Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Laut yang Dipagari di Tangerang Masuk Zona Budi Daya, Tak Boleh Direklamasi

Kompas.com - 24/01/2025, 20:30 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kawasan laut di Tangerang, Banten tak boleh dijadikan lokasi reklamasi, sebab kawasan ini telah diatur dalam Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K).

Dosen Sekolah Bisnis Institut Pertanian Bogor (IPB) Nimmi Zulbainarni mengungkapkan bahwa zona yang dipagar itu diperuntukkan untuk budi daya, perikanan tangkap, pariwisata, dan pelabuhan.

"Karena ada RZWP3K kemudian sekarang dipagar, berarti melanggar RZWP3K yang merupakan peraturan daerah,” ujar Nimmi saat dihubungi, Jumat (24/1/2025).

Baca juga: Kades Kohod Ngotot Pagar Laut Dulunya Daratan, Nusron: Tanah Musnah, Hak Pemilik Hilang

Hal ini disampaikan Nimmi, merespons pemagaran laut ilegal sepanjang 30,16 kilometer di Tangerang diduga terkait proyek reklamasi.

Dalam kasus tersebut, Kementerian ATR/BPN menelusuri telah terbitnya 263 bidang sertifikat hak guna bangunan (SHGB), yang terdiri dari 234 bidang SHGB atas nama PT Intan Agung Makmur, 20 bidang SHGB atas nama PT Cahaya Inti Sentosa, dan sembilan bidang atas nama perseorangan. Selain itu, ditemukan 17 bidang sertifikat hak milik (SHM).

Nimmi menyatakan sejauh ini belum ada kajian terkait nilai kerugian dari pemagaran laut. Namun, pemagaran berdampak terhadap mata pencaharian masyarakat pesisir.

Nelayan akan merogoh kocek lebih banyak untuk ongkos melaut, lantaran lokasi jalur penangkapan ikan terhalangi pagar.

“Biasanya kan mereka one day fishing, sehari pulang pergi bisa tetapi karena misalnya ada pemagaran tersebut mereka enggak bisa one day fishing lagi, karena fishing groundnya bertambah jauh. Berarti biaya yang bertambah adalah biaya bahan bakar,” papar dia.

Dampak lainnya, para nelayan terpaksa mengeluarkan uang leih untuk biaya makan, bahkan perbaikan kapal jika kapal yang dipakai tak kuat mengarungi lautan dalam waktu yang lama.

Baca juga: Nusron: Pak Lurah Ngotot bahwa Pagar Laut Tangerang Dulunya Empang

Syarat Reklamasi

Di sisi lain, Nimmi mengatakan reklamasi bisa dilakukan jika tidak melanggar undang-undang yang berlaku.

Pemerintah mengatur reklamasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Kedua, reklamasi diperbolehkan apabila tidak merusak lingkungan di sekitarnya.

“Ketiga, memberikan manfaat ekonomi dan sosial yang cukup besar. Yang boleh direklamasi itu adalah daerah-daerah yang memang ekosistemnya sudah tidak bagus, tetapi kalau ekosistemnya masih bagus enggak boleh kita reklamasi,” jelas Nimmi.

Baca juga: Diminta Dedi Mulyadi, PT TRPN Bakal Bongkar Sendiri Pagar Laut di Bekasi

Dia pun menyatakan, harus ada kompensasi yang diberikan kepada masayarakat yang terdampak proyek di sektor kelautan. Pertamina, misalnya, yang membangun kilang minyak di lautan.

“Pada saat mereka (Pertamina) melakukan (pekerjaan pada) kilang minyaknya, mereka bersentuhan dengan tempat yang lain. Pertamina akan memberikan ganti rugi kepada nelayan sebesar apa, itulah yang perlu dihitung,” kata Nimmi.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Akademisi IPB: Laut Tak Boleh Dipetak-petak

Akademisi IPB: Laut Tak Boleh Dipetak-petak

Pemerintah
Laut yang Dipagari di Tangerang Masuk Zona Budi Daya, Tak Boleh Direklamasi

Laut yang Dipagari di Tangerang Masuk Zona Budi Daya, Tak Boleh Direklamasi

Pemerintah
Deloitte: Pengusaha Tak Lakukan Cukup Upaya untuk Atasi Perubahan Iklim

Deloitte: Pengusaha Tak Lakukan Cukup Upaya untuk Atasi Perubahan Iklim

Swasta
Wujudkan Lingkungan Belajar Suportif, PAMA Hadiri Temu Pendamping dan Penerima Beasiswa Dual Program di Astra Tech

Wujudkan Lingkungan Belajar Suportif, PAMA Hadiri Temu Pendamping dan Penerima Beasiswa Dual Program di Astra Tech

Swasta
PBB Tetapkan 2025 Jadi Tahun Internasional Pelestarian Gletser

PBB Tetapkan 2025 Jadi Tahun Internasional Pelestarian Gletser

LSM/Figur
Diremehkan, Biochar Ternyata Cukup Ampuh Serap Emisi Karbon

Diremehkan, Biochar Ternyata Cukup Ampuh Serap Emisi Karbon

LSM/Figur
Rencanakan Pembangunan Rendah Karbon, Pemerintah Kabupaten Kini Bisa Akses Platform E-Learning

Rencanakan Pembangunan Rendah Karbon, Pemerintah Kabupaten Kini Bisa Akses Platform E-Learning

LSM/Figur
Korporasi Targetkan Ulang Sasaran Iklim karena AI

Korporasi Targetkan Ulang Sasaran Iklim karena AI

Swasta
Transisi Energi Masih Lambat, Pengamat: RI Masih Ketergantungan Batu Bara

Transisi Energi Masih Lambat, Pengamat: RI Masih Ketergantungan Batu Bara

LSM/Figur
Produksi Listrik PLTS Lampaui PLTU Batu Bara di Uni Eropa

Produksi Listrik PLTS Lampaui PLTU Batu Bara di Uni Eropa

LSM/Figur
Bukan Tambang, Perguruan Tinggi Diminta Fokus Usaha Transisi Energi

Bukan Tambang, Perguruan Tinggi Diminta Fokus Usaha Transisi Energi

LSM/Figur
Eropa Larang BPA, Konsumen Indonesia Desak Pelabelan Galon Guna Ulang

Eropa Larang BPA, Konsumen Indonesia Desak Pelabelan Galon Guna Ulang

Pemerintah
Pemerintah Majukan Rencana Realisasi PLTN 3 Tahun, dari 2032 Jadi 2029

Pemerintah Majukan Rencana Realisasi PLTN 3 Tahun, dari 2032 Jadi 2029

Pemerintah
Pemprov Bali Larang Instansi Sediakan AMDK Plastik, Wajibkan Bawa Botol Minuman

Pemprov Bali Larang Instansi Sediakan AMDK Plastik, Wajibkan Bawa Botol Minuman

Pemerintah
Star Energy Geothermal Gandeng Perusahaan AS untuk Kembangkan Panas Bumi

Star Energy Geothermal Gandeng Perusahaan AS untuk Kembangkan Panas Bumi

Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau