Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Industri Pakaian Sumber Polusi Plastik yang Terabaikan

Kompas.com, 7 Januari 2025, 19:17 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber Futurity

KOMPAS.com - Peneliti telah menemukan bahwa industri pakaian global ternyata menghasilkan jutaan ton plastik yang mencemari lingkungan setiap tahun. Jumlahnya bahkan akan semakin banyak seiring berjalannya waktu.

Selama ini kita mungkin tidak menyadari bahwa pakaian yang kita kenakan mengandung plastik.

Nyatanya, dalam sehelai baju itu terdapat kandungan seperti poliester, nilon, akrilik, dan serat sintetis lainnya. Hal ini membuat tekstil menjadi sumber polusi plastik yang terabaikan.

Dikutip dari Futurity, Selasa (7/1/2025) sebuah studi yang dipublikasikan di Nature Communications menemukan bahwa konsumsi pakaian global pada 2019 menghasilkan lebih dari 20 juta ton limbah plastik.

Dari jumlah tersebut sekitar 40 persen limbah kemungkinan tidak dikelola dengan baik dan menjadi polusi lingkungan, suatu proses yang dikenal sebagai 'kebocoran plastik'.

Baca juga:

"Dari penelitian sebelumnya, saya mengetahui bahwa industri pakaian adalah konsumen utama polimer sintetis, alias plastik, tetapi saya terkejut dengan seberapa banyak limbah pakaian sintetis yang berakhir di lingkungan alam,” kata rekan penulis Roland Geyer, seorang profesor di Bren School of Environmental Science & Management, University of California, Santa Barbara.

Dalam penelitian ini, peneliti membagi limbah tekstil menjadi dua sumber: pakaian yang terbuat dari bahan sintetis dan pakaian yang terbuat dari katun dan serat alami lainnya.

Peneliti kemudian mengamati limbah plastik yang dihasilkan di seluruh rantai nilai produk pakaian yang mengacu pada seluruh siklus hidup suatu produk, tidak hanya pakaian itu sendiri tetapi juga plastik yang digunakan untuk membungkusnya.

“Kami menganalisis data tentang impor, ekspor, dan produksi pakaian di negara-negara di seluruh dunia,” kata rekan penulis Richard Venditti, seorang profesor ilmu dan teknik kertas di North Carolina State University, AS.

Peneliti kemudian membandingkannya dengan informasi global yang ada pada berbagai tahap rantai nilai pakaian untuk memperkirakan berapa banyak plastik yang bocor ke lingkungan di setiap titik tersebut.

“Kebocoran plastik dari industri pakaian jadi didominasi oleh pakaian sintetis yang sudah tidak lagi bisa dipakai dan tidak dibuang dengan cara yang bertanggung jawab,” kata Geyer.

Namun ada juga limbah dari pabrik, pengemasan, dan bahkan dari abrasi ban selama pengangkutan serta mikroplastik yang tercecer ke air saat kita mencuci pakaian.

Peneliti kemudian mencatat pakaian sintetis sejauh ini merupakan sumber limbah plastik terbesar.

Rantai nilai sintetis menyumbang 18 juta ton limbah pada 2019, yang merupakan 89 persen dari semua limbah plastik dari industri pakaian jadi global tahun itu.

Dari jumlah tersebut, para peneliti memperkirakan sekitar 8,3 juta ton mungkin telah bocor ke lingkungan.

Baca juga:

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
KLH Telusuri Sumber Gelondongan Kayu yang Terbawa Banjir Sumatera
KLH Telusuri Sumber Gelondongan Kayu yang Terbawa Banjir Sumatera
Pemerintah
AI Jadi Ancaman Jutaan Pekerjaan di Asia, Ini Peringatan PBB
AI Jadi Ancaman Jutaan Pekerjaan di Asia, Ini Peringatan PBB
Pemerintah
Asia Pasifik Diprediksi Makin Panas, Ancaman untuk Kesehatan dan Infrastruktur
Asia Pasifik Diprediksi Makin Panas, Ancaman untuk Kesehatan dan Infrastruktur
Pemerintah
Mikroplastik Cemari Pakan Ternak, Bisa Masuk ke Produk Susu dan Daging
Mikroplastik Cemari Pakan Ternak, Bisa Masuk ke Produk Susu dan Daging
LSM/Figur
Krisis Iklim Perparah Bencana di Asia Tenggara, Ketergantungan Energi Fosil Harus Dihentikan
Krisis Iklim Perparah Bencana di Asia Tenggara, Ketergantungan Energi Fosil Harus Dihentikan
LSM/Figur
Ada Perusahaan Sawit Diduga Beroperasi di Area Hutan dan Tak Lolos Verifikasi, Sertifikasi Dipertanyakan
Ada Perusahaan Sawit Diduga Beroperasi di Area Hutan dan Tak Lolos Verifikasi, Sertifikasi Dipertanyakan
Swasta
Emisi Kebakaran Hutan Global Jauh Lebih Tinggi dari Prediksi
Emisi Kebakaran Hutan Global Jauh Lebih Tinggi dari Prediksi
LSM/Figur
Indonesia Berpotensi Manfaatkan Panas Bumi Generasi Terbaru, Bisa Penuhi 90 Persen Kebutuhan Industri
Indonesia Berpotensi Manfaatkan Panas Bumi Generasi Terbaru, Bisa Penuhi 90 Persen Kebutuhan Industri
LSM/Figur
Banjir Ancam Kota Pesisir di Dunia, Risikonya Terus Meningkat
Banjir Ancam Kota Pesisir di Dunia, Risikonya Terus Meningkat
Pemerintah
Lubang Ozon di Antartika Menyusut, Tanda Bumi Mulai Pulih?
Lubang Ozon di Antartika Menyusut, Tanda Bumi Mulai Pulih?
Pemerintah
Tanah, Tangan, dan Tutur: Model Komunikasi Budaya Lokal Melawan Komodifikasi
Tanah, Tangan, dan Tutur: Model Komunikasi Budaya Lokal Melawan Komodifikasi
LSM/Figur
Penelitian Ungkap Kaitan Terumbu Karang dan Kenaikan Suhu Bumi
Penelitian Ungkap Kaitan Terumbu Karang dan Kenaikan Suhu Bumi
Swasta
Ekoteologi Didorong jadi Gerakan Pendidikan Nasional
Ekoteologi Didorong jadi Gerakan Pendidikan Nasional
Pemerintah
Lebih dari 70 Jenis Hiu Kini Dilindungi dan Diperketat Perdagangannya
Lebih dari 70 Jenis Hiu Kini Dilindungi dan Diperketat Perdagangannya
Pemerintah
Cuaca Ekstrem di Sumatera Dipicu Anomali Siklon Tropis, Ini Penjelasan Pakar
Cuaca Ekstrem di Sumatera Dipicu Anomali Siklon Tropis, Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau