih dari 10.000 bahan kimia buatan manusia yang bertahan lama di lingkungan.

PFAS telah beredar dalam produk konsumen sejak tahun 1950-an, mulai dari kemasan makanan, peralatan memasak, pakaian, karpet anti noda, dan busa pemadam kebakaran.

Jika tidak terurai secara alami, bahan itu akan terakumulasi dan menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan.

Beberapa penelitian menghubungkan paparan bahan tersebut dengan kerusakan hati, gangguan kekebalan dan hormon, kanker, serta penyakit lainnya.

Baca juga: Berdampak Buruk ke Lingkungan, Pagar Laut Tangerang Harus Segera Dibongkar

Mengutip ESG News, Rabu (22/1/2025) Komisaris Lingkungan UE Jessika Roswall mengonfirmasi bahwa larangan tersebut terutama akan difokuskan pada produk sehari-hari.

Akan tetapi, ia mengakui bahwa penggunaan industri yang "penting", seperti inhaler asma dan semikonduktor untuk kendaraan listrik, kemungkinan akan mendapatkan pengecualian.

Pengecualian ini masih dalam pembahasan, dengan kemungkinan pembatasan pada metode pembuangan.

Badan Kimia Eropa sendiri telah menerima ribuan permintaan pengecualian dari pemangku kepentingan industri, khususnya mereka yang bergerak di sektor otomotif, energi bersih, dan plastik.

Termasuk tuntutan untuk mempertahankan penggunaan fluoropolymer, sejenis PFAS yang digunakan dalam produk seperti pakaian tahan air dan panel surya.

Habiskan Biaya

Melansir Sustainability Magazine, data dari Forever Lobbying Project (FLP) menunjukkan bahwa pembersihan polusi 'bahan kimia abadi' di Inggris dan Eropa bisa menelan biaya hingga 2 triliun dollar AS selama periode 20 tahun.

Baca juga: Industri Pakaian Sumber Polusi Plastik yang Terabaikan

Data tersebut juga memperkirakan tagihan tahunan akan mencapai hampir 103,3 miliar dollar AS per tahun dengan 12 miliar dollar AS hanya berasal dari Inggris saja.

Sementara itu, survei YouGov menemukan lebih dari tiga perempat responden mengatakan penggunaan PFAS yang diketahui beracun harus segera dihentikan atau dikenakan kontrol yang lebih efektif.

Hal ini memunculkan seruan agar perlindungan publik dari PFAS yang beracun diatur dalam undang-undang tindakan khusus air.

"RUU ini merupakan langkah awal yang penting, dan kami juga mendesak pemerintah dan industri untuk membangun perubahan ini dengan membuat inventaris nasional PFAS dan memberlakukan batasan yang lebih ketat pada pembuangan limbah industri,” ungkap Stephanie Metzger, Penasihat Kebijakan Kimia Royal Society of Chemistry (RSC).

Bagaimana dengan Indonesia?

International Pollutants Elimination Network (IPEN) sempat melakukan riset di Indonesia untuk mengetahui penggunaan bahan PFAS pada barang-barang yang dipasarkan. 

Jenis barang yang mengandung PFAS diantaranya pakaian tahan air, hijab tahan air, kertas bungkus burger, kotak makanan, hingga kantong popcorn.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan bersama dengan AS, tidak ada perbedaan antara kantong popcorn yang beredar di Indonesia dan AS.

IPEN merekomendasikan pelarangan penggunaan PFAS, terutama karena Indonesia telah menandatangani Konvensi Stockholm yang menuntut penghapusan global bahan itu. 

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) diminta melarang impor bahan yang mengandung PFAS, seperti kantong popcorn.

Baca juga: Ada Potensi Racun di Lubang Tambang Timah, Polisi Minta Akademisi Meneliti

 

 

 

 

sumber https://esgnews.com/eu-proposes-ban-on-forever-chemicals-in-consumer-products-with-limited-exemptions/
https://sustainabilitymag.com/articles/taking-the-forever-out-of-forever-chemicals-a-1-6t-cleanup

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Unhas dan University of Hawai’i Bahas Kemiri Jadi Bahan Bakar Pesawat

Unhas dan University of Hawai’i Bahas Kemiri Jadi Bahan Bakar Pesawat

LSM/Figur
Perayaan Paskah di Inggris Hasilkan 8.000 Ton Sampah Kemasan Telur Cokelat

Perayaan Paskah di Inggris Hasilkan 8.000 Ton Sampah Kemasan Telur Cokelat

Pemerintah
MIND ID Siapkan 4 Proyek Prioritas yang Bisa Didanai Danantara

MIND ID Siapkan 4 Proyek Prioritas yang Bisa Didanai Danantara

BUMN
Nestle Manfaatkan Limbah Sekam Padi untuk Bahan Bakar di 3 Pabrik

Nestle Manfaatkan Limbah Sekam Padi untuk Bahan Bakar di 3 Pabrik

Swasta
Penetapan Taman Nasional di Pegunungan Meratus Dinilai Ciderai Kehidupan Masyarakat Adat

Penetapan Taman Nasional di Pegunungan Meratus Dinilai Ciderai Kehidupan Masyarakat Adat

LSM/Figur
Langkah Hijau Apple, Pangkas Emisi Gas Rumah Kaca Global Lebih dari 60 Persen

Langkah Hijau Apple, Pangkas Emisi Gas Rumah Kaca Global Lebih dari 60 Persen

Pemerintah
Pengesahan UU Masyarakat Adat Jadi Wujud Nyata Amanat Konstitusi

Pengesahan UU Masyarakat Adat Jadi Wujud Nyata Amanat Konstitusi

LSM/Figur
KLH Tempatkan Tim Khusus Tangani Sampah Laut di Bali

KLH Tempatkan Tim Khusus Tangani Sampah Laut di Bali

Pemerintah
75 Tahun Hubungan RI-China Jadi Momentum Perkuat Pembangunan Hijau

75 Tahun Hubungan RI-China Jadi Momentum Perkuat Pembangunan Hijau

LSM/Figur
Pemprov DKI Pasang 111 Alat Pemantau Kualitas Udara, Bisa Diakses Lewat JAKI

Pemprov DKI Pasang 111 Alat Pemantau Kualitas Udara, Bisa Diakses Lewat JAKI

Pemerintah
KG Media Hadirkan Lestari Awards sebagai Ajang Penghargaan ESG

KG Media Hadirkan Lestari Awards sebagai Ajang Penghargaan ESG

Swasta
Tren Investasi Properti Indonesia Mengarah ke Keberlanjutan

Tren Investasi Properti Indonesia Mengarah ke Keberlanjutan

Pemerintah
Ahli Yakin Harimau Jawa Tak Mungkin Masih Ada dengan Kondisi Saat Ini

Ahli Yakin Harimau Jawa Tak Mungkin Masih Ada dengan Kondisi Saat Ini

LSM/Figur
Gapki Antisipasi Kebakaran Lahan Sawit Jelang Musim Kemarau

Gapki Antisipasi Kebakaran Lahan Sawit Jelang Musim Kemarau

LSM/Figur
Menteri LH: Gangguan Lingkungan di Pulau Kecil Masif akibat Tambang

Menteri LH: Gangguan Lingkungan di Pulau Kecil Masif akibat Tambang

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau