Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 28 Januari 2025, 13:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Lembaga think tank Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai pengembangan biodiesel perlu dilakukan secara hati-hati, bijaksana dan memperhatikan trade-off alias kompromi. 

Pasalnya, strategi pengembangan biodiesel akan mengerek permintaan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) sebagai bahan bakunya.

Pada gilirannya, peningkatan permintaan CPO berpotensi memicu pembukaan lahan kelapa sawit yang baru dan menyebabkan deforestasi.

Baca juga: KAI Bakal Gunakan Biodiesel B40 Secara Bertahap

Hal tersebut justru dapat merusak ekosistem dan menyumbang emisi gas rumah kaca (GRK).

Untuk mengurangi risiko tersebut, IESR mendorong diversifikasi bahan baku biodiesel ke sumber-sumber lain guna mengurangi ketergantungan tinggi pada minyak sawit.

Di sisi lain, Indonesia berkomitmen mencapai Forestry and Other Land Uses (FOLU) Net Sink atau kondisi di mana sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya menyerap lebih banyak emisi daripada yang dikeluarkan pada 2030.

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan, komitmen untuk mencapai FOLU Net Sink harus menjadi pertimbangan utama dalam pengembangan biodiesel dan bioenergi.

Baca juga: Bakal Dirilis Tahun Ini, Biodiesel B40 Berpeluang Percepat Transisi Energi

"Untuk mendukung aspek keberlanjutan, seluruh produksi CPO untuk membuat biodiesel perlu mendapatkan sertifikasi keberlanjutan seperti Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO)," kata Fabby dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Rabu (22/1/2025). 

Pertimbangan tersebut penting dilakukan untuk memastikan bahwa pengembangan biodiesel tidak hanya berkontribusi pada kemandirian energi, tetapi juga pengurangan emisi karbon dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat.

Fabby menambahkan, produksi biodiesel juga harus memenuhi kriteria keberlanjutan yang ketat.

Hal tersebut mencakup jejak karbon rendah, tidak merusak ekosistem, melibatkan masyarakat lokal secara adil dengan menghormati hak mereka, serta diproduksi secara ekonomis tanpa membebani anggaran negara atau menciptakan distorsi pasar. 

Baca juga: Biodiesel B40 Bisa Pangkas Emisi, Bahan Baku yang Siap Baru Sawit

IESR mendesak agar dalam periode 100 hari pemerintahan Presiden Prabowo, pemerintah harus tegas menyatakan perlunya memenuhi kaidah keberlanjutan di seluruh mata rantai produksi biodiesel.

Hal tersebut pelu dilakukan untuk mengurangi risiko lingkungan dan sosial serta penurunan emisi dari program ini.

B40

Diberitakan sebelumnya, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung menuturkan, implementasi biodiesel 40 persen (B40) secara penuh akan berlaku Februari 2025.

Di Jakarta pada Jumat (3/1/2025), Yuliot berujar mandatori B40 memang mulai berlaku sejak 1 Januari 2025.

Baca juga: Tunggu Regulasi Pemerintah, Pertamina Belum Jual Biodiesel B40

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
LSM/Figur
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
LSM/Figur
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
LSM/Figur
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
LSM/Figur
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
Pemerintah
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Pemerintah
Walhi Sebut Banjir Sumatera Bencana yang Direncanakan, Soroti Izin Tambang dan Sawit
Walhi Sebut Banjir Sumatera Bencana yang Direncanakan, Soroti Izin Tambang dan Sawit
LSM/Figur
Perubahan Iklim Berpotensi Mengancam Kupu-kupu dan Tanaman
Perubahan Iklim Berpotensi Mengancam Kupu-kupu dan Tanaman
LSM/Figur
Sepanjang 2025, Bencana Iklim Sebabkan Kerugian hingga Rp 1.800 Triliun
Sepanjang 2025, Bencana Iklim Sebabkan Kerugian hingga Rp 1.800 Triliun
Pemerintah
Industri Finansial Dituding Berkontribusi terhadap Bencana di Sumatera
Industri Finansial Dituding Berkontribusi terhadap Bencana di Sumatera
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau