JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bakhtiar mengatakan, wacana pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) terhadap perguruan tinggi hanya sekadar gimmick atau trik untuk memuluskan jalan badan usaha swasta.
Rencana ini tercantum dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba). Selain perguruan tinggi, usaha, kecil, dan menengah (UMK) juga bakal diberikan WIUPK.
Bisman menyebut, pengesahan RUU Minerba mendukung agar badan usaha swasta mendapatkan lokasi pertambangan bermodalkan stempel prioritas tanpa proses pelelangan.
Baca juga: Bukan Tambang, Perguruan Tinggi Diminta Fokus Usaha Transisi Energi
"Pengaturan inti atau utamanya itu adalah pemberian kepada badan usaha swasta. Di ketentuan yang baru itu, sekarang badan usaha swasta bisa mendapatkan lokasi tambang tanpa lelang sepanjang diberi stempel prioritas," kata Bisman saat dihubungi, Sabtu (25/1/2025).
"Akhirnya orang atau publik fokusnya ke perguruan tingginya. Padahal ini nanti ada yang menumpang pengaturan, pemberian prioritas kepada badan-badan usaha swasta yang lainnya," imbuh dia.
Berdasarkan Pasal 51B, WIUPK mineral logam dalam rangka hilirisasi dapat diberikan kepada badan usaha swasta dengan cara prioritas.
Caranya dengan mempertimbangkan luas wilayah izin pertambangan, peningkatan tenaga kerja dalam negeri, jumlah investasi dan atau peningkatan nilai tambah, serta pemenuhan rantai pasok dalam negeri atau global.
Bisman pun menyoroti cacatnya prosedur dalam penyusunan aturan, lantaran RUU Minerba tidak masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Alasan kumulatif terbuka berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), juga dianggap tidak relevan.
MK telah memutus menolak gugatan terkait pengaturan ormas keagamaan yang mendapatkan lokasi tambang pada Desember 2024. Artinya, tidak ada masalah konstitusional terhadap UU Minerba dan tak perlu direvisi.
"Tidak ada masalah konstitusionalitas terhadap UU Minerba, dan tidak terjadi kekosongan hukum. Sehingga revisi Undang-Undang Menerba ini kami sinyalir hanya kepentingan untuk melegitimasi bagi-bagi lokasi tambang kepada siapa pun, termasuk swasta-swasta yang dikehendaki pemerintah dengan cara distempel prioritas," ucap Bisman.
Baca juga: Setelah Ormas Keagamaan, Perguruan Tinggi Diusulkan Bisa Kelola Tambang
Karena itu, dia meminta agar presiden tidak mengirimkan surat presiden (Surpres) dan daftar inventarisasi masalah (DIM) kepada DPR. Hal ini dilakukan agar RUU Minerba tidak disahkan.
Sebelumnya, Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan menyatakan bahwa revisi terhadap UU Minerba dilakukan agar publik tidak hanya menerima dampak buruk dari tambang, tetapi juga memiliki peluang untuk mengelola tambang.
"Bahwa kemakmuran rakyat, kesejahteraan rakyat, tidak lagi di dalam areal pertambangan itu masyarakat hanya terkena debu baru bara, atau akibat-akibat daripada eksploitasi minerba, tapi hari-hari ini merupakan peluang bagi masyarakat di RI," terang Bob dalam rapat pleno Baleg DPR RI, Senin (20/1/2025).
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya